Delima Merah

128 13 0
                                    

Setelah makam malam yang panjang. Reiner pun akhirnya mendapat waktu untuk istirahat. Dia pun pergi ke kamarnya, mengganti baju, dan langsung terjun ke ranjang tidurnya. Melipat dua tangannya di bawah kepala, menatap pada langit-langit kamarnya yang gelap. Dirinya termenung selang beberapa menit. Lentera yang digunakan sebagai satu-satunya penerangan pun, akhirnya dimatikan. Reiner menutup matanya dan segera terlelap.

Samar-samar Reiner mendengar suara seorang pria di dekatnya. Mungkin keluarganya ada yang bangun...?

Bukan. Bukan itu bukan suara anggota keluarganya. Tidak ada yang bersuara seperti itu di keluarganya. Dimana ya dia pernah mendengar suara itu? Ya, di pulau itu. Dia sedang bermimpi sekarang. Memimpikan masa lalu.

"Desa ku berada di pegunungan sebelah tenggara Dinding Maria." Api berkobar di tengah perkumpulan kecil para pengungsi dari Dinding Maria. Memanaskan priuk berisi air yang diletakkan di atasnya. Pria malang itu mulai bercerita pada Reiner, Bertolt, dan Annie tentang bagaimana dia bisa melarikan diri dari maut yang sempat menyapanya.

"Tidak seperti kota yang berada di dekat sungai, butuh waktu yang lama bagi kami untuk mendengar kalau Dinding Maria dijebol."

"Hal itu terjadi di saat subuh. Hewan ternakku sangat ribut dan aku mendengar suara dentuman yang asing. Saat aku sadar bahwa itu merupakan langkah kaki dan membuka jendela..."

"... Aku tidak mengingat apa pun setelah itu. Entah bagaimana aku bisa kabur dengan naik kuda. Meninggalkan ketiga anak ku. Mereka seumuran dengan kalian..."

Keesokan harinya pria malang itu ditemukan menggantung dirinya dari atas pohon.

Entah mengapa Reiner memimpikan ini lagi setelah sekian lama. Tetapi dia juga penasaran. Untuk apa pria itu menceritakannya pada mereka, tiga bocah kecil, sebelum esoknya mengalungkan tali di lehernya? Mengapa...?

Dulu ketika Bertolt menanyakan Reiner pertanyaan itu. Dirinya menjawab kalau itu sesuatu yang tidak akan pernah mereka tahu. Sementara Annie berpikir kalau pria itu hanya ingin seseorang untuk memaafkannya karena tidak bisa menyelamatkan keluarganya. Akan tetapi, perkataan Bertolt selanjutnya selalu melekat pada Reiner.

"Mungkin pria itu ingin seseorang untuk menghakiminya."

Dihakimi atas dosanya karena dia hanya menyelamatkan dirinya sendiri sedangkan keluarganya dia tinggalkan untuk mati. Sebab kemauan tidak mau mati dan ego, pria itu sampai-sampai dirinya tega tidak membangunkan anggota keluarganya dan kabur sendiri ke tempat yang aman. Dia mau seseorang untuk menghakiminya, menghukumnya, bilang kalau dia salah besar. Tapi, tiada yang melakukannya dan akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Mimpi itu pun berakhir. Untuk beberapa saat semuanya gelap sebelum Reiner membuka matanya dan langsung disapa oleh sinar yang mencuat melalui jendela kamarnya. Reiner pun menghalangnya dengan lengannya.

Pelan-pelan Reiner membawa badannya ke posisi duduk ke pinggiran ranjang. Pria bertubuh bongsor itu mengusap-ngusap wajahnya dalam upaya untuk menghilangkan rasa kelelahan sehabis terbangun dari tidur yang lelap.

Reiner menundukkan kepalanya, menampung wajah pada kedua telapak tangannya yang kasar. Kasar akibat seluruh latihan militer yang dipaksakan padanya semenjak dia baru bisa menghitung angka. Menyebabkan banyaknya bekas luka permanen dan kapalan yang keras pada area permukaan kulitnya.

Reiner sewaktu kecil hanya ingin membuat ibunya bahagia. Dia berpikir apabila dia menjadi "Pejuang" ayahnya akan kembali dan mereka bertiga dapat hidup bahagia bersama. Tapi, realitanya tidak seperti itu. Ayahnya Reiner merupakan seorang dari bangsa Marley dan ibunya adalah seorang dari bangsa Eldia. Mereka melakukan hubungan bersetubuh dan menciptakan Reiner. Anak setengah darah Eldia, setengah darah Marley. Sesuatu yang sangat terlarang dan taboo di tempat ia tumbuh.

MY LAST WAR [SHINGEKI NO KYOJIN X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang