39. Sejolo

479 27 6
                                    


"Oh iya, Bryan mana?" tanya Vero.

"Nungguin elu, tdi bilang ke gue mau ke toilet. Kalo lu dateng disuruh ngasih tau" Jawab Fiian dengan tenang.

Vero mengangguk mengerti. Ia tahu sifat Bryan. Dia pasti tidak akan bisa berlama-lama dengan orang yang tidak ia suka.

Vero mengeluarkan ponselnya. Sebelum itu ia membuka rokok dan mengambilnya. Lalu mengambil korek api dan menyalakan rokoknya.

Jari-jari yang ramping itu menggapit rokok dengan tenang.

"Rokok bro" tawarnya kepada Aldo dan Sean. Namun mereka berkata bahwa mereka berdua tidak merokok.

Vero mengangguk lalu meminta maaf dan juga izin untuk merokok. Dan mereka berdua tidak masalah.

Vero menggapit rokok itu di sela jari rampingnya. Lalu mengarahkan ke mulut. Hingga keluar asap yang mengepul dari hidung dan mulut.

Sebagai pria dewasa yang hampir menginjak usia 29 tahun, tentu saja rokok merupakan teman yang setia.

Ia mengambil ponsel yang ada di meja dan mendial nomor yang sudah tidak asing lagi.

"Bry, dimana lu?" tanya Vero dengan pembawaan yang tenang.

"Seberang gue, males ketemu itu orang berdua"

"Lu kesini atau gua gampar?"

"Yaelah, lu tau gua kan? ga bisa gua duduk sama mereka. Lu juga ngapain sih pake ngundang segala. Sial!" umpatnya.

"Kumpul bareng lah, dah lama juga ga kumpul. Sini lu bego"

"Oke oke otw gue"

Vero menutup panggilan teleponnya dan meletakkannya di meja.

"Gimana kabar lu?" tanya Vero ke Sean.

Sean mengangkat alisnya. "Baik, lu sendiri?"

Vero tertawa getir. "Ya baik juga"

"Btw, gue denger lu di promosi jadi CEO perusahaan bokap lu? Itu bagus, masa depan yang cerah" Kata Vero. Ia masih menyesap rokok yang menyelip di sela jarinya.

"Lumayan, tanpa kerja keras. Gue ga bakal jadi seperti ini" jawab Sean datar.

Vero mengangguk. "Memang, gue inget dulu kita seperti apa. Meskipun otak lu encer, tapi beda ama kita. Gue mah boro-boro dapet nilai bagus. Yang gue kejar cuma bahasa sama matematika doang"

"Apalagi gue, pantat gue merah cuman gegara dapet nilai merah. Di tabokin emak gue gila anjir haha" Fiian tertawa setelah mengingat kenangan SMA dulu.

Manusia yang ada di depan Vero dan Fiian hanya tertawa canggung. Pembawaan yang biasanya kaku membuat mereka sedikit tidak nyaman. Apalagi Vero dan Fiian memang terkenal dengan keroyalannya pada siapapun.

"Ketawa dong, sekali kali kek. Biar ga kaku itu hidup" celetuk Vero. Ia menyesap lagi rokok miliknya.

Lalu ia menopang kedua sikunya di meja. Dahunya di sandarkan pada kepalan tangannya. Ia menatap Aldo dengan serius.

"Eh gue baru inget. Aldo, barang gue dulu masih di elu kan?" Tanya Vero dengan serius.

Aldo mengernyit lalu mengingat barang apa yang dimaksud oleh Vero. Sejenak ia merasa malu karena tidak menyerahkan barang itu kepada orang lain sesuai amanatnya.

"Sorry, gue lupa. Besok gue bawa" Jawab Aldo kikuk.

Vero mengangguk. "Santai aja, udah beberapa tahun lalu juga. Karena barang itu tidak sampai pada orangnya, jadi mau gue ambil lagi. Mau cari jodoh lagi" jawabnya dengan kekehan.

Love You Captain |On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang