9. Sambutan yang Buruk
Berada tepat di depan kelas, dengan keadaan kelas yang tenang membuat mereka tahu bahwa kegiatan belajar mengajar sudah di mulai. Joy menyenggol Ardan untuk mengetuk pintu itu.
"Dan, lo deh yang buka pintunya!" titah Joy.
"Ah, ogah. Lo aja!"
"Lo, Ardan!"
Ardan berdecak malas, dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali dan kemudian masuk ke dalam kelas itu. Yang pertama kali mereka lihat adalah seorang guru berperawakan cukup tinggi, berbadan besar, dengan kumis hitam tebal di wajahnya.
"Telat lagi kalian, hah?" sentak guru itu, Arsan dan yang lain melihat guru itu bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Guru itu menatap mereka seolah Arsan, Rey, Joy dan Ardan adalah mangsa yang akan disantap. Guru itu berjalan ke arah mereka dengan penggaris kayu yang diketuk pada telapak tangan.
"Mereka mengantarkan saya pak," ujar Railin di depan pintu, menarik pusat perhatian yang berada di dalam kelas itu.
"Kamu, Railin? Yang anak pindahan itu?" tanya guru tersebut pada Railin.
"Iya pak, betul," jawab Railin dengan ramah.
"Nah iya tuh, pak! Tadi dia minta dianterin ke ruang TU," sahut Ardan yang tidak sepenuhnya benar, karena mereka terlambat akibat terlalu lama di kantin. Sedangkan Railin hanya mengangguk saja mengiyakan.
"Ah, iya Pak! Tadi saya minta mereka buat ke ruang tata udaha, sekalian saya minta buat anterin langsung ke kelas saya."
Guru itu mengangguk percaya, dan kemudian menyuruh Arsan, Rey, Joy, dan Ardan duduk ditempat mereka masing-masing. Mereka berempat bernafas lega, karena guru mereka percaya. Jika tidak, entah apa yang akan dilakukan nya pada Arsan, Rey, Joy, dan Ardan.
Setelah itu gurunya menyuruh Railin memperkenalkan diri pada murid - muridnya yang lain. "Yasudah kalian duduk, dan kamu silahkan untuk memperkenalkan diri!" titah guru itu.
Mereka berempat sudah duduk di tempat mereka masing-masing, memandang Railin yang berdiri di depan kelas untuk perkenalan diri.
"Hai, salam kenal. Railin Vahsya Gevana. Pindahan dari SMA Tunas 3." Para murid yang berada dikelas itupun dibuat terkejut. Pasalnya sekolah dahulu Railin adalah musuh abadi dari sekolah mereka.
"Lohh kok dia bisa diterima disini?"
"What? Seriously?"
"Wah ini nih yang namanya, masuk kandang lawan!"
"Gak bisa gitu dong, Pak."
"Gak usah diterima lah, Pak! Nanti yang ada sekolah kita di sabotase lagi!"
"Kaya gak ada sekolah lain aja, sih."
Railin yang mendengar cacian para murid itupun hanya santai. Marah? Tidak. Kesal? Hanya sedikit. Tapi karena prinsipnya yang harus tetap santai dalam keadaan apapun, gadis itu tenang-tenang saja.Lagi punn Railin sudah terbiasa mendengar kata-kata menyakitkan itu.
Berbeda dengan Railin, ke-empat laki-laki itu justru mengumpati teman satu kelas mereka di dalam hati. Seenaknya saja mereka mengatur seseorang. Memangnya mereka siapa, melarang orang lain untuk bersekolah di sini.
Arsan yang sudah terlanjur geram pun memukul keras mejanya, membuat suasana kelas itu menjadi hening seketika. Wajah dingin dengan mata tajam itu, membuat mereka tak berani berbicara. Pasalnya, Arsan sangat jarang memperlihatkan emosinya. Tetapi jika Arsan benar-benar marah, emosi nya tidak akan bisa dikendalikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/238857501-288-k712529.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAISAN
Teen Fiction📍 Follow sebelum membaca! 📍 [ COMPLICATED ] || [FIRST STORY] || [REVISI] ▪▪▪▪▪▪▪ Pertemuan Railin dan Arsan, mungkin hanya sekedar pertemuan yang biasa saja. Namun, perjalanan hidup merekalah yang butuh perjuangan. Rintangan demi rintangan, mereka...