Sinb membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia mengerang kecil sambil meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah tertidur di meja perpustakaan. Matanya membola ketika sadar ada seorang laki-laki duduk di samping kanannya tengah menatapnya intens.
"Kak Mingyu udah lama di sini?"
"Hm" dehem Mingyu sebagai jawaban. Tangannya terulur untuk merapihkan rambut Sinb yang sedikit berantakan. "Udah sekitar sepuluh menit aku liatin kamu bobo"
Sinb tersenyum lebar. Matanya kembali terpejam dengan kepala menyender di bahu lebar Mingyu. Usapan laki-laki itu di kepalanya membuat Sinb kembali mengantuk.
"Jangan bobo lagi ih"
"Abis aku ngantuk"
"Bobo di rumah aja ayok. Udah sore"
"Hng"
Sinb mengangguk, mengangkat kepalanya dari bahu Mingyu. Ia mulai merapihkan buku yang ia bawa, memasukannya ke dalam tas totebag berwarna hitam.
"Biar aku bawain aja buku yang gede, gak usah dimasukin tas. Ayok pulang" ajak Mingyu sembari mengulurkan sebelah tangannya ke depan wajah Sinb. Tangan Sinb langsung terangkat untuk meraih tangan Mingyu dengan bibir tersenyum lebar.
Mingyu ikut tersenyum, tangannya menggenggam tangan mungil Sinb. Membawa gadis itu untuk berjalan bersisian dengannya.
"Kak Mingyu katanya hari ini gak ada kelas kok dateng sih?" tanya Sinb sedikit mendongak agar dapat menatap wajah Mingyu dari arah samping karena kedua orang itu masih berjalan ke arah mobil Mingyu.
"Emang gak boleh ya aku ke kampus waktu gak ada kelas?"
"Ya nggak juga, aku malah seneng kakak dateng. Aku jadi bisa liat kakak terus"
Mingyu menghentikan langkahnya dan menunduk, menatap Sinb yang saat ini juga tengah menatapnya.
"Siapa yang ngajarin kamu gombal kayak gini? Jadi makin gemesin tau ngga" ucap Mingyu, tangannya terangkat untuk mengusak ujung kepala Sinb.
"Kakak" jawab Sinb terkekeh, membuat Mingyu tersenyum gemas menatap perempuan di depannya.
Kedua orang itu tertawa bersama-sama sepanjang jalan ke arah parkiran fakultas.
🌻🌻🌻
Sinb menangis dalam diam. Matanya menatap pantulan sinar lampu di permukaan sungai yang ada di depannya dengan pikiran kacau.
"Bi" panggil Mingyu dengan napas terengah. Laki-laki itu berlari kencang ke sungai ini begitu mendengar suara parau Sinb di telepon.
Mingyu langsung duduk di sebelah Sinb, menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya. Tangan kanannya membawa wajah Sinb tenggelam di dadanya dan tangan yang satu mengelus belakang kepala Sinb dengan sayang.
Hal itu membuat tangis yang sejak tadi ditahan Sinb pecah. Punggungnya bergetar, suara raungannya teredam di dada Mingyu. Laki-laki itu tidak mengatakan apapun, hatinya ikut terasa nyeri mendengar suara tangisan perempuan dalam pelukannya. Bibirnya sesekali mengecup singkat ujung kepala Sinb.
Sekitar setengah jam, tangisan Sinb berhenti. Ia mengangkat wajahnya dari dada Mingyu yang sudah basah.
"Makasih ya kak" ucap Sinb dengan bibir tersenyum tipis, mata bengkak, dan pipi memerah.
Mingyu ikut tersenyum, sedikit menundukkan wajahnya agar dapat menatap lekat wajah Sinb.
"Mau cerita?"
Sinb menghela napas panjang, pandangannya beralih menatap sungai di depannya. Terjadi hening untuk sesaat sebelum akhirnya bibir Sinb terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi.
"Aku cuma lagi ngerasa capek kak, capek sama semuanya yang terjadi dalam hidup aku. Aku bertanya-tanya sama diriku sendiri buat apa aku ada di sini? Aku tau kalo apa yang aku lakuin itu gak baik. Aku gak boleh punya pemikiran kayak gitu. Tapi aku sekarang udah gak apa-apa kok. Aku udah lega nangis kayak tadi. Maaf ya, Kak Mingyu jadi panik gara-gara aku. Maaf juga Kak Mingyu jadi susah gara-gara aku yang telpon kakak tadi. Maaf kakak harus liat aku yang kayak gini. Maaf..."
"Shhh, Bi. Jangan minta maaf lagi" ucap Mingyu dengan kedua tangan berada di pundak Sinb, menarik tubuh Sinb untuk menatapnya.
"Ini keinginanku sendiri buat nemenin kamu waktu kayak gini. Kamu sama sekali nggak ngerepotin aku, aku suka kamu inget aku waktu kamu butuh orang buat ada di samping kamu. Itu buat aku ngerasa aku berarti buat kamu. Jangan ngerasa kayak gitu lagi ya. Aku sayang sama kamu"
Sinb kembali menubrukkan wajahnya ke dada Mingyu. Mendengar laki-laki itu berucap seperti tadi membuat hatinya menghangat. Saat ini ia merasa sangat bersyukur memiliki Mingyu yang ada bersamanya. Rasanya ia sedikit lega ketika sadar ada laki-laki ini yang ada di sisinya ketika dunia terasa terlalu kejam. Sekitar sepuluh menit kedua orang itu bertahan dalam keheningan dengan posisi yang sama.
"Kak" panggil Sinb sedikit melonggarkan pelukannya.
"Hm" dehem Mingyu sebagai jawaban, dagunya bertumpu di pucuk kepala Sinb.
"Ternyata kayak gini ya kak rasanya. Mereka udah punya kehidupan masing-masing. Harusnya aku biasa aja, aku yang nyaranin mereka buat pisah. Tapi aku juga yang sekarang ngerasa sedih"
"Dulu aku pikir daripada mereka ribut terus lebih baik kalo pisah aja. Aku bosen setiap saat liat mereka diem-dieman tanpa kejelasan sampai pada akhirnya aku bilang ke mereka buat nentuin apa yang pengen mereka lakuin untuk kedepannya. Dengan pertanyaan itu aku dapet jawaban kalo mereka pengen pisah. Mulai saat itu papa sibuk sama kerjaanya dan mama keluar dari rumah"
"Awalnya aku seneng gak perlu liat mereka ribut lagi, tapi sekarang aku ngerasa kesepian. Aku kangen waktu mama sama papa ada di rumah walaupun saling diem. Aku kangen mereka yang dulu kak"
"Tadi sore mama dateng ke rumah dan ngenalin ke aku calon suaminya. Kakak tau apa yang aku rasain? Hatiku sakit kak, padahal aku yang dulu ngusulin mereka pisah. Tapi nyesek banget ngehadepin ini sekarang. Aku lemah ya kak"
Mingyu menjauhkan wajahnya agar dapat menatap wajah Sinb. Tangannya bergerak untuk merapihkan rambut Sinb yang sedikit berantakan. Kedua manik mata itu saling bertatapan, hanyut dengan keindahan mata perempuan di hadapannya.
"Semua orang punya sisi lemah dan gelap mereka masing-masing, itu wajar. Kamu udah tau sisi gelapku yang dulu suka minum dan main ke club, tapi kamu masih bertahan sama aku dan nyemangatin aku buat lepas dari kebiasaan buruk ku itu. Selama satu tahun ini kita pacaran, baru sekarang kamu nunjukin sisi lemah kamu ke aku"
Mingyu mengelus sebelah pipi Sinb dengan lembut. "Kamu hebat loh udah ngelaluin semuanya, aku bangga banget sama kamu sayang"
Sudut bibir Sinb terangkat membentuk sebuah senyuman.
"Makasih ya kak"
Mingyu ikut tersenyum menatap wajah Sinb yang terlihat lucu setelah menangis.
Sinb memejamkan matanya ketika wajah Mingyu mendekat ke arahnya. Ia membuka mata setelah merasakan kecupan lama di keningnya.
"Makasih karena ada di hidup aku, Bi. Jangan ngerasa sendirian. Kalo kamu butuh bahu buat bersandar, inget ada aku. Bilang ke aku kalo kamu lagi butuh temen cerita. Aku sayang banget sama kamu, dan kamu harus tau itu"
Bibir Sinb tersenyum tipis, membuat Mingyu juga ikut tersenyum menatap gadis di depannya.
"Kakak juga harus tau, kalo aku sayanggggg banget sama kakak"
Sinb menghamburkan tubuhnya ke tubuh besar Mingyu. Memeluk erat laki-laki yang saat ini terkekeh pelan sambil mengusak sayang kepalanya.
🌻🌻🌻
Halo aku balik lagi, hehehehe
Apa kabar semuanya? Adakah yang kangen dengan tulisanku??
Hihi
Gimana nge feel nggak??
Aku tuh lagi males banget buat ngapa-ngapain. Rasanya tuh capek padahal nggak terlalu banyak kegiatan. Udah mulai masuk kuliah juga jadi ya ada kegiatan gitu + kemaren sibuk daftar organisasi
Semoga aja semangat halu ku segera balik biar bisa lebih sering update ceritanya.
🌻🌻🌻