Kelak akan ada masanya, dimana kau yang mendukung dan aku tak akan pernah datang.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Cuaca saat ini terang benderang, bintang dan bulan seolah bersahutan menerangi malam yang damai. Tak ada satu pun kata yang bisa tergambarkan, bagaimana rasanya menunggu tanpa jawaban. Satu hal yang sulit dilakukan adalah menunggu tanpa kepastian. Ya, memang benar bukan? Bahwa menunggu sulit untuk dilakukan. Terlebih lagi jika orang yang kita tunggu tak pernah tahu dan mencoba mengerti apa yang kita rasakan saat ini.
Sama seperti Firlangga. Pria itu tak sadar, bahwa sudah puluhan kali Ayunda mencoba menghubungi, tapi tak ada satu pun balasan yang ia dapatkan. Pria ini justru sibuk mengajak jalan-jalan sahabat lamanya yang baru saja datang. Tentu saja Ayunda tak tahu perihal kedatangan Karina ke sini. Karena memang ia rasa tak ada gunanya memberi tahu bukan? Karena pada saatnya wanita itu juga tahu siapa Karina.
"Ini rumah lo?" tanya Karina ketika mobil mewah itu berhenti tepat di depan pintu utama rumah Firlangga.
Firlangga yang sedang mematikan mesin mobil pun hanya bisa mengangguk, kemudian membuka pintu diikuti oleh Karina yang juga sudah berdiri di hadapannya.
"Ayo masuk," ajak Firlangga kemudian membuka pintu untuk Karina yang dengan antusias langsung masuk ke dalam rumah Firlangga.
Matanya membulat sempurna. Bagaimana bisa sahabatnya menjadi kaya raya? Ia tak menyangka bahwa Firlangga akan memiliki kekayaan seperti ini. Ia menaruh kopernya, mengamati perpaduan yang sempurna di dalam rumah Firlangga. Tangga yang ada di hadapannya, menandakan ada dua jalur di rumahnya. Dekorasi dan tata barang membuat ia terpesona. Ketika ia memasuki ruangan jauh lebih dalam, ia melihat ada ruangan televisi yang amat besar, kemudian matanya seolah tak bisa di alihkan, tepat ketika ia tak sengaja melihat bingkai foto yang ada di ruangan itu. Bingkai foto di mana mereka berdua seakan menikah dengan Firlangga yang memakai sebuah Jaz hitam dan mata mereka yang saling pandang. Sontak ia menolehkan kepalanya ke arah Firlangga yang ternyata sedang menggendong seorang wanita muda yang masih seumuran dengan dirinya. Wanita yang ia kenali sebagai pacar Firlangga.
"Gue ke atas dulu, ya. Kasian dia," ujar Firlangga meninggalkan dirinya dengan penuh tanda tanya.
Kenapa Ayunda ada di sini? Bahkan Firlangga secara terang-terangan menggendong Ayunda tanpa beban. Tangan yang ia gunakan untuk memegang koper pun terlepas. Langkah kakinya terarah pada bingkai foto besar yang terpampang jelas.
"Happy wedding, Ayunda dan Firlangga," ucap Karina sembari membaca tulisan yang ada di bingkai foto itu.
Tubuhnya melemas, ketika ia membaca tulisan yang tak mau ia lihat. Jadi? Selama ini Firlangga telah menikah? Tidak. Ini tidak mungkin terjadi. Ia berusaha untuk berpikir positif, bahwa Firlangga masih miliknya. Dua tahun tak bertemu, bukan berarti Firlangga tak lagi mencintainya bukan? Ia berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun ketika ia melihat bukti-bukti pernikahan sahabatnya, ia tak sanggup menopang tubuhnya. Ia bahkan berpegangan pada meja berusaha untuk tegar dan baik-baik saja sekarang.
"Gak mungkin. Ini gak mungkin," lirih Karina berusaha keras menepis kenyataan yang ada.
Suara derap langkah yang beradu dengan keramik tangga, membuat tatapan Karina menoleh tepat di sampingnya. Kali ini ia merasakan sakit. Menyadari bahwa apa yang ia lihat bener-bener nyata. Tepat ketika ia menolehkan kepalanya, Ayunda dan Firlangga sedang tersenyum pada dirinya. Senyuman yang entah sejak kapan tak ia sukai. Mulai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilau Cinta Ayunda (Completed✓)
Fanfiction"Pernikahan gue ini cuman di atas kertas. Secuil rasa dan cinta gak ada untuk dia. Bagi Gue, pernikahan ini hanya ladang bisnis kedua orang tua kita." ~Firlangga Aditiya~ Bagi Firlangga, pernikahan muda yang terjadi pada dir...