15. Tidak Sadarkan Diri

5.3K 264 2
                                    


Tidak ada cobaan di atas kemampuan, karena segalanya telah diatur dengan baik.

( Railin )

ーーーーー

Railin melangkahkan kakinya di koridor sekolah, menuju kelas. Hari ini ia berangkat ke sekolahnya seorang diri. Saat ia sudah sampai dikelas, kelasnya begitu sepi, hanya ada dia dan beberapa murid yang bisa dibilang terlalu rajin. Railin melangkah menuju ke arah bangkunya, dia menyimpan tas di atas meja. Kemudian kembali keluar kelas, karena jika terus ada di dalam kelas itu, dia bisa bosan.

Melangkahkan kakinya menuju taman, namun langkahnya terhenti begitu melihat seorang laki-laki duduk di bangku taman itu dengan pandangan mata yang kosong. Jujur ia sangat merindukannya, namun Railin bisa apa? Orang itu adalah adiknya. Ia benar-benar merindukan adik laki-lakinya juga Ayahnya. Akan tetapi sudah satu minggu dia keluar dari rumah, Refan tidak pernah meminta dia untuk kembali.

Sepertinya memang benar, Railin hanya beban bagi keluarganya. Apa selama ini Railin menyusahkan mereka? Saudaranya yang lain pun selalu memperhatikan Geo, sedang Railin? Setiap mereka berkumpul, Railin hanya selalu diam di kamarnya bersama Raina saat itu. Karena Railin tahu betul, mereka sengaja selalu mengacuhkan dirinya.

"Gue rindu sama lo kak, gue sayang sama lo. Gue capek selalu ditekankan untuk terus menjadi lebih baik. Gue capek, Kak Rai. Gue gak bisa nentang perkataan ayah. Gue, gue emang egois. Maaf kak..." monolog Geo.

Railin dapat mendengar ucapan Geo, ia hanya tersenyum miris. Ini emang bukan kesalahan Geo, Railin hanya iri pada posisi Geo. Railin juga ingin merasakan kehangatan seorang ayah saat bundanya pergi untuk selama-lamanya. Apa Railin salah menginginkan itu?

Entah sejak kapan air matanya mengalir, Railin mengusap air matanya. Tanpa bisa menghentikan tangisnya, Railin menutup mulut dengan tangannya, menahan isakkan yang akan keluar dari bibirnya. Sungguh ia sudah lelah dengan ini semua, Railin harus bagaimana? Kapan cobaan ini berakhir?

Tidak tahan menahan tangisnya, ia berlari pergi dari taman itu menuju toilet. Railin masuk ke dalam toilet itu, tangisannya pun pecah. Gadis itu tidak bisa lagi membendung air matanya, terlalu menyakitkan untuk dirasakan.

Cobaan ini terlalu berat bagi gadis itu, namun yang Railin tahu, akan ada pelangi yang indah setelah hujan yang deras. Tapi satu yang Railin lupakan, bahwa pelangi hanya ada untuk sesaat.

"Kenapa, yah! Kenapa ayah gak adil? Apa salah Railin, yah? Hanya karena Geo selalu di atas Railin? Hanya karena Railin tidak pintar? Atau karena Railin brandalan? Railin kayak gini juga karena ayah!" racau Railin.

Untungnya saat ini tidak ada siapapun di dalam toilet, jadi tidak ada orang yang mendengar racauan Railin.

"Andai ayah nggak pernah pilih kasih, andai ayah adil. Aku gak akan kayak gini yah." Railin berteriak, sembari memukul-mukul kepalanya.

••••

Arsan kini sudah berada dikelasnya, ia melihat tas milik Railin. Tetapi, dimana pemilik tas tersebut?

Ardan yang melihat Arsan melamun pun menepuk bahu Arsan dan berkata, "Ngelamunin apa? Kerasukan penunggu kelas ini tahu rasa lo!"

Joy yang mendengarnya pun sontak memukul pelan kepala Ardan. Dan yang menerima perlakuan Joy, protes tidak terima. "Heh! Maen jitak-jitak aja lo, kebiasaan!"

RAISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang