14. Reveal

1.2K 257 138
                                    

Rasa sakit yang teramat pada kepala dan punggungnya membuat Yudi terbangun dari tidur yang tak tahu sejak kapan. Pemandangan yang khas dengan warna putih, bau desinfektan dan obat yang memuakkan membuatnya sadar bahwa ia berada di rumah sakit.

Matanya mulai bergerak liar mencari sesuatu atau lebih tepatnya seseorang, dan saat maniknya menemukan sosok gadis yang tertidur di sebuah sofa hanya berselimutkan sebuah jaket yang Yudi tahu bahwa itu bukan miliknya ataupun Anne, jaket itu milik Tama.

Yudi tersenyum kecil, tentu saja itu Tama, tak ada yang lain selain lelaki itu.

"Lo udah sadar, mau minum?" Yudi dikagetkan dengan kehadiran Tama yang muncul dari arah pintu. Yudi tak menjawab, tapi matanya tertuju pada plastik yang ada di tangan Tama.

"Kapan gue di sini?"

"Kemaren siang. Lo nggak inget apa yang terjadi sama lo?" tanya Tama sambil menarik kursi di samping brankar Yudi kemudian mendudukinya untuk memulai sebuah wawancara ringan.

"Sama seperti yang lo pikirin." Tama mengangguk, dari jawaban Yudi dia menyadari bahwa lelaki ini tak ingin membahasnya.

"Anne belum pulang?" Tama mengangguk sambil menengok ke arah Anne yang tertidur.

"Dia bahkan baru tidur tiga jam yang lalu."

"Dan lo belum tidur sama sekali?" Tama tersenyum tipis, bagaimana dia bisa tidur saat orang yang penting dalam hidupnya seperti ini.

"Makasih," ujar Yudi.

"Nggak masalah, gue balik dulu. Gue tau lo nggak suka kalo gue deket-deket sama Anne. Cepet sembuh Bro, kasian cewek lo." Yudi tak punya jawaban lain selain mengangguk. Ia tahu cinta tak bisa diprediksi dan jelas Tama pun begitu, jika saja Tama bisa mungkin ia akan membuang perasaannya. Namun, ini masalah hati bahkan otak pun tak bisa menginvasinya. Mungkin Yudi terkesan jahat, tapi dia hanya ingin melindungi apa miliknya.

"Oh ya, itu makanan buat Anne, kalo bisa suruh dia makan." Itu adalah pesan Tama sebelum lelaki itu meninggalkan kamar Yudi. Bukan untuk pulang, tapi menunggu di jarak aman untuk memastikan keadaan Anne.

Sementara itu Anne baru terbangun saat ada suster yang masuk untuk memberikan suntikan pada Yudi.

"Kamu nggak bangunin aku?" tanya Anne yang langsung merangsek ke arah Yudi tanpa malu saat suster melihat ke arah dua orang ini.

"Kata Tama kamu baru tidur beberapa jam yang lalu. Maaf ya bikin kamu nggak tidur." Yudi mengelus singkat wajah Anne.

Sang perawat yang tak ingin menjadi obat nyamuk hampir saja kabur, tapi dia ingat ada pesan yang harus disampaikan kepada pasiennya itu.

"Oh ya, polisi akan datang nanti siang untuk meminta keterangan." Wajah Yudi langsung pias dan melihat ke arah Anne dengan tajam.

"Kamu nelpon polisi?"

"Yud, itu aku—"  Yudi memejamkan matanya harusnya ia sadar tak mungkin Anne akan diam saja melihatnya seperti itu. Namun, ini sudah keterlaluan.

"Ehm, saya permisi dulu." Perawat itu melarikan diri dari drama yang mungkin akan terjadi.

"SIAPA YANG NYURUH KAMU LAPOR POLISI?" Ini pertama kalinya Yudi berteriak seperti itu pada Anne, sontak Anne juga tersulut.

"Kamu luka hampir sekarat gimana bisa aku diem aja!"

"Pergi." Satu kata yang mampu membuat hati Anne hancur berantakan.

"Yudi, aku ngelakuin itu karena aku peduli sama kamu."

"Kalo kamu peduli kamu nggak akan ambil keputusan tanpa aku! Ini masalah aku bukan masalah kamu."

"Aku pacar kamu, masalah kamu masalah aku juga. Aku peduli sama kamu."

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang