Matahari mulai terbit memanggil subuh. Cahayanya menyesapi awan-awan gelap menerangi muka bumi dengan berbagai macam permukaannya. Ayam jantan pun berkokok menyambut sang dewa penerang dan pemberi kehangatan.
Levi terbangun lebih dahulu dengan muka cemberut. Ada sesuatu di benaknya. Levi keluar dari kamar sehabis memasang seragam militernya. Lalu, berjalan menuruni tangga hendak menuju aula makan di lantai dasar.
"Oh, Levi!" Lelaki itu menghentikan langkahnya dan menengok ke sumber suara. Hange berlari kencang ke arahnya dan meloncat. Si rambut coklat merangkul sebelah lengannya di leher laki-laki tersebut.
"Met' pagi, Levi! Sudah semangat menjalani hari ini?" Hange menyapa dengan riang kepada pria gremlin. "Tch! Bisa jangan keras-keras. Masih pagi, Hange?" Levi menanggapi dengan nada dingin. Hange hanya tertawa mendengarnya.
Hange pun melepaskan sandangannya dan keduanya lanjut jalan melalui koridor markas. Levi terhening sesaat. Setelah memperhatikan muka perempuan yang sudah menjadi bagian tetap dalam masa hidupannya itu. Sekarang sepertinya dia sudah mulai berternak mata panda alias kantong di bawah mata disebabkan oleh pekerjaan yang berlebihan.
"Kau habis lembur lagi?" tanya Levi dengan khawatir. "Hehe. Seperti itu lah... Minuman kopi itu benar-benar menyelamatkan hidupku akhir-akhir ini." Hange menjawab sambil melakukan stretches pada lengannya. Lalu, Hange mengurut pundaknya yang terasa pegal sekaligus membunyikan lehernya yang keram karena saat bekerja di kantor harus selalu berada pada posisi tegap.
"Tadi sebenarnya tugasku udah selesai semua, dan aku mau tidur sebenarnya. Eeeeh! Tiba-tiba matahari udah muncul aja." Hange menjelaskan.
"-Jadi, ku putuskan untuk sarapan aja sekalian di aula. Mumpung aku bisa. Sudah lama aku gak makan bareng rekan-rekan ku!"
Levi melihat senyum konyol itu lagi dari Hange. Sudah kesekian kalinya dia terus-terusan melihat itu tak pernah luntur dari bibirnya. Kadang Levi penasaran bagaimana si brunette menjaga segala positivitas itu. Dimana dia menyimpannya. "Setelah sarapan nanti. Istirahatlah yang benar." Levi berkata sembari mengalihkan sorotnya ke jalan di hadapannya.
"... Wah, Levi. Tumben kamu perhatian!?" ucap Hange lumayan terkejut dengan sikap si pria yang biasanya judes. "Aku jadi senang, deh! Kamu tuh manis kali lah!" Hange langsung menyiku pinggang Levi tak karuan dengan gembira. Sementara tangan sebelahnya lagi berada di muka, menangkup pipi punyanya sendiri.
Kedua lanjut berjalan menuju aula makan. Kini Hange lah yang memperhatikan Levi, yang kelihatan sedang terlarut dalam sebuah pikiran yang mendalam. Hange penasaran apa itu yang dipikirkan seorang Levi sampai tak fokus dengan realita. "Kamu lagi mikirin apa? Kok termenung?" Levi sontak menoleh ke sampingnya.
"Kamu ada masalah?" Si Mata Tiga berkata sambil mendekatkan wajahnya untuk menginspeksinya lebih dekat. "Gak ada." jawab Levi singkat. Hange berdeham dengan nada menggoda. "Bilang aja kalau ada masalah. Hange yang agung ini akan selalu ada sebagai teman bercerita untuk sahabat terdekatnya!" Ujar si pemakai penutup mata dengan percaya diri dan tersungging bangga.
"Oh, iya. Ngomong-ngomong dimana dia yang sekarang sering bareng kamu itu? Si Varis ke mana?" Hange tiba-tiba bertanya. "Paling masih bersiap-siap sama teman-temannya kali. Mungkin nanti ketemu di aula." balas si pria berambut undercut, cuman mengira-ngira sih. Namun, kemungkinan besar Levi benar. Dan entah kenapa Levi bersuara lebih senang ketika nama Varis di sebut.
"Hmm~" Hange tersenyum sangat lebar. Mukanya berekspresi usil. "Levi. Kamu jadi semangat kali ketika aku membahas Varis."
"Memangnya kenapa?" tukas si lelaki, melirik ke arah si mata empat. "Bukan kenapa-napa." Hange membalas lirikannya. "Syukurlah kamu bisa akrab dengan squadmu. Aku senang aku memilih orang-orang yang tepat untukmu." Kata-kata itu anehnya mengenai Levi. Sampai-sampai ia tak bisa menanggapinya dengan kata-kata. Melihat reaksi itu secara spontan Hange tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LAST WAR [SHINGEKI NO KYOJIN X OC]
FanfictionSejak pertama kali Pasukan Pengintai beroperasi, mereka telah dibenci oleh masyarakat di dalam dinding akibat banyaknya prajurit yang menjadi korban jiwa serta pengorbanan sia-sia yang sama sekali tidak membuahkan hasil. Tetapi pada tahun 845, Koma...