Rika berdiri di sebuah tempat yang tinggi. Tinggi sekali, layaknya dinding besar yang mengelilingi sisa dari umat manusia. Setelah beberapa saat melihati pemandangan matahari terbenam di wilayah barat. Dia berbalik badan dan tepat di depannya ada seorang gadis kecil. Rambutnya coklat layak bunga lily, ia mengenakan gaun putih sederhana, sedang membaca sebuah buku sambil bersenandung dengan lembut.
"Halo..." Ucap Rika padanya. Gadis itu berhenti bersenandung, tapi tiada sahutan yang diberikan olehnya. Secara otomatis Rika berjalan ke depan dan memegangi pundaknya. Rika pun membaca apa yang ada di dalam lembaran bukunya. Hanya halaman penuh bercoret-coret kata, 'Hidup! Bertarunglah!' di setiap lembarannya.
Gadis kecil itu seketika memutar kepalanya, mengejutkan Rika. Sehingga ia tersentak ke belakang. Gadis kecil itu kemudian berdiri, lalu bergerak ke arah Rika dan berhenti setelah ia menyudutkan Rika ke sisi dinding.
"Maaf... maafkan aku, karena telah mempercayai hal bodoh seperti itu. Aku terlalu naif, sekarang aku tahu apa yang harus dilakukan." Kian ujarnya, matanya tak terlihat bersamaan dengan ekspresi tak jelas. Namun, satu hal yang bisa diketahui oleh Rika, bahwa gadis kecil itu mengeluarkan air mata.
Seterusnya gadis kecil itu mendorong Rika, membuatnya terjatuh dari tempat tinggi itu. Rasanya begitu nyata, jika ini nyata pasti dia akan mati ketika menyentuh tanah.
Tapi ketika hal itu terjadi, Rika tidak merasa apa-apa. Dia tidak merasa sakit dan tidak ada anggota tubuhnya yang patah. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, tempat dia berpijak sudah berubah. Kini dia berada di sebuah gurun pasir yang gelap dan tandus.
Dilihat dari segala penjuru, cuma ditemukan hal yang sama, yakni tumpukan di atas tumpukan pasir. Satu hal saja mengagumkan dari tempat ini, yaitu sesuatu yang berbentuk layaknya pohon di center, tempat yang layak tak memiliki ujung ini. Benda itu berkilau dengan cahaya yang bisa memukau siapa pun, cabang dari dahan pohon tersebut sangatlah banyak, sampai tak terhitung.
Rika memperhatikan sekelilingnya lagi dan mendapati sesuatu, bukan, seorang anak laki-laki mendatanginya. Anak itu terasa sangat familiar, seperti seseorang yang sudah lama Rika kenal. Dia mencoba untuk memanggil anak misterius itu, mencoba menggapainya. Dan ketika itu dia baru sadar bahwa tangannya telah dirantai begitu juga dengan lehernya. Dia akan selamanya terantai pada yang sudah ditentukan baginya.
.....
Rika membuka matanya lebar. Kaget dan terengah-engah. Dia barusan terbangun dari mimpi buruk...? Bisakah itu dibilang mimpi buruk?
Rika memejamkannya beberapa kali untuk menyesuaikan untuk cahaya yang masuk melalui jendela ruangan. Perlahan ia mulai duduk dan memandangi satu-satunya sumber cahaya lewat jendela yang terbuka, dengan rambutnya yang masih acak-acakan melambai-lambai sedikit karena tertiup angin. Tiba-tiba rasa sakit di kepala itu kembali menyerangnya lagi.
'Ugh... Sejak sakit kepala ini muncul, aku jadi sering bermimpi. Aku harus mengurangi jam tidurku, mungkin mimpi ini akan berhenti.'
*Kriiieett....*
Terdengar pintu kamar tidur itu dibuka oleh seseorang. Rika sontak menoleh ke si pelaku. Wajah netral seketika berubah masam melihat dia. Bibi Marion menutup pintu dan masuk ke kamar di dalam ruko bar.
"Selamat pagi, Rika." Wanita tua itu tersenyum lemah lembut menyapa kepadanya. Rika menatapnya kosong. "... Pagi." Sahutnya malas. Matanya mengikuti tubuh Bibi Marion yang perlahan mendekati kursi kecil dekat dengan kasur ia tidur. Kamar itu hanyalah kamar biasa, di dalamnya terdapat dua tempat tidur untuk dua orang, tapi Sudah tak lagi memiliki pemilik. Terdapat sebuah cermin gantung yang sudah retak diujung nya, dan juga lemari pakaian beserta sebuah lemari buku kecil terbuat dari bahan kayu jati. Kamar itu terasa sepi dan sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LAST WAR [SHINGEKI NO KYOJIN X OC]
FanficSejak pertama kali Pasukan Pengintai beroperasi, mereka telah dibenci oleh masyarakat di dalam dinding akibat banyaknya prajurit yang menjadi korban jiwa serta pengorbanan sia-sia yang sama sekali tidak membuahkan hasil. Tetapi pada tahun 845, Koma...