41. Khawatir

656 143 10
                                    

"Apa kita kasih obat tidur aja ya?" bisik Johnny pada Dony yang masih terjaga untuk menjaga Tama yang sedari tadi selalu ingin kabur dan mendatangi Anne yang menurut kabar masih terbaring di rumah sakit.

"Lo pikir apotek mau ngasih obat tidur sembarangan? Mau kasih lelap mana manjur." Dony ikut berbisik dengan ekor mata yang terus mengawasi Tama yang bolak-balik memeriksa ponselnya.

"Pake racun tikus aja, jamin langsung tidur." Dony dan Johnny menatap Jisa tak percaya, bagaimana bisa gadis itu memberi ide mengerikan dengan senyum bak malaikat. Gadis itu pasti sudah sangat gila karena patah hati.

"Iya tidur selamanya!" Dony ngegas.

"Terus gimana? Kalo anak ini dibiarin aja bisa tumbang anjir. Kemaren abis nggak tidur gegara tugas sekarang gegara Anne." Dony dan Johnny sepakat dengan Jisa. Meskipun Jisa aneh, tapi dia benar.

"Gue nggak nyangka kalo lo masih peduli sama Tama." Jisa menatap Johnny dengan penuh permusuhan.

"Heh! Gue ini manusia pancasila ya, menjunjung tinggi sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab walaupun kalo buat Tama jatuhnya jadi peri keanjingan."

"Lo ngajarin dia apa aja sih Don?" tanya Johnny yang agak heran, bagaimana bisa mulut manusia seperti Jisa menjadi penuh dengan kata-kata pedas yang diimpor dari neraka.

"Apa-apa kalo hal buruk gue yang tertuduh, kalo hal baik itu lo."

"Lah, kan emang gue baik anaknya." Johnny membuat Dony ingin memukulnya, tapi lelaki itu sadar bahwa Johnny memiliki tubuh bongsor yang tentu akan membuatnya menjadi korban.

"Eh kalian jaga Tama, gue angkat telpon dulu."

"Dih, saat genting gini sempet-sempetnya lo nge-bucin," kata Dony pada Johnny yang mulai menjauh dari para jomblo bermulut pedas.

"Iri bilang bos."

"Dih ogah banget iri sama karyawan," balas Dony dan mungkin jika Johnny meladeninya ia tak akan selesai juga. Lebih baik ia menerima telpon dari sang pujaan hati.

"Halo," sapa Jenny terdengar lelah.

"Halo, Sayang. Udah di rumah?" tanya Johnny perhatian, mungkin dia sedang berusaha menjadi boyfriend material.

"Udah barusan, tadi mama ngajakin keliling mall, mau ngabisin uang papa buat terakhir kali katanya." Sebuah TMI, tapi Johnny tak akan keberatan dengan hal itu.

"Oh, tadi gimana? Udah ketemu Pak Pandu?" Pandu yang baru saja disebut Johnny adalah pengacara yang dipilih oleh Jenny untuk menjadi kuasa hukum di sidang perceraian kedua orang tuanya.

"Aku nggak ketemu dia, dia cabut ke Semarang."

"Kok bisa? Bukannya kalian udah janjian ya?"

"Nah itu yang bikin aku kesel. Coba bayangin aku udah nyetir di jalan yang lagi panas-panasnya ditambah macetnya minta ampun dan pas sampai di sana dia cabut ke semarang. Dan kamu tau kenapa dia pergi?" Jenny seolah sedang mengajak Johnny main tebak-tebakan.

"Mamanya sakit?"

"Bukan. Kalo masalah itu aku masih maklum. Lah ini aneh banget alasannya." Johnny tersenyum kecil, ia yakin sekarang Jenny pasti tampak begitu lucu jika dalam mode julid. Andai saja sekarang ia bisa melihatnya.

"Emang alasannya apa?"

"Dia mau hancurin lamaran calon kakak iparnya."

"Hah! Kok bisa?" Johnny kaget. Alasan pertama adalah ia tak tahu bahwa Pandu itu masih muda dan yang kedua adalah kenapa ia harus menghancurkan lamaran calon kakak iparnya. Apa itu artinya si Pandu-Pandu ini diam-diam selingkuh dengan kakak iparnya. Otak overthinking Johnny kembali berpikir kemana-mana.

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang