|Part 23| Hanya Perlu Diingat

5.5K 949 413
                                    

Ketika semua hal yang aku temui terlihat menyakitkan dalam hati, hanya satu yang harus aku ingat
"Tetap melanjutkan walau rasa sakit menerjang."

Ayunda menghentikan langkahnya sejenak. Ia menoleh ke arah atas sembari menahan air matanya yang akan keluar. Langit seolah tahu rasa sakit dan apa yang ia rasa. Bahkan saat ia ingin menangis, langit dan awan menjadi satu kesatuan mendung yang tak bisa dihindarkan. Sebelum turunnya rintik hujan, Ayunda terlebih dahulu lari dan berhenti tepat di depan halte bis untuk menunggu taksi.

Langit kota Jakarta memang tak bisa diprediksi, ada kalanya hujan secara mendadak, dan terik matahari yang membuat kita panas. Sama seperti apa yang dirasakan oleh Ayunda saat ini. Beberapa kali ia berusaha untuk tegar dan menghadapi, namun Firlangga seolah tak mau diam dan terus saja menyakiti. Terkadang ia bertanya dalam diri, apa masih ada cinta dan rasa untuknya selama ini? Karena dilihat dari pria itu melakukan dirinya, sudah tentu tidak dan tak akan pernah ada cinta kembali.

"Taksi," ucap Ayunda sembari menghentikan sebuah taksi yang lewat.

Taksi itu terhenti dan dengan sigap ia masuk dan menyebutkan alamat rumahnya. Saat itu juga ia termenung sendiri dan memikirkan apa saja yang baru saja terjadi. Ini tak adil baginya. Ia yang memiliki Firlangga secara sah, justru terkesan kalah oleh pacar dan kekasih suaminya. Ia juga punya hak untuk menghentikan hubungan mereka, namun kembali lagi ia bukan siapa-siapa yang tak berhak melarang mereka untuk bersama. Jika pernikahan ini atas dasar cinta, mungkin ia masih bisa mencegah dan meminta Firlangga untuk kembali padanya. Namun harapan hanya akan menjadi sebuah permintaan tanpa kepastian. Pernikahan dirinya hanya di atas kertas. Mungkin sah secara agama dan negara, namun tak bisa memiliki satu sama yang lainnya.

"Mbak, saya hanya bisa sampai depan komplek aja, karena taksi gak bisa masuk," tutur sopir taksi itu membuat Ayunda tersadar dari lamunannya.

Ayunda kemudian menatap sekitar yang terlihat deras diguyur hujan. Ayunda kemudian menatap sopir yang tak ia ketahui namanya.

"Beneran gak bisa, pak? Ini hujan deras, pak. Saya bisa sakit kalau kehujanan."

"Maaf, neng. Ini sudah peraturan jadi tidak boleh saya langgar. Saya juga gak mungkin di sini aja, karena target saya masih banyak," balas sopir taksi itu membuat Ayunda memberikan uang sesuai dengan yang ada di monitor dan membuka pintu dan berlari menembus hujan yang deras.

Baru saja ia berlari beberapa langkah, deras hujan yang ada seolah tak bisa membuat ia baik-baik saja. Baju dan tasnya basah karena hujan kali ini cukup deras dan angin begitu banyak. Jalan menuju kompleks perumahan pun sudah sangat sepi dan pintu rumah yang ia lewati tertutup rapat tanpa bisa ia teduhi. Ayunda terus berlari dan berlari. Anggap saja ini sebagai gambaran bahwa angin dan awan tahu apa yang ia rasakan. Fisiknya tak bisa menangis, namun raganya merasakan sakit hati. Ayunda bahkan menangis dan guyuran hujan mengguyur deras air mata yang ia keluarkan. Ayunda kemudian terhenti, ketika sebuah pagar mewah ada di depannya saat ini. Ayunda pun meminta bantuan satpam untuk membuka gerbang rumah Firlangga.

"Pak, tolong buka," pintu Ayunda dengan tubuh yang menggigil.

"Walah, non Ayunda. Bentar bapak tak ambil payung," balas satpam itu mengambil payung dan berjalan cepat menuju dirinya yang sedang menggosokkan kedua tangannya di baju yang sudah basah kuyup.

"Makasih, ya, pak."

"Mau pinjam payung non? Bisa kena marah bapak kalau tahu seperti ini."

Pilau Cinta Ayunda (Completed✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang