|Part 54| Dua Arah

3.6K 713 58
                                    

Tanpa cinta kecerdasan itu berbahaya
Dan tanpa kecerdasan, cinta saja tak cukup.

Pintu utama sudah terbuka sempurna. Dua orang remaja baru saja tiba melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah megah. Sesekali mereka becanda dan membicarakan hal tak penting begitu saja. Padahal ini bukan rumah mereka, tapi tetap saja jika sudah mengobrol lupa segalanya.

Langkah kedua remaja itu terhenti, kala mereka menemukan seorang wanita paruh baya yang sedang menggendong anaknya sembari melihat televisi. Ayunda yang memang sudah menyimpan kerinduan cukup lama segera memeluk bunda bersama adik kecilnya. Meninggalkan Firlangga yang hanya bisa tersenyum di tempatnya.

"Wah, kakak datang ke sini. Bunda kira sudah lupa," ucap Lembayung sembari mengelus puncak kepala Ayunda yang kemudian menatapnya.

"Mana bisa lupa? Firlangga sibuk kerja, jadi aku gak ada waktu buat ke sini," balas Ayunda sembari memainkan pipi adiknya.

Lembayung kemudian menatap Firlangga yang saat ini ada di hadapannya. Tangan Lembayung pun memeluk Firlangga erat. Ia berterima kasih kepada pria ini yang telah memberikan anaknya rasa bahagia. Ia senang karena Ayunda bahagia dan tak lagi tersiksa batinnya.

"Kamu apa kabar, nak?" tanya Lembayung pada Firlangga yang kemudian tersenyum.

"Alhamdulillah, baik, Bun. Papa mana? Ke kantor, kah?" Firlangga seolah mencari-cari keberadaan papa mertuanya.

"Iya, papa ke kantor. Kalian sudah makan? Kalau belum yuk kita ke meja makan. Bunda masak ayam opor, tuh," balas Lembayung membuat Ayunda menggeleng.

"Bunda gak masak udang pedas asam?"

"Kamu mau?"

"Mau banget. Ayunda kangen masakan bunda," balas Ayunda penuh harap.

"Kamu jaga Adek, Bunda masak? Gimana?" tanya Lembayung membuat Ayunda dengan senang hati menggendong adiknya.

"Bunda masak dulu, ya. Kalian ganti baju dulu sana," ujar Lembayung sembari berlalu.

Mereka berdua pun mengangguk. Keduanya membawa adik kecil itu menuju kamar Ayunda untuk beristirahat sejenak sembari menunggu bundanya selesai masak. Ayunda tak henti-hentinya berbicara pada adiknya kecilnya, membuat Firlangga yang duduk di sampingnya hanya bisa tersenyum saja. Sesekali tangan Firlangga menyentuh pipi lembut milik Namira. Yap! Namira adalah adik kandung dari Ayunda. Wajahnya yang cantik, pipi yang tembem, dan paras yang sempurna siapa yang tak jatuh hati ketika melihatnya? Firlangga saja ingin mempunyai anak seperti Namira.

"Sayangnya kakak. Cantik banget, sih. Masyallah, deh," puji Ayunda sembari mencium pipi Namira gemas.

"Kakaknya aja cantik, apa lagi adiknya," balas Firlangga membuat Ayunda menoleh cepat dan hanya bisa tersenyum saja.

Tatapan Firlangga terus terarah pada Ayunda yang dengan telaten bermain dan merawat Namira yang sedang meminum susu di botol. Itu adalah kebahagiaan sendiri baginya. Ayunda sudah pantas untuk menjadi ibu muda. Melihat Ayunda yang seperti ini membuat ia gemas. Firlangga memeluk tubuh Ayunda dari samping membuat Ayunda nampak terkejut akan perlakuan Firlangga yang secara tiba-tiba. Firlangga tampak mencari kenyamanan di leher Ayunda dan mencium pipi Ayunda yang sedang ia peluk saat ini.

"Ayo kita buat seperti Namira," ujar Firlangga tiba-tiba membuat Ayunda menoleh terkejut.

"Apaan, sih! Gak jelas, deh. Udah Namira aja anak kita," balas Ayunda membuat Firlangga menatapnya.

Pilau Cinta Ayunda (Completed✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang