53. Terbongkar!

4.2K 226 17
                                    


Setelah mendengar pengumuman itu, Railin sangat bahagia. Ia langsung menuju rumah Ayahnya sendiri. Di sini sekarang Railin berada. Di tempat yang selalu mengingatkan Railin pada bundanya, yang telah meninggalkan dirinya terlebih dahulu. Jujur saja, ia sangat merindukan sosok ibu saat ini.

Railin sudah berada di gerbang depan rumahnya itu, ia menarik nafas terlebih dahulu lalu menghembuskannya perlahan. "Ayo Rai! Kasih tau ayah kalau lo bisa jadi juara dengan kerja keras lo!"

Railin pun membuka gerbang itu, dan mulai melangkah masuk untuk menuju rumahnya. Langkah demi langkah Railin ambil, sembari memegang sebuah piala di tangannya.

Hingga sampailah Railin di depan rumahnya. Kebetulan, pintu rumah itu tidak tertutup. Dapat Railin lihat dari luar, Ayahnya dan Geo sedang berada di dalam. Namun, Railin terlonjak kaget saat Geo mendapatkan tamparan dari Refan.

"Bagaimana bisa nilai kamu menjadi paling bawah Geo! Kamu pasti sengaja, kan?" bentak Refan, ayahnya.

"Iya, yah! Geo emang sengaja! Ayah kira Geo gak capek, hah? Geo capek, yah! Ayah terus-terusan nyuruh Geo buat belajar, belajar, dan belajar. Geo selalu dituntut buat jadi yang terbaik. Tapi apa ayah pernah nanya sama Geo, apa Geo capek? Apa Geo butuh istirahat? Apa Geo tertekan? Nggak, yah!" papar laki-laki itu, mmengeluarkan segala nek-uneknya selama ini.

Sedangkan Railin, ia masih terdiam di tempatnya. Matanya menatap Geo dengan sorot mata yang memancarkan rasa kasihan pada adiknya itu.

"Ternyata, jadi lo gak seenak yang gue pikirin, Ge. Bahkan, mungkin masalah lo lebih besar dari gue? Gue gak pernah liat lo di tampar kayak gini sama ayah," monolog Railin.

"Kurang ajar! Sejak kapan kamu jadi pembantah seperti ini! Mau mengikuti jejak anak tidak tahu diri itu?"

Geo mengepalkan kedua tangannya. Matanya menatap tajam ayahnya. "Siapa yang ayah bilang anak gak tau diri?" tanya Geo, menekan setiap katanya.

"Railin! Yang kamu anggap sebagai kakak mu! Padahal dia sama sekali tidak punya hubungan darah sedikit pun dengan mu! Dengan kita!"

Air mata Railin seketika menetes sempurna tanpa aba-aba. Tidak ada hubungan darah? Apa aku bukan anak dari ayah dan bunda?

"Yah! Tapi sedari kecil bunda sangat menyayangi kak Railin! Dan kecil juga, kak Rai selalu ada buat Geo!"

"Kalau bukan karena bunda mu! Ayah sudah tidak perduli dengannya!"

Sudah cukup Railin mendengarnya. Kini Railin tahu semua jawaban, dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu terlintas dalam benaknya. Piala yang sedari tadi di pegang oleh Railin, terjatuh dan hancur hingga menimbulkan suara. Sontak suara itu, membuat Geo dan Refan menoleh pada Railin.

"Kak Rai...."

"Railin...."

Gadis tersebut menatap mereka dengan sebuah senyuman, tetapi dengan air mata yang terus menerus mengalir. Ia terkekeh. "Sekarang Rai tahu ... kenapa ayah jadi berubah sama aku. Karena aku bukan anak kandung ayah, kan?"

"Sekarang Rai juga tahu, kenapa Geo gak pernah mau ngalah buat Rai. Karena lo takut, ayah ngasih tahu semuanya, kan?"

"Sekarang, pertanyaan Railin yang terakhir cuma satu. Siapa orang tua kandung aku, yah?" tanya Railin, yang menatap ayah angkatnya itu.

"Mereka adalah sahabat bunda, yang meninggal akibat sebuah kecelakaan mobil. Saat itu, kamu di titipkan pada bunda. Dan usiamu masih satu tahun, sedangkan bunda sedang mengandung Geo," jawab Refan, yang masih syok atas kedatangan Railin.

Railin Lagi-lagi tersenyum, masih dengan air mata yang mengalir semakin deras. Railin terkekeh. "Banyak juga ya, cobaan yang Railin hadapi. Kayaknya, Railin emang gak ditakdirkan untuk bahagia."

RAISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang