48. MCT

688 161 140
                                    

Kegiatan pagi hari Tama di hari sabtu tak akan jauh dari bergumul dengan kasur. Lelaki itu tak berniat meninggalkan kasur walaupun hanya satu senti saja. Namun, dering ponsel yang terus menerus berbunyi membuat lelaki itu tak berkonsentrasi dalam menuju alam mimpi.

"Pasti Anne lagi," gumamnya mengingat sejak tiga hari ini Anne menjadi sumber utama dari gangguannya.

Firasat Tama benar, orang yang terus menelponnya dan mengiriminya pesan adalah Anne. Gadis itu terlalu konsisten dalam mengganggunya. Tama tak berniat untuk mengangkat telpon, dia hanya akan menilik isi pesan yang dikirim Anne sebelum mengubah ponselnya dalam mode silent.

Setan tercinta 😈

Tam
Kalo lo gak bales chat atau angjat telpon gue
Jangan salahin gue kalo gue jadi anne yg nyebelin


Tama berdecak, dia tak tahu hal seperti apa yang masuk kategori menyebalkan menurut Anne kalo selama ini baginya Anne selalu menyebalkan.

"Lo pikir gue nggak kuat ngadepin lo yang nyebelin? Kalo gue nggak kuat udah move on gue dari tiga tahun lalu," kata Tama kemudian menuju ke dapurnya dengan tangan yang masih membawa ponselnya.

"Hari ini sarapan apa?" tanyanya entah pada siapa, mungkin pada kulkasnya.

Pilihan Tama jatuh kepada roti gandum yang mungkin sudah kadaluwarsa kemarin, tapi bagi Tama itu tak masalah selama belum ada jamur. Namun, niat untuk memakan roti kadaluwarsa itu harus kandas karena ada telpon masuk dari satpam apartemen.

"Halo Pak." Tama sudah akrab dengan satpam Apartemen yang kadang berbagi rokok dengannya.

"Den, ini ada paket bisa tolong ke bawah soalnya ini COD dan bapak nggak bawa uang." Tama menyengit seingatnya dia tak memesan barang apa pun.

"Saya nggak pesen barang Pak." Tama mencoba berkilah.

"Mungkin ini hadiah Mas." Tama menghela napas.

"Mana ada hadiah bayar sendiri, Pak." Tama kembali memberikan protesnya karena sejujurnya dia sangat malas untuk keluar dari apartemennya.

Tama mempunyai firasat bahwa jika ia keluar dari apartemen maka manusia licik bernama Anne akan memiliki kesempatan untuk menemui atau bahkan mengerjainya.

"Ya siapa tau aja dia nggak ada uang Mas, jadi hadiahnya Mas yang bayar."

"Ya kalo nggak punya uang kenapa harus ngasih hadiah sih? Nyusahin aja," gerutu Tama yang masih tak rela untuk keluar mengeluarkan uang untuk paket yang sama sekali tak ia tahu apa isinya.

"Saya nggak tahu Mas, yang penting Mas Tama ke sini aja." Dengan helaan napas terlebih dahulu sebelum akhirnya mengalah dengan keluar dari apartemennya yang nyaman.

Hal yang tak pernah Tama duga ketika dia sampai di lobi adalah si pengantar paket yang ternyata adalah sahabatnya yang menjulang tinggi. Iya benar, Johnny. Lelaki itu menyambut Tama dengan senyum paling lebar dan tangan yang terus melambai.

"God, lo ngapain? Jadi pengantar paket?" Johnny mengangguk.

"Iyap, hidup di ibu kota nggak seramah rahim ibu Tama, Sayang, semuanya butuh duit." Tama mendengus, Johnny pikir dia tak tahu bahwa Johnny adalah anak dari pemilik perkebunan sawit yang uangnya lebih banyak dibanding keluarganya.

"Serius John, ada apa? Gue nggak pesen paket ya. Jangan-jangan lo—Anne?" Johnny mengangguk ditambah dengan senyum.

"Shit!" Tama langsung berlari ke lift yang begitu lift dibuka ada Jisa dan juga Dony di sans. Seketika Tama tersadar bahwa dua temannya itu mungkin melakukan sesuatu terhadap huniannya mengingat Dony tahu password apartemennya.

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang