44. Posesif dan Hadiah

1.1K 57 12
                                    

Saat pagi tiba, Jihan yang sudah terbalut seragam sekolah ditubuhnya berlari terburu-buru menuju pintu utama. Ia sungguh penasaran dengan hadiah yang akan diberikan suaminya itu. Pasalnya ia sempat berpikir ia akan melihat hadiah itu akan tergeletak di nakas samping ranjangnya saat ia baru saja membuka matanya, tapi nyatanya nihil. Tak ada apa-apa di atas nakas, hanya ada lampu tidur dan ponselnya saja.

Jihan membuka pintu. Ia langsung bingung saat melihat sebuah kendaraan roda dua di halaman rumah. Ia melongok kedalam rumah, kearah ruang tamu. Sepi, tak ada tamu yang datang.

Lagian siapa juga tamu yang akan datang sepagi ini, begitu pikirnya.

Lalu ini motor siapa?

Jihan menggaruk pipinya yang tak gatal.

"Itu motor hadiah yang aku janjiin semalem buat kamu," ucap seseorang yang membuat Jihan langsung berbalik. Gadis itu dapat melihat suaminya tengah berjalan menghampirinya.

Jihan hanya diam sambil mengerjapkan matanya dua kali. Masih belum konek akan kata-kata Julian tadi.

"Itu motor matic hadiah yang aku janjiin sama kamu semalem," ucap Julian ulang.

"Kenapa?"

Julian mengangkat salah satu alisnya. "Kok malah kenapa?"

"Kenapa beliin aku hadiah segede dan semahal ini?"

"Kalo lagi nggak ada aku, kamu bisa pergi kemana aja tanpa susah nunggu angkutan umum ataupun nunggu ojek online pesenanmu itu."

"Kapan belinya?"

"Kemarin." Mata Jihan melotot dengan mulut terbuka. Ia terkejut, secepat itu? Tapi bagaimana bisa Julian beli motor jika cowok itu kemarin ditengah hujan malah pergi menjemputnya?

"Kok bisa? Kan kemarin kamu jemput aku."

"Ya bisalah. Sebelum aku jemput kamu, aku mampir ke dealer dulu," papar Julian disertai cengirannya.

"Udah ayo diliat dulu tuh motornya." Julian menarik tangan Jihan, mengajak gadis itu untuk mendekati dan berkenalan langsung dengan motor barunya.

Motor matic dominan berwarna biru itu sekarang sah menjadi milik Jihan. Gadis itu melihat setiap detail motor baru miliknya. Bahkan ia juga mendapatkan helm baru dengan warna serupa. Menggemaskan.

"Suka nggak?" Jihan langsung mengangguk semangat. Pasalnya sudah dari lama ia bisa mengendarai motor, sejak kelas 9 SMP. ia pernah meminta pada ayahnya, namun ayahnya menolak membelikan dan tidak mengijinkan Jihan mengendarai motor hingga ke jalan raya. Hanya sekitaran rumah saja.

Sekarang impiannya sudah terkabul. Bahkan yang mengabulkannya adalah suaminya.

"Udah lama aku pingin punya motor sendiri. Tapi Papa nggak pernah beliin. Alasannya masih khawatir kalo aku kenapa-napa," curhat gadis itu.

"Ya bener sih alasan Papamu itu. Lagian aku beliin ini cuma kamu pake kalo aku lagi nggak ada aja. Kalo ada aku, tetep aku yang bakal anterin kamu kemana-mana."

Seketika Jihan mengerucutkan bibirnya. "Jadi hari ini aku ke sekolah nggak boleh naik sendiri? Nggak boleh test ride gitu?"

"Untuk hari dan mungkin seminggu ini kamu boleh naik motor sendiri tapi aku ikutin dari belakang," ucap Julian penuh dengan syarat. "Dan inget ya setelah seminggu ini selesai, kamu boleh pake motormu cuma kalo nggak ada aku aja. Kalo ada aku, kamu nggak boleh pake dan harus minta tolong ke aku!"

Jihan menatap datar pada cowok itu. Kenapa sekarang Julian seposesif ini? Apa ini sifat aslinya kalau dalam berhubungan? Berarti dulu Jingga juga di-posesif-in gini?

Jihan seneng sih, tapi aneh gimana gitu. Ya mengingat perlakuan suaminya dulu padanya dan ternyata sekarang malah semanis ini. Tapi sungguh, Jihan seneng banget.

Mereka berdua sekarang memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah. Seperti diperjanjian awal, Julian mengikuti Jihan dari belakang.

***

Julian memarkirkan motornya tepat berada disebelah motor matic milik istrinya itu.

"Wihhh motor 'nyu'," celetuk Julio yang tiba-tiba nongol disana. (baca new). Padahal mah tadi pas dirumah, cowok itu masih sarapan. Tapi kenapa bisa secepat itu ia bisa sampe ke sekolah bersamaan dengan Jihan dan Julian? Mungkin karena laju motor Jihan yang pelan serta Julian yang mengikuti, membuat Julio dapat datang bersamaan dengan mereka.

"Nyuolong," sambungnya seenak jidatnya. Jihan melotot tak terima tentu saja.

Plakk

Julian menggeplak kepala Julio penuh dendam. Sebenarnya, Julian ingin sekali menabok mulut cowok itu yang kadang nggak ada filternya sama sekali.

"Sakit bego!" keluh Julio.

"Mulut lo nggak ada saringannya banget," dumel Julian. "Gue yang beliin malah lo kira nyolong."

"Ya, sorry sih."

Jihan terkikik geli melihat dua anak kembar itu. Lucu.

"Kalian ngapain masih di parkiran?" tanya Pricilla yang baru saja keluar dari mobilnya dan kemudian langsung menemui tiga orang itu.

"Ah iya. Lo belum kenal sama Julian kan?" sahut Jihan yang dibalas gelengan oleh Pricilla. Gadis itu menatap kedua pemuda yang ada dihadapannya, mirip banget.

"Pricilla, ini Julian." Gadis itu beralih menatap ke arah suaminya. "Dan Julian, ini Pricilla."

Pricilla mengangguk-anggukan kepalanya. Sedangkan Julian hanya memasang wajah lempeng, sama saat ia melihat ataupun berinteraksi dengan gadis lain. Dulu pun Jihan juga mendapatkan tatapan dan raut wajah seperti itu dari suaminya.

Saat pertama Pricilla masuk sekolah sini. Ia sempat berpikir jika Julio adalah Julian. Tapi ternyata ia salah sangka, ia sempat berpikir jika Julio adalah teman lamanya semasa SMP. Tapi ternyata salah, pantas saja namanya berbeda saat cewek itu baru saja menginjakkan kakinya di sekolah ini. Bahkan ia sempat berpikir jika cowok itu berganti nama, tapi ternyata memang dua orang yang berbeda.

"Julian pacar lo kan, Han?" Jihan mengangguk saja, karena semua orang taunya ia dengan Julian adalah sepasang kekasih.

"Yaudah, yuk ah ke kelas. Nongkrong kok di parkiran." Julio langsung merangkul bahu Pricilla, menggiring gadis itu untuk berjalan menuju kelas mereka meninggalkan sepasang kekasih itu.

Tanpa banyak kata, Julian langsung menggandeng tangan Jihan. Ia berniat untuk mengantar istrinya itu ke kelasnya dulu. Sama seperti biasanya.

"Yan," panggil Jihan yang membuat Julian menoleh menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Makasih buat hadiahnya," kata gadis itu dengan tulus. Julian hanya mengangguk dan tersenyum. Ia juga mengelus rambut Jihan dengan sayang.

Makasih juga udah memberikan perhatian yang selama pernikahan yang selalu aku impikan.

Tentu saja kata-kata itu hanya terucap di dalam batinnya saja. Karena sampe sekarang Julian masih belum mengatakan jika cowok itu mencintai Jihan. Terlepas dari perhatian cowok itu selama ini, Julian hanya berkata sedang mencoba untuk mencintainya.

Jihan juga tak berani bertanya akan hal itu pada Julian. Ia takut akan segala kenyataan yang jika ternyata Julian belum mencintainya. Jika hal itu terjadi, hatinya sendiri yang akan patah. Lebih baik seperti ini, Julian perhatian dan sepertinya juga menyayanginya.

***

Fairahmadanti1211



Julian Untuk Jihan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang