Tebakan Jihan benar. Saat ia sampai di gerbang sekolah, ia terus menjadi sorotan pasang mata yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Ia tak menyangka jika sekolah sudah sangat ramai, padahal perasaannya tadi ia berangkat lebih pagi dari biasanya.
Sepanjang perjalanannya menuju kelas, Jihan selalu mendengar bisikan-bisikan nyinyir padahal ia sudah berpisah dengan Julian sejak dari parkiran tadi. Apakah saking kuatnya pesona Julian bisa membuat berita sekecil ia berangkat bersama cowok itu bisa dengan cepat menyebar hanya kurun waktu 10 menit dihitung dari waktu kedatangannya? Amazing sekali.
Jihan berbelok masuk ke dalam perpustakaan sampe bel masuk berbunyi. Ia sengaja melakukan itu, ia tak ingin teman sekelasnya ikut mencibirnya walaupun memang nyatanya ia selalu menjadi bahan cibiran bahkan di depannya langsung. Tapi untuk saat ini, ia benar-benar sedang tak ingin dirinya menjadi sorotan.
10 menit kemudian, bel masuk berbunyi. Tapi Jihan masih harus menunggu 5 menit lagi, karena kemungkinan saat ini masih banyak siswa-siswi yang berkeliaran untuk memasuki kelas. Ia harus menunggu minimal sampe koridor sepi.
Setelah lewat 5 menit, Jihan beranjak dari duduknya dan berjalan keluar. Tapi sebelum itu ia berpamitan sebentar pada pustakawati yang sedang berjaga saat itu dan kebetulan juga ia mengenalnya.
Benar, koridor telah sepi. Jihan mempercepat langkahnya agar segera sampai kelasnya. Beruntung saat ia sampai di kelas, guru sedang tak ada hanya ada pengumuman di papan tulis yang bertuliskan tugas pagi ini yang harus dikumpulkan saat jam istirahat.
Sepanjang langkahnya menuju bangku, banyak mata yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi seolah menyuarakan "lo nggak pantes sama Julian bahkan sekedar berangkat bareng pun juga lo nggak akan pantes." Jihan hanya menundukkan kepalanya dan mempercepat langkahnya menuju bangkunya. Sungguh, ia sangat ingin menghilang saat ini juga. Kejadian tadi pagi membuatnya semakin di bully banyak orang.
Ia menaruh tasnya pada bangkunya dan ia juga mendaratkan pantatnya disana. Jihan mengambil buku tugas di tasnya dan segera mengerjakan tugas yang diperintahkan. Ia menenggelamkan dirinya pada tugas saat ini dan berusaha tidak mendongakkan kepala karena saat itu terjadi, ia dapat melihat banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan sama seperti saat ia memasuki kelas.
***
Saat jam pulang sekolah, lagi-lagi Jihan harus menunggu sekolah sedikit lebih sepi. Ia menunggu dikelas hampir selama 20 menit terhitung dari bel pulang berbunyi. Kemungkinan ia akan pulang sekitar 10 menit lagi. Nanggung, pikirnya.
Jihan menopang dagunya dengan sebelah tangannya. Ia hanya menatap lurus ke arah papan tulis yang kotor. Ia memikirkan kebodohannya yang tak seharusnya berangkat bareng sama Julian dan ternyata hal itu membuatnya semakin banyak orang yang membencinya.
Jihan melirik jam dinding yang menggantung tepat diatas papan tulis. Pas 30 menit dari waktu yang sudah ia tentukan. Jihan langsung menggendong tasnya, beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kelas.
Saat sampe diambang pintu, "Ngapain aja lo di kelas? Bertelur?" Sebuah suara mengagetkannya dan membuatnya sedikit terlonjak.
"Astagfirullah." Jihan mengelus dadanya yang berdetak kencang karena terkejut. Ia menoleh dan melihat Julian sedang bersandar di kusen pintu dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Ngapain aja lo dikelas? Bertelur?" Julian mengulang pertanyaannya yang dibalas gelengan kepala oleh Jihan.
"Terus ngapain?" tanya Julian terus mendesak. Jihan menunduk dan memainkan jari-jarinya. Ia bingung, bagaimana mungkin ia mengatakan kalau ia sedang menghindari orang-orang terutama Julian.
"Lo sekarang bisu?" Jihan menggeleng dengan cepat. "Nggak."
"Terus?" Dalam hati Jihan menggeram kesal, sejak kapan Julian menjadi cerewet dan banyak tanya seperti ini. "Lagi nyatet catatan di papan tulis." Terpaksa Jihan harus berbohong seperti ini. Ia tak mungkin mengatakan semua masalah hari ini pada Julian sedangkan semua masalah ini disebabkan cowok itu sendiri.
Julian mengedikkan bahunya dan berjalan mendahului Jihan. "Ayo balik," ucapnya tanpa berbalik menatap Jihan. Gadis itu masih diam dan mengedipkan matanya dua kali untuk menyadarkan dirinya bahwa Julian tidak sedang mengatakan hal itu padanya kan.
Julian menoleh kebelakang karena sejak tadi ia tak merasakan kehadiran Jihan mengikutinya. Ia melihat gadis itu masih diam ditempatnya. "Lo ngapain masih disitu?" tanyanya.
"Hah." Jihan menunjuk dirinya sendiri. "Gue?"
"Bukan, tuh tukang kebon." Julian menghela nafas beratnya. "Ya lo lah. Buruan sini."
Mendengar itu, Jihan menggeleng cepat. Ia masih keukeh tak mau. "Gue bisa pulang sendiri kok."
"Nggak bisa. Lo harus pulang sama gue."
"Nggak usah, nggak usah." Julian berdecak kesal. Ia menghampiri Jihan dan menarik lengan baju gadis itu untuk mengikutinya. Masih terkesan jijik ia jika harus menggandeng gadis itu, jadi ia lebih memilih menarik lengan baju gadis itu.
Saat sampai di parkiran, Julian langsung menaiki motornya dan menstaternya. Ia memberikan kode agar Jihan cepat naik di jok bagian belakang, tapi gadis itu tetap saja menggeleng.
"Cepet naik, Jihan!" desis Julian yang terlihat sekali mulai geram. Jihan masih terus menggeleng. Gadis itu masih keukeh akan pendirian dan pilihannya. Ia tak mau jika ada siswa yang masih berada di sekolah lalu melihatnya atau mungkin memfotonya dan membagikannya keseluruh siswa. Jika hal itu terjadi kedua kalinya setelah kejadian tadi pagi, bisa-bisa semakin banyak orang yang akan menjadi barisan terdepan untuk membencinya.
"CEPETAN NAIK!" Bentakan itu membuat Jihan terlonjak kaget. Gadis itu dengan cepat naik di jok motor bagian belakang Julian. Ia tak ingin membuat cowok itu semakin marah yang kemungkinan besar itu adalah hal yang buruk.
Julian mulai melajukan motornya meninggalkan kawasan sekolah untuk membelah jalanan kota.
***
"Nah gitu dong, Yan. Bersikap baik sama Jihan." Suara Jasmine menjadi sambutan saat Jihan dan Julian baru saja menginjakkan kakinya di butik yang sama tempat fitting mereka yang gagal kemarin.
Julian hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya semua sikap baiknya pada Jihan sejak pagi itu hanyalah sebuah keterpaksaan. Ia terpaksa melakukan itu, siapa lagi yang memaksanya kalau bukan Jasmine.
"Yuk, Jihan." Jasmine menggiring Jihan untuk mengikutinya. Sedangkan Julian hanya mengikuti dari belakang dan saat melihat sofa ia langsung mendudukan pantatnya disana.
"Nih kamu coba kebaya ini." Jasmine memberikan satu set kebaya dengan model ekor panjang. Jihan menerima tanpa banyak bicara. Gadis itu juga langsung mencobanya di kamar ganti.
Tak lama, Jihan keluar dengan tampak anggun walaupun wajahnya belum terdapat riasan apapun. "Kamu cantik banget," puji Jasmine. Wanita itu menoleh pada Julian yang masih tampak fokus dengan ponselnya. "Yan, lihat deh. Jihan cantik banget."
Julian menoleh dengan malas dan kembali fokus lagi pada ponselnya. "Biasa aja."
"Kamu ini..." Ucapan Jasmine yang berniat untuk memarahi Julian terhenti karena usapan tangan pada bahunya. Jihan menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyumnya. "Nggak papa kok, Tante."
"Yaudah aku ganti baju lagi ya, Tante," sambung Jihan. Tanpa menunggu jawaban dari Jasmine, gadis itu sudah langsung berbalik dan masuk kedalam kamar ganti lagi untuk mengganti pakaiannya.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Fiksi RemajaRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...