"Harus banget kita singgah dulu?" tanya Johnny pada Anne yang menyeretnya ke sebuah kafe khusus desert.
"Gue laper." Alis manusia tiang itu naik sebelah, lapar dari mana? Bukankah tadi Anne habis makan bersama Tama di kantin, belum ada dua jam sudah lapar lagi.
"Lo cacingan?" tanya Johnny, tapi Anne tak menghiraukannya. Ia tetap memesan cheese cake dan minuman tanpa menawari Johnny.
"Gimana lo sama Jenny?" Johnny berdecak, ia tak menyangka bahwa topik itu akan diangkat Anne padahal ia pikir Anne tak akan mau ikut campur karena ia yakin Anne dan Jenny tak saling kenal.
"Nggak gimana-gimana." Anne tersenyum kecil sambil memainkan ponsel pintarnya kemudian memulai percakapan kembali.
"Dony ngasih tau semuanya dan katanya lo udah putus." Senyum tengil Anne benar-benar mengganggu Johnny yang masih kesal karena Jenny tak menghiraukannya.
"Sedang diusahain balikan."
"Kalo gue kenalin sama temen gue aja gimana? Cocok kok sama lo." Helaan napas Johnny semakin berat, lelaki itu mungkin tak akan menggubris omongan Anne.
"Siapa? Lisa?"
"Jelas bukan. Lo bukan tipe Lisa, tipenya itu bad boy berakhlak lo terlalu berbudi pekerti luhur cuma agak bangsat aja." Johnny tak bisa mengkategorikan ucapan Anne itu pujian atau hinaan.
"Emang lo ada temen lain selain Lisa?"
"Jevon tuh. Gue jamin lo nggak bakal disakiti."
"Pedang-pedangan anjir."
"Kenapa emang kalo pedang-pedangan, cowok kan mainnya pedang-pedangan," goda Anne pada Johnny.
"Sialan lo." Johnny tertawa, itu yang ditunggu Anne.
"Good, sekarang gue udah liat lo ketawa." Johnny langsung menghentikan tawanya.
"Kalo Jenny buat lo kesel, sedih atau nggak bisa ketawa lagi lupain aja gue punya kenalan cewek atau cowok juga ada kalo lo mau."
"Gue sayang sama Jenny Ne, lo mikir bisa apa lupain orang dalam semalem."
"Yudi bisa tuh."
"Tapi, gue bukan Yudi. Gue Johnny."
"Iya, iya lo Johnny. Tapi, kalo lo sayang sama Jenny kenapa lo bohongin dia, maksud gue—"
"Gue nggak bohongin dia sumpah." Anne tersenyum, tapi bukan ke arah Johnny, tapi ke arah manusia di belakang Johnny.
"Lo nggak tulus sama dia sejak awal. Gimana dia bisa nerima lo! Udahlah cewek bukan cuma Jenny aja."
"Lo nggak ngerti Ne. Sejak awal gue udah suka sama Jenny sebelum Jisa nyuruh gue deketin Jenny. Gue cuma terlalu takut dan gue juga mikirin Tama yang jadi pacar Jenny waktu itu."
"Tapi, lo tetep nikung Tama akhirnya, kan? Karena Jisa yang nyuruh." Johnny menggelengkan kepalanya.
"Jisa bilang Jenny yang sendirian di kafe, Jisa cuma nyuruh gue awasin dia. Tapi, gue nggak bisa liat dia nangis sendirian. Gue nggak mau liat dia nangis gara-gara Tama." Anne menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Lo denger sendiri kan Jen." Johnny berbalik dan bukan Jenny di sana, tapi Tama.
"Anjir Anne! Gue pikir beneran Jenny." Anne tersenyum misterius kemudian saat bungkusan pesanannya jadi dia langsung menunjuk Johnny.
"Lo yang bayar."
"Ne! Lo—"
"Nih, ngomong sama Jenny!" Tama melemparkan ponselnya yang menampilkan sebuah panggilan dengan Jenny dan bukan baru, tapi hampir sepuluh menitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅hopeless love
RomanceIni kisah tentang 4 gadis yang saling berhungan. Namun, kisah cinta mereka tak pernah semulus seperti cerita di novel. Selalu saja ada halangan yang mengganggu. Bisakah mereka menemukan cinta mereka?