17. Cepat atau Lambat

4.5K 255 3
                                    

Biarkan waktu berjalan sesuai dengan alurnya, kita hanya perlu ikut dalam arus. Untuk melihat rintangan kehidupan berikutnya, agar sampai pada tepian terindah.

Karena waktu ada, untuk dilalui.

- HAPPY READING -

Ini adalah hari ke-dua Railin berada di rumah sakit. Arsan, Rey, Ardan, Joy, Mitha dan Sella pun masih setia menemani Railin di ruangannya. Jujur saja, Railin saat ini merasakan amat bosan. Berada di dalam ruangan yang berbau obat ini, rasanya ingin cepat pulang saja.

Tetapi, yang Railin inginkan adalah Ayahnya yang datang menemui dirinya. Memanjakannya seperti sembilan tahun yang lalu. Mengingatnya membuat hati Railin terasa sakit kembali.

"Railin!" panggil Mitha, membuat lamunan gadis itu buyar. Railin menatap Mitha dengan mengangkat sebelah alisnya, mewakili suara yang tidak bisa ia keluarkan.

"Emm, lo belum jawab pertanyaan gue yang kemarin. Lo kenal sama Geo, ya?" tanya Mitha, mengulang pertanyaan kemarin yang dialihkan oleh Railin.

Arsan yang tengah memainkan ponselnya pun menajamkan pendengarannya. Namun, tatapan matanya masih fokus pada ponsel yang ia genggam. Arsan sebenarnya juga ingin tahu, kenapa Railin mau menolong adik kelasnya itu. Hati Arsan sedikit cemburu, ketika melihat Railin peduli pada seorang pria selain dirinya.

Sedangkan Railin, bingung harus mengatakan apa pada mereka. Apa ia harus jujur pada mereka? Railin belum siap untuk menceritakannya. Ia bukan orang yang mudah untuk percaya. Walaupun Railin tahu, pertemanan mereka tulus. Tetapi, tetap saja mereka adalah orang baru yang beberapa hari masuk dalam kehidupannya. Cepat atau lambat pun mereka pasti akan tahu.

"Kalau waktunya udah tepat, cepat atau lambat kalian juga tahu. Biarin waktu yang jawab semuanya. Karena, gue juga belum dapet pertanyaan yang ada dalam pikiran gue," ucap Railin, sembari tersenyum. Ia harus kuat, di depan mereka. Railin tidak mau membuat mereka khawatir lagi.

"Biar apa sok bijak gitu?" ejek Arsan, dengan wajah tengilnya.

"Biar gue gak keliatan banget bodohnya. Lo kenapa sih, ngeledek gue mulu, San." Entah teman atau musih, laki-laki itu selalu membuatnya kesal setiap saat.

Terkadang pandangan orang-orang dengan pandangan dirinya tentang Arsan berbeda. Jika orang lain berpikir Arsan adalah tipikal pria dingin, maka Railin menganggap Arsan adalah orang dengan tipe menyebalkan.

"Gue serius, Arsan!"

"Cie, Railin pengen diseriusin Arsan nih yee..." goda Ardan, menurun naikan alisnya.

"Ekhem!"

"Kiw kiww!"

"Aduh, keselek tabung oksigen gue!"

Ardan memukul kepala joy, ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya. "Mana ada orang normal keselek tabung oksigen, kampret!"

Joy yang menerima perlakuan Ardan pun tak terima, dia membalas memukul kepala Ardan "Biasa aja sih, kutil badak! "

Ardan yang dibalas oleh Joy pun juga membalas kembali. "Nama gua Ardan, dasar sapu injuk!"

Hingga Joy yang menerima pukulan Ardan pun, memukul kembali kepala Ardan. Dan terdilah acara pukul-pukulan yang dilakukan oleh Joy dan Ardan.

"Nama gue Joy, bahlul!"

"Bodo amat gue, kampret!"

"Ardaaannnn!"

"Joyyyyyy!"

"Ape, lo?"

"Lo, apaan?"

Mendengar perdebatan antara dua orang yang saling beradu argumen itu, mereka sudah sangat jengah. Tidak bisakah sehari ini saja mereka akur, tanpa bertengkar karena masalah sepele.

RAISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang