6. Pergi Dari Rumah

7K 398 6
                                    


6. Pergi Dari Rumah


Berada di ruang keluarga, bersama Refan. Gadis itu sangat kaku karena setelah makan malam tadi, Refan meminta Railin untuk datang ke ruang keluarga. Dan kini, Railin sudah berada di tempat itu. Refan menatap anak perempuannya dengan tajam membuat gadis tersebut takut, hingga tidak berani untuk menatap matanya. 

"Kenapa kamu bisa dikeluarkan, Railin! Kamu sudah kelas tiga, ingat itu!" ujar Refan dengan nada dingin.

Refan mendapatkan kabar dari sekolah Railin, bahwa anak perempuannya ini telah dikeluarkan, hingga membuat Refan sangat murka. Ia seperti bukan mendidik anak perempuan. Apa tidak bisa kakak dari Geo ini, seperti adiknya yang tidak banyak tingkah.

"Maaf, yah. Railin waktu itu, jagain bunda di rumah sakit," lirih Railin.

"Ya, ayah tau! Tapi kamu gak seharusnya bolos, atau paling tidak kamu bisa izin. Lihat Geo! Dia bisa membagi waktunya, kapan harus menjaga Bunda, kapan harus sekolah, juga kapan harus belajar. Setidaknya belajarlah dari Geo." Ini yang Railin benci. Dia selalu dibeda-bedakan dengan Geo, adiknya sendiri.

"Railin bukan Geo, yah! Kenapa ayah selalu bandingin aku sama Geo? Aku emang gak sepintar Geo, aku gak bisa sebijak Geo, aku juga emang gak sedewasa Geo! Tapi seenggaknya ayah jangan bandingin aku sama Geo terus, yah. Karna setiap orang punya porsinya sendiri, begitupun Railin, yah," beber Railin, mengeluarkan unek-uneknya yang selama ini ia pendam.

"Dulu Railin selalu tanya 'kan, kenapa ayah selalu memprioritaskan Geo. Aku yang selalu berusaha buat jadi yang terbaik, di mata ayah. Tapi, gak pernah ayah lihat. Kesalahan yang dilakukan Geo pun, selalu Railin yang nanggung! Kenapa selalu Railin yang salah, yah?"

"Karena dari dulu, kamu hanya beban bagi saya!" sergah Refan dengan cepat, tanpa memperdulikan perasaan Railin nantinya.

Dan tentu saja, ucapan Refan membuat Railin terdiam mematung. Gadis itu menatap Ayahnya dengan pandangan tak percaya, Refan mengatakan hal yang tak pernah ingin ia dengar.

Air mata yang terbendung dalam pelupuk matanya, kini mengalir sempurna di pipinya. Hati gadis itu merasa hancur kembali, setelah baru saja ia pulihkan dengan susah payah.

Ia mencoba untuk menatap Ayahnya. "Maaf, kalau Railin cuma jadi beban buat ayah. Tenang aja, yah. Hari ini juga, Railin gak akan ngebebanin ayah lagi. Terima kasih banyak, untuk semua kasih sayang yang ayah kasih buat Railin selama delapan tahun. Railin pergi, yah! Kalau emang Railin cuma jadi beban buat ayah."

Setelah mengatakan itu Railin beranjak, ia pergi menuju kamarnya. Gadis itu, memasukkan pakaian serta beberapa uang tabungannya ke dalam tas. Entah apa yang ada dipikiran Railin, bahkan ia tidak tahu harus pergi kemana. Kemanapun Railin akan pergi, setidaknya ia tidak akan memberi beban Ayahnya lagi.

Railin berjalan keluar kamar, dengan menggandeng tas hitam di punggungnya, yang berisikan barang-barang yang sengaja ia bawa. Gadis itu berjalan menuruni tangga, di sana terdapat Geo juga Refan.

Mencoba untuk acuh, Railin meluruskan pandangannya. Namun saat Railin akan melangkah melewati mereka, Geo mencekal pergelangan tangan Railin, membuat gadis itu menghentikan langkahnya seketika. Dengan gerakan kasar, ia menghempaskan tangan Geo, dan langsung menatapnya dengan tajam.

"Lepas!"

"Lo mau kemana? Terus, tas itu-" Belum selesai Geo berbicara, Railin sudah memotong terlebih dahulu ucapan Geo.

"Apa peduli lo? Mau gue pergi kemana pun, bukan urusan lo!" selah Railin.

"Ini, rumah lo! Dan gue saudara lo, adik lo, kak! Jadi, salah gue peduli sama lo? Sekarang jawab gue! Lo mau kemana malem-malem gini?" tanya Geo, mengulangi pertanyaan nya.

RAISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang