Cerita Sampingan : Badai Putih

387 52 1
                                    

"Hari ini... gelap sekali, ya?" Tanggap wanita muda berambut layaknya batu chrysoprase itu memandangi langit mendung dari jendela kamar sewanya.

Tak lama kemudian, suara ceret logam yang bersiul akibat air panas yang telah te-rebus pun berbunyi memanggilnya. Perempuan tinggi itu pun segera me mengangkat benda berbentuk persegi panjang dari logam itu ke meja.

Setelahnya, ia mulai mengeluarkan sesuatu dari lemari dapurnya. Sebuah kotak berisikan serbuk daun teh hitam yang pahit, tanpa pemanis. Ia pun menaruh beberapa serpihan bubuk itu diatas penyaring yang telah ia letakkan diatas teko porselin putihnya dan sigap menungakan air panas dari ceret diatasnya. Mengamati bagaimana air bening beruap yang seketika dalam sekejap berubah menjadi warna cokelat gelap.

Ia pun mengambil sepasang potongan roti tawar yang telah dipanggangnya, dan dioleskan margarin diatasnya, setelah kedua hal tersebut siap dia lakukan, Rika segera mengambil sebuah nampal kecil untuk membawa sarapannya ke meja makan kecil yang berada di dekat jendela kamarnya. Hari ini, pada kalender kertas yang terletak diatas dinding. Tertulis tanggal 5 Mei 845. Tepatnya pada pukul 6 pagi.

Dengan perlahan ia mulai mengunyah sarapannya dalam kesunyian, seraya memandang burung-burung yang beterbangan mencari tempat perlindungan sebelum badai datang. "Hangat..." Gumamnya seraya menyeruput teh hitamnya. Entah mengapa sekarang ini semuanya terasa kosong. Bunyi jam dinding yang biasanya tak pernah dihiraukan serasa suaranya sangat besar. Suara tiap tetesan air hujan, bahkan guntur pun bisa didengarnya dengan jelas.

Hangat...? Ah... sudah lama aku tak mengucapkan itu lagi. Kapan terakhir kalinya aku mengatakan itu, ya?

Perempuan itu termenung memandang bayangan yang menatapnya balik, terpancar diatas cairan yang terus bergoyah dan bergoyah. Ia mulai merasakan perasaan itu, perasaan yang sangat familiar. Ia mulai mengingatnya lagi, ingatan masa kecil yang tak pernah terlupakan.

_______________

.

.

.

.


Aku bukan siapa-siapa....

Itulah yang aku selalu katakan kepada diriku sejak semasa kecil. Bahwa, aku hanyalah seorang anak yang tidak diinginkan oleh orang tuanya.

Aku tidak pernah tahu siapa keluargaku, dari mana asal ku. Aku tidak tahu apa-apa... atau aku sengaja melupakannya?

Tapi, bagaimana aku bisa melakukan hal seperti itu? Mengapa aku ingin melupakan keluargaku sendiri? Tidak mungkin, mana ada anak yang seumuran denganku yang pernah ingin terpisah dari orang tuanya, ya kan?

Benar, mereka meninggalku. Mereka tak ingin menerima fakta bahwa mereka telah melahirkan seorang anak yang aneh dari yang lainnya. Ya, aku sangatlah tak berharga di dunia ini. Bahkan keluargaku sendiri meninggalkanku di jalanan, dan saking traumanya aku mulai melupakan mereka. Seperti tiba-tiba, disuatu hari aku tidak mengingatnya lagi... tentang siapa diriku sebenarnya.

Pada pagi itu, terik mentari menusuk kedua mataku hingga keduanya terasa sakit. Kulit pucat, lengan kurus, penuh luka dan juga, rambut hijau-kebiruan yang panjang dan kusut. Sungguh combo yang menyedihkan. Tapi, terlepas dari semua itu, entah mengapa. Aku terus memaksakan diriku untuk terus berjalan, berjalan... dan berjalan. Tanpa arah, hanya mengikuti arus takdir yang menuntunku.

Namun memang di dunia yang kejam ini, bertahan hidup merupakan hal yang sulit dilakukan oleh siapapun. Aku harus melakukan apa pun untuk hidup, walaupun itu adalah hal yang ku benci. Seperti mencuri, menipu, berbohong, dan yang lainnya. Itu sungguh menyakitkan.

MY LAST WAR [SHINGEKI NO KYOJIN X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang