Masihlah Picik (2)

125 13 0
                                    

Malam itu Nile diajak mengadakan rapat bersama para kolega kerjanya di restoran dimana para orang Marley dipekerjakan. Sebenarnya Nile malas hadir di pertemuan-pertemuan begini, karena bukannya rapat yang ada mah koleganya menggosip dan menggunjing orang-orang yang terlibat.

Jujur, kalau bukan karena ucapan Rika waktu itu, Nile mungkin sudah meninggalkan karirnya sebagai komandan Polisi Militer. Dia tidak perlu meladeni kolega-koleganya yang sombong dan angkuh itu.

Waktu itu adalah hari pemakaman Erwin. Saat itu proses penguburannya sudah selesai sehingga kebanyakan orang telah bubar dari area pemamakaman, tapi Nile memilih untuk bertahan sebentar.

Nile benar-benar menyayangkannya. Padahal baru saja keduanya melakukan rekonsiliasi pada hubungan mereka setelah sekian lama berseteru...

Saat berbalik badan, tak sengaja mata Nile menangkap sesosok perempuan dengan rambut hijau-kebiruan duduk di bangku, di bawah pohon besar yang menyulubunginya dari sinar matahari. Badannya menunduk ke depan dengan lesuh seperti orang yang kehilangan jiwa. Pandangan matanya nampak hampa melihat ke arah makam Erwin yang dihiasi oleh bermacam buket bunga warna duka.

Pada saat itu juga Nile mulai mendengar desas-desus dari prajurit Polisi Militer di kanan-kirinya soal perempuan itu.

Informan Rahasia Erwin Smith, Rika. Seorang mantan penjahat yang dulu terkenal dengan julukan Si Permata Maut.

Tetapi, lama kelamaan pembahasan mereka tentang latar belakang Rika, berganti ke membahas soal fisiknya. Bagaimana perempuan itu memiliki wajah yang menawan dan tubuh yang molek. Asalkan saja rambutnya tak berwarna seperti itu, mereka mungkin sudah mencoba untuk merayunya. Rambut warna aneh itu yang membuat perempuan itu jadi kehilangan nilai di mata pria seperti mereka.

Nile yakin Rika bisa mendengar suara berisik mereka meski dari kejauhan. Namun, dia tidak bereaksi, seakan sedang berada di dunia lain. Matanya masih tampak kosong seperti sebelumnya, tak luput dari menatap kuburan Erwin. Bahkan ketika tetesan air mata mengalir tipis di pipinya pun tidak menggubrisnya untuk bergerak.

"Aku lebih khawatir dengan bagaimana dia bakal menanggapi kematianku." Nile mengingat perkataan Erwin sewaktu dia mau diantarkan Nile ke hadapan raja palsu sebulan lalu untuk disidang. Nile berupaya menasehati Erwin supaya dia tidak bersikap bodoh di depan para petinggi negeri yang akan mengadilinya, supaya dia bisa medapat hukuman yang lebih ringan dibandingkan hukuman mati. Dan dia malah mengatakan itu.

Sekarang Nile tahu siapa orang yang Erwin cemaskan kalau dirinya telah tiada itu dan ia bersimpati kepadanya.

Nile memutuskan untuk terang-terangan lewat di depan pria-pria itu dan dalam sekejap mereka menutup mereka. Selanjutnya Nile berjalan menuju Rika dan duduk di sampingnya, lalu mereka mengobrol.

Jujur, Nile tak tahu bagaimana cara untuk membuat percakapan ini lancar. Kehabisan topik buat basa-basi, Nile malah berakhir menceritakan masa-masanya saat masih seorang kadet bersama Erwin. Dulu ketika Erwin sedang memberitahu Nile mimpinya tentang dunia di luar dinding, Nile sering meremehkannya.

Ada manusia di luar dinding? Rasanya mustahil bagi Nile. Itu di luar nalar.

Tapi, Nile dibuktikan salah oleh mantan sahabatnya itu. Mimpi Erwin menjadi kenyataan. Kebenaran dinding terungkap. Nile sangat menyesal telah berbuat gitu dahulu padanya. Dia sangat berharap bisa meminta maaf pada Erwin setelah misi perebutan kembali Dinding Maria. Namun, sudah terlambat untuk itu sekarang.

Nile saling menautkan jari tangannya di paha dan mengerucutkan bibirnya, "Aku merasa... kalau aku sebaiknya berhenti dari Polisi Militer. Selama ini aku hanya terus membuat kesalahan dalam pilihanku." katanya ke Rika. 

MY LAST WAR [SHINGEKI NO KYOJIN X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang