Jihan terbangun saat hari telah berganti. Bahkan ia juga menemukan dirinya berada diatas tempat tidur di ruangan yang sama sekali tidak ia kenal. Ia tahu saat ini ia berada di kamar hotel, tapi siapa yang menggendong dirinya kesini? Nggak mungkin Julian kan? Menurutnya itu adalah suatu kemustahilan.
Yaudahlah, nggak usah dipikirin. Nanti tinggal tanya aja, putus Jihan mengakhiri. Ia juga langsung beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi yang ada didalam kamarnya. Ia berniat untuk mandi.
Tak lama, ia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang tergulung handuk kecil dan tubuh yang terbalut jubah mandi. Tentu saja semua yang ia gunakan itu adalah fasilitas hotel.
Ia langsung membuka papperbag-papperbag miliknya berisi pakaian yang ia beli tadi malam. Ia mengambil salah satu papperbag berwarna hijau dan langsung ia bawa kembali masuk kedalam kamar mandi. Tak lama, ia keluar sudah berganti pakaian menggunakan rok rample selutut berwana hitam dengan blouse berwarna cokelat sebagai atasannya. Sayang sekali disini tak ada fasilitas hair dryer, hal itu membuatnya harus menggulung rambutnya dengan handuk untuk beberapa menit kedepan.
Ia berjalan menuju nakas yang berada disamping ranjangnya. Jihan mengambil ponselnya yang semalaman belum ia sentuh karena ketiduran. Ia melihat ada satu notifikasi pesan dari Pricilla dan langsung ia buka. Gadis itu bertanya alasan kenapa dua hari ini ia dan Julio tak masuk sekolah. Jihan meneguk ludahnya susah payah, ia bingung harus mengetikkan apa untuk Pricilla sebagai jawaban. Tak mungkin kan ia harus membalas jika ia sedang menjaga mertua? Atau ia dan Julio sedang menjaga orang tua dari Julio? Bisa-bisa Pricilla akan berpikiran yang tidak-tidak.
Jihan hanya memutuskan hanya membacanya saja. Ia akan membalasnya nanti setelah bercerita pada Julio jika cowok itu memiliki usul. Jika tidak, dengan terpaksa ia akan berkonsultasi dengan Julian. Ntahlah walaupun sekarang Julian sedikit melunak, ia masih takut dengan Julian. Antara bingung atau menghormati ataupun menghargai ia tak tau.
Suara ketukan pintu beserta panggilan dari suara berat mengalihkan perhatiannya. "Han, lo udah bangun belum?" tanya sosok itu.
Jihan membuka pintu kamarnya dan langsung melihat wajah Julio beserta senyumnya. "Kirain belum bangun," kekeh Julio. "Yaudah turun yuk, kita mau sarapan habis itu balik ke rumah sakit lagi."
"Wait, gue nyisir rambut dulu." Setelah mengatakan itu, Jihan kembali menutup pintu kamarnya. Ia buru-buru mengambil tas sekolah miliknya, menggeledah isinya untuk mencari sisir. Sekarang ia baru sadar gunanya sisir selalu ada di dalam tasnya dan ia juga harus berterimakasih pada Pricilla karena telah memberikan usulan ini.
Ia membuka lilitan handuk yang ada di kepalanya, lalu ia menyisir rambut sepunggungnya. "Hannn, udah belum," teriak Julio dari luar kamar.
Jihan berdecak. "Bentar lagiii," balas Jihan dengan berteriak juga. Setelah selesai menyisir, ia berjalan mengembalikan sisir miliknya kedalam tasnya.
Clekk
Jihan membuka pintu kamarnya, menutupnya, lalu menguncinya dan berjalan beriringan bersama Julio untuk menuju lantai bawah dengan tujuan sarapan.
"Eh Pricilla chat gue, tanya kenapa gue ma lo ngga berangkatnya barengan," ucap Jihan membuka obrolan.
"Terus lo jawab apa?"
"Belum gue jawab sih, gue bingung harus jawab apa."
"Nggak usah dibalas aja."
"Ngawur. Gue nggak enak tau." Nah gini nih salah satu sifat Jihan yang mudah untuk dimanfaatkan. Nggak enakan orangnya.
"Yaudah ntar tanya Julian aja. Gue males mikir." Setelah itu, tak ada pembicaraan lagi diantara mereka. Mereka keluar dari lift secara bersamaan setelah lift tiba dilantai paling bawah alias lobi.
Mereka memasuki restoran yang ada di hotel itu. Jihan sedikit celingukan mencari Julian yang kata Julio, cowok itu sudah menunggu disana.
Ketemu. Cowok itu berada dimeja tengah dengan tatapan menunduk, menatap layar ponselnya tentu saja. Jihan langsung melangkah saja mendekati cowok itu yang secara otomatis Julio mengekorinya dari belakang.
"Udah pesen?" tanya Julio setelah duduk disamping Jihan yang berhadapan langsung dengan Julian.
"Udah," jawab Julian acuh dan masih fokus dengan ponselnya.
Julio menyenggol lengan Jihan yang membuat gadis itu mengernyitkan dahi. Julio memberikan kode untuk Jihan agar segera membuka suara dan membahas chat dari Pricilla itu.
Jihan paham akan kode itu, tapi ia menggeleng cepat. Julio mengangkat salah satu alisnya. Bertanya.
"Takut," ucap Jihan hanya menggerakan bibirnya tanpa suara.
Julio berdecak.
"Yan, Pricilla tadi chat Jihan." Akhirnya Julio mengalah. Ia yang membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Terus? Gue nggak kenal Pricilla."
"Pricilla itu murid baru di kelas gue ma Jihan__"
"Terus hubungannya ma gue apa?" potong Julian setelah meletakkan ponselnya diatas meja.
"Makanya kalo orang ngomong tuh jangan dipotong, peak," cibir Julio. "Pricilla itu tadi chat Jihan. Nanyain gue ma Jihan kenapa dua hari ini nggak berangkat, mana barengan lagi nggak berangkatnya."
"Lalu?"
"Gue harus balas apa ke Cilla?" sahut Jihan.
"Jawab aja kalian lagi kencan buta," ceplos Julian asal yang langsung disambut toyoran kepala oleh Julio dan pelototan terkejut dari Jihan.
"Goblok. Yang bener woy!" seru Julio kesal yang membuat Julian sedikit terkekeh. Melihat Julian terkekeh begitu, membuat Jihan sedikit termenung dengan kekagumannya. Baru kali ini ia merasakan kekagumannya pada Julian semenjak mereka menikah. Ya karena selama ini, Julian hanya marah-marah padanya.
"Yayaya serius." Julian sedikit berdehem. "Jawab aja lagi piknik keluarga."
"Kalo piknik keluarga, kenapa Jingga malah nggak ikut?" tanya Jihan.
"Ya tinggal jawab, Jingga lagi sibuk sama sekolahnya yang hampir seminggu ini selalu ada kuis dan ulangan." Omongan Julian terputus karena pesenan mereka telah datang. "Gampang kan?" sambungnya setelah pelayan yang membawa pesenan mereka tadi telah pergi.
Jihan mengangguk. Ia mengambil ponselnya yang ada dikantong roknya. Ia mengetikkan balasan untuk Pricilla sesuai apa yang dikatakan Julian tadi padanya. Setelah terkirim, Jihan meletakkan ponselnya pada meja dan mulai memakan sarapan yang sudah suaminya pesan itu.
***
Mereka bertiga berjalan menuju keluar hotel. Mereka berniat untuk kembali ke rumah sakit untuk melihat keadaan Arya dan menemani Jasmine yang hari ini dijadwalkan untuk operasi.
"Kita mau naik apa kesana?" tanya Jihan sambil melihat kanan kiri, jalanan yang ramai dengab kendaraan.
"Gue udah pesen taksi online," jawab Julian sambil melihat ponselnya. "Bentar lagi nyampe taksinya."
Jihan mengangguk dan membulatkan bibirnya paham. Setelah itu, keadaan hening. Julio asik dengan ponselnya, Julian pun sama tapi sesekali cowok itu melihat kearah jalanan untuk melihat plat nomor setiap mobil yang lewat, memastikan apakah itu taksi pesanannya atau bukan. Sedangkan Jihan, gadis itu juga ikut celingukan tapi bedanya ia tak tau tanda-tanda dari taksi pesenan mereka itu.
Mobil avanza abu-abu berhenti tepat dihadapan mereka. Julian melihat layar ponselnya, lalu melihat plat nomor mobil itu. Benar itu taksi pesenannya. Tanpa berkata apapun, ia langsung naik saja tanpa mengajak Jihan ataupun Julio. Tapi nyatanya tanpa ia ajak pun, kedua orang itu mengikutinya. Ikut masuk kedalam mobil. Setelah itu, mobil itu melaju menuju rumah sakit yang merupakan tujuan mereka.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Teen FictionRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...