34. Become Villainess

807 189 14
                                    

Ada yang mengatakan bahwa saat kau berada di sebuah keramaian, matamu akan bisa menemukan orang kau cintai karena tanpa kau sadari ada ikatan tak kasat mata yang membuatmu mampu melihatnya bahkan dalam kegelapan sekali pun. Dan kali ini Yudi merasakan hal itu, di antara gerombolan manusia yang tengah bersiap untuk menyebrang di dekat tempat Yudi sedang makan siang dengan mamanya, ia menemukan Anne yang berdiri di sana.

Anne hanya berdiri dengan cantik di sana, tapi tak urung membuat jantung Yudi menggila, efek Anne masih sebesar yang dulu dan belum bisa padam. Kaki Yudi melangkah mendekat, ia tahu ini adalah hal egois yang dia lakukan setelah ia melukai Anne, tapi biarlah dia melakukannya.

Biarkan dia mengobati rindu yang membumbung dengan mendatangi Anne, hanya melihatnya lebih dekat, mencium aroma mawar dari gadis itu atau hanya sekedar mendengar suara unik milik Anne.

Namun, langkahnya harus terhenti saat melihat Tama menghampiri Anne dan menggandeng gadis itu untuk menyebrang.

"Telat ya?" tanyanya entah pada siapa.

Sementara itu Anne terus bergerak ke sebuah kafe tempat ia dan Jevon berjanji untuk bertemu.

"Kenapa?" tanya Tama pada Anne yang menengok ke belakang. Ia merasa tadi ia merasakan ada seseorang yang mengawasinya.

"Nggak apa-apa." Anne kembali berjalan hingga ia sudah melihat Jevon duduk di sebuah kafe dengan tatapan yang gusar.

"Kita langsung aja ya." Anne tampak tak ingin membuang waktunya dan Jevon sendiri masih seperti anak yang bingung maksud Anne. Tak biasanya Anne memintanya bertemu di luar.

"Gue tau lo kakak angkat Winar." Kaget adalah reaksi wajar bagi Jevon bahkan Tama juga merasakan hal yang sama, ia tak tahu hal itu sama sekali.

"Lo tau sejak kapan?"

"Awal. Gue tau lo disuruh nyokap angkat lo buat ngawasin gue. Dan beliau juga udah ngaku ke gue." Wajah Jevon memucat, ia yakin bahwa sebentar lagi Anne akan mempermasalahkan dirinya yang pura-pura gay.

"Soal lo gay, gue bilang nyokap lo, tapi kayaknya dia nggak percaya. Tapi, ya udah itu urusan lo sama beliau. Gue nggak mau ikut campur."

Jevon menarik napas lega, setidaknya Anne tak akan melemparkan vas ke wajahnya karena berbohong tentang preferensi seksualnya. Sayangnya, Tama terus menatap tajam Jevon seolah lelaki itu sudah tahu bahwa Jevon mungkin menyukai wanita.

"Eh, terus lo ngajak gue ketemu ada urusan apa?" tanya Jevon karena jujur ia tak suka berlama-lama karena keberadaan dua orang di depannya ini sudah cukup mengintimidasi apalagi kediaman Tama dan sorot matanya yang menakutkan.

"Gue mau lo bantuin gue masukin nyokap gue ke penjara."

"Hah?" Jevon merasa ada laba-laba yang memasuki indra pendengarannya hingga ia tak jelas mendengar ucapan Anne.

"Lo mau nyari orang yang bikin Winar nggak ada kan? Orang itu nyokap gue."

"Gue nggak paham, kenapa nyokap lo? Maksud gue buat apa? Dendam sama nyokap angkat gue?" tanya Jevon berusaha untuk tenang tapi wajah dan suaranya menunjukkan hal yang lain. Anak itu sedang gemetar atau mungkin kaget.

"Gara-gara gue. Dia pengen bunuh gue, tapi Winar di sana dan sacrifice biar gue tetep hidup." Jevon menekan dahinya hal ini di luar pemikirannya.

"Lo dengerin ini dulu."

Anne memberikan rekaman percakapan orang tuanya. Seperti yang diduga bahwa Jevon akan tambah mendidih. Lelaki itu tampak mengepalkan tangannya dengan kencang, melihat itu Anne merasa bahwa ia perlu menenangkan Jevon seperti yang Tama lakukan untuknya, tapi baru saja tangan Anne terulur untuk memegang kepalan tangan Jevon, Tama mendahuluinya. Tentu saja lelaki itu tak rela jika Anne memegang Jevon. Dasar posesif.

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang