|Part 41| Pura-pura Bahagia

5.4K 907 180
                                    

Mencintaimu adalah awal dari kehancuran masa depanku.

"Kamu ada apa? Coba cerita sama aku," tanya Firlangga di sela-sela aktivitasnya mengecek laptopnya.

Saat ini mereka berdua tengah berada di ruang televisi rumah mereka. Rumah di mana mereka bisa beristirahat dan berkeluh kesah. Keduanya sibuk akan aktivitas masing-masing. Ayunda yang sibuk akan ponselnya, sementara Firlangga sibuk akan pekerjaan yang ia rintis sejak lama. Selanjutnya tak ada yang bersuara. Hanya kesunyian yang menyapa mereka melalui keadaan tak terduga.

Diamnya Ayunda membuat Firlangga menatapnya. Ia mengalihkan pandangannya pada Ayunda yang hanya diam dan memainkan ponselnya. Sejak kepulangan ia dan Ayunda kerumah, wanita ini lebih banyak diam dan tak seperti biasa. Sebenarnya ada apa? Ia yakin ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Ayunda terhadap dirinya. Yang jelas sampai sekarang ia tak tahu itu apa.

"Ada yang mau di sampaikan?" tanya Firlangga membuat Ayunda menoleh sekilas ke arahnya.

"Gak ada." Ayunda kemudian berdiri, menatap Firlangga yang sibuk akan pekerjaannya. "Aku ke kamar dulu."

Tatapan sulit diartikan seolah tak bisa menahan kepergian. Tangan ingin menghentikan, suara ingin menyampaikan, namun raga tak bisa dipaksakan. Walau bagaimana pun ia tak bisa memaksa Ayunda untuk menjelaskan apa yang terjadi sekarang. Semuanya punya privasi, termasuk dirinya dan Ayunda yang sudah membuat perjanjian dalam pernikahan ini. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, namun tak bisa untuk sekarang. Kondisi hati Ayunda mungkin tengah lelah dengan kesibukan. Di tambah lagi esok mereka harus pergi ke sekolah.

Meninggalkan Firlangga yang sibuk akan ponselnya, Ayunda justru merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Tatapan matanya terarah tepat di plafon kamarnya. Dalam hati hanya ada kebingungan yang sampai sekarang belum bisa terpecah. Ia terus bertanya tentang apa yang ia mau sebenarnya. Tangisan? Tak lagi bisa ia keluarkan. Menangis dalam batin itu lah yang ia rasakan sekarang.

"Apa pun keputusan kamu, minta pendapat dan izin dari Firlangga. Surga kamu ada di dia. Perceraian bukan kunci dari pemecahan masalah, justru sumber masalah yang sebenarnya."

Kata-kata itu terus terlintas dalam benaknya. Kata-kata di mana ia harus meminta izin pada Firlangga, yang jelas tak mau mengizinkan dirinya pergi. Walau sudah menikah, bukan berati ia sanggup kehilangan masa depannya. Masa depan yang ia rancang sejak lama tak boleh sirna karena larangan semata. Tarikan napas panjang terus ia keluarkan. Tubuh itu bangun dan menatap jendela yang terpampang. Bahkan sampai sekarang ia bingung harus melakukan apa untuk dirinya sendiri. Melihat perubahan Firlangga, ia rasa tak akan ada lagi luka untuknya. Namun apa Firlangga mengizinkan dirinya untuk kuliah? Entah sampai sekarang ia tak bisa mencerna apa yang ia rasa di dalam hatinya.

"Gue harus ngomong sekarang," tutur Ayunda berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya. "Ais, gak jadi. Gue takut kalau jawaban Firlangga gak sesuai dengan yang gue mau."

Ayunda kembali terduduk di pinggiran ranjangnya. Ia bertumpu dagu dan memikirkan apa ini pilihan yang tepat bagi dirinya? Terus saja bertanya, sampai-sampai ia tak bisa memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini. Untuk kesekian kalinya Ayunda menarik napas dan menghembuskan secara perlahan-lahan. Ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk berbicara pada Firlangga yang tak lain adalah suaminya.

"Bismillah! Gue harus bicara!" Ayunda yang begitu semangat dan percaya keluar kamar untuk menemui Firlangga yang ada di ruang tengah rumah mereka.

Pilau Cinta Ayunda (Completed✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang