|Part 42| Sahabat Lama

5.1K 909 499
                                    

Hati sedang tak baik-baik saja
Namun semua anggota tubuh memerintahkan untuk bertahan dan baik-baik saja. Tenanglah, semuanya akan indah pada saatnya.

Ruang kerja sudah terang benderang, pertanda bahwa penghuninya datang. Lampu yang menyala, menjadi pertanda bahwa Firlangga sedang sibuk berkerja untuk usahanya. Tak peduli akan Ayunda yang terus menunggu, baginya pekerjaan adalah hal yang paling utama saat ini. Pekerjaan ini membuat hidup mereka indah ketika hari tua. Ya, ia harap pernikahan dirinya dan Ayunda tak pernah sirna, walau wajah sudah diusia senja nantinya.

Beberapa kali kening Firlangga berkerut, mencoba berpikir keras dan fokus pada satu arah saja. Sebenarnya bayang-bayang Ayunda yang ingin kuliah di negri tetangga membuat ia tak bisa fokus satu arah saja, namun ia berusaha untuk fokus saat ini juga. Ia harap Ayunda akan mengerti maksud dan tujuannya ia melarang Ayunda untuk kuliah di luar negri. Semoga saja.

"Astaga ... hari ini banyak banget berkas yang harus gue periksa," keluh Firlangga memijat kening dan menutup mata berusaha untuk menenangkan dirinya sejenak.

Kala ia menutup mata berusaha untuk menenangkan dirinya, suara ponsel yang ada di atas meja membuat ia membuka matanya. Tangan kanannya terarah untuk meraih ponsel di seberang sana. Ketika ia melihat siapa peneleponnya, tak ada nama. Siapa nomor yang berani mengganggu pekerjaannya? Melihat tak ada nama membuat ia mematikan ponselnya tanpa mengangkat teleponnya. Ketika ia ingin menaruh ponsel itu kembali, suara dering telepon kembali terdengar membuat ia mau tak mau mengangkat malas.

"Anjir lo. Tumben gak mau angkat telepon gue."

Tunggu. Suara itu, Firlangga mencoba berpikir keras. Ketika suara seorang wanita terdengar di seberang sana, ia seolah hafal itu suara siapa.

"Karina?"

"Iya, lah, bego. Gue ada di Indonesia."

Mendengar itu sontak Firlangga menegakkan tubuhnya. Senyuman terukir jelas di bibirnya. Apa benar begitu? Jika ini mimpi tolong bangunkan ia sekarang juga.

"Jangan bercanda lo. Dua tahun lo gak ke sini."

"Iya, gue serius. Jemput gue di bandara buru. Gue nginap di rumah lo, ya? Baru setelah itu gue cari apartemen deh."

"Lo mau sekolah di sini?"

"Bahas itu nanti. Gue jamuran nunggu lo angkat telepon. Buru jemput gue di bandara sekarang."

"Oke. Tunggu gue."

"Okey, beybeh."

Tut.

Sambungan telepon pun terputus. Firlangga dengan tergesa-gesa meraih jaket dan kunci mobilnya. Pria itu bahkan tak sempat menutup laptopnya, dan pergi meninggalkan ruang kerjanya. Ia tak sadar akan keberadaan Ayunda yang rupanya tengah menunggu Firlangga dua jam lamanya untuk membahas masa depan dan rencana dirinya untuk kuliah.

"Langga, mau ke mana?" tanya Ayunda berhasil menghentikan pria itu meneruskan langkahnya.

"Mau ke bandara," balas Firlangga membuat Ayunda memicingkan matanya.

"Jemput siapa? Aku ikut, ya?"

"Jangan. Aku buru-buru. Aku pergi dulu, ya." Firlangga sempat mencium kening Ayunda, sebelum pergi meninggalkan Ayunda begitu saja.

Pilau Cinta Ayunda (Completed✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang