Selama perjalanan di dalam mobil, keadaan hening tak ada pembicaraan diantara mereka. Hanya ada suara radio yang memecah kesunyian diantara mereka.
"Gue udah mutusin Jingga," ucap Julian tiba-tiba memecah keheningan yang membuat Jihan menoleh dan menatap cowok itu dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa?" tanya Jihan.
Terlihat Julian menggaruk dahinya yang tak gatal dan sesekali menoleh kearah Jihan diantara kegiatannya menatap jalanan. "Gue menuhi keinginan lo yang mau buat gue jatuh cinta." Tentu saja mendengar penuturan itu dari Julian membuat Jihan tak bisa menyembunyikan senyumannya. Bahkan ia tersenyum lebar hingga membuat matanya sipit.
"Beneran?"
"Bener," jeda cowok itu beberapa saat. "Gue juga ngerasa nggak seharusnya gue masih berhubungan sama Jingga disaat status gue yang suami lo. Gue juga udah terlalu banyak membuat lo sakit hati. Gue juga yakin lo bisa aja milih buat benci gue dan ninggalin gue, tapi nyatanya lo nggak lakuin itu. Lo tetap disini, menunggu gue buat berubah dan berjalan kearah lo."
Jihan diam menyimak. Ia juga menangis karena harapan yang selama ini ia nanti terkabul. Julian mau menerimanya, mau mencoba untuk mencintainya, dan yang pasti tidak menduakannya lagi.
Mobil Julian berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah. Ia menoleh, memberikan perhatiannya pada gadis yang tengah menangis terharus tapi tersedu-sedu. Julian terkekeh geli.
"Kok lo malah nangis-nangis gini sih?" kekehnya sambil menghapus air mata di pipi istrinya itu.
"Gue seneng, harapan gue terkabul."
"Lo udah lama ya suka sama gue?"
"Belum begitu sih. Cuma gue punya keinginan dari dulu kalo gue pingin nikah sekali seumur hidup. Makanya setiap hari gue selalu usaha buat numbuhin perasaan ke lo, tapi sayangnya waktu itu perjuangan gue sendirian." Mendengar itu Julian tersenyum lebar. Ia juga mengelus kepala Jihan dengan sayang.
"Sekarang perjuangan lo nggak sendiri kok. Gue bakal nemenin lo menumbuhkan rasa di hati kita satu sama lain," jeda cowok itu beberapa saat. Ia menoleh kedepan ternyata rambu lalu lintas sudah berganti warna menjadi hijau.
"Mau nggak lo jadi pacar gue dan memulai semuanya dari awal sama gue?" sambungnya.
Jihan mengerjapkan matanya beberapa kali. Sungguh ia masih sedikit terkejut dengan kondisi yang menurutnya tiba-tiba ini.
"Kita kan udah nikah, kenapa malah ngajaki pacaran?" tanya Jihan bingung.
"Ya emang. Tapi menurut gue, tahap menumbuhkan rasa diantara kita ya dengan cara pacaran. Kita bisa saling mengenal lebih jauh antara diri kita masing-masing," jelas Julian yang beberapa kali menoleh kearah Jihan dan juga kearah jalanan.
"Jadi lo mau atau nggak?" Tanpa penolakan, Jihan langsung mengangguk cepat sebagai balasannya.
Tak terasa mobil mereka telah memasuki kawasan rumah Julian. Cowok itu segera memberhentikan mobilnya tepat di garasi setelah satpam rumahnya membukakan pagar rumah untuknya.
Setelah mematikan mesin mobil, Jihan dan Julian langsung keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.
"Kalian dari mana?" tanya Jasmine saat mereka berdua melewati ruang keluarga. Wanita paruh baya itu tengah duduk dikursi rodanya sambil melihat tayangan sinetron ditelevisi.
"Dari rumah orang tuanya Jihan,Bun. Tadi pulang sekolah Jihan pergi kesana, jadi Julian jemput dia dulu," jelas Julian. "Yaudah aku sama Jihan masuk ke kamar dulu ya, Bun. Mau bersih-bersih."
Setelah mengatakan itu, Julian langsung menggandeng tangan Jihan dan mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai atas.
"Aku dulu apa kamu dulu yang mandi?" tanya Julian setelah memasuki kamar dan menyimpan tas, sekolahnya pada meja belajar miliknya.
Jihan mengerjapkan matanya heran. Julian mengganti kosa katanya menjadi aku kamu dengannya. "Aku kamu?" beo gadis itu.
"Kenapa emang? Aneh ya?"
"Ya nggak aneh sih." Jihan menggaruk pelipisnya yang tak gatal, ia juga memberikan senyum canggungnya.
"Cuma baru pertama kali aja dengernya," sambungnya.
"Ya aku rasa mengubah kosa kata diantara kita itu perlu, agar tujuan kita buat saling mengenal dan membuka hati lebih mudah dan nyaman," papar Julian. "Oh iya, jadinya yang mandi siapa dulu? Aku atau kamu?"
"Aku dulu aja deh. Muka sama badanku udah lengket banget." Jihan langsung mengambil handuk di jemuran yang letaknya di pojok, dekat dengan pintu kamar mandi. Ia juga sudah mengambil baju ganti sekalian karena ia sudah biasa mengganti pakaiannya di kamar mandi. Setelah itu, ia langsung masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual mandi yang biasa ia lakukan.
Tak sampai setengah jam, Jihan sudah keluar dari kamar mandi sudah lengkap dengan baju baby doll-nya. Rambutnya pun tak basah, hanya ia gulung saja.
"Udah selesai," celetuk Jihan yang membuat Julian yang tengah bermain ponsel dengan bersandar di kepala ranjang pun menoleh.
"Kamu mandi sana, mau aku siapin bajunya?" Julian menggeleng dan malah berjalan kearah Jihan. Cowok itu melepas rol rambut yang melekat di poni gadis itu dan merapikannya dengan jarinya.
Tentu saja hal itu membuat Jihan tertegun kaku dengan tingkah Julian yang menurutnya tiba-tiba itu. Ditambah dengan senyuman cowok itu yang semakin tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
"Nggak usah. Aku siapin sendiri aja." Setelah mengatakan itu, Julian mencubit pipi kiri Jihan dengan gemas dan langsung masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Jihan yang terpatung-patung.
"Heh! Lo ngapain bengong gitu, mau latihan jadi patung?" celetuk seseorang yang tiba-tiba sudah masuk ke kamarnya dan berada dihadapannya. Siapa lagi dalangnya kalau bukan Julio.
Jihan mengerjapkan matanya dan berdecak setelahnya saat tau ternyata Julio yang menganggetkannya.
"Ngapain sih lo kesini?!" tanya Jihan pedas sambil berjalan menuju meja riasnya dan menyisir rambutnya.
"Iseng." Jihan berdesis. Ia menaruh sisirnya kembali lalu menoleh dan menatap malas pada Julio.
"Nggak penting lo." Setelah mengatakan itu, Jihan langsung berjalan keluar kamar meninggalkan Julio dan Julian yang masih berada di kamar mandi. Tapi ternyata Julio mengekor padanya dan mulai menjajarkan langkahnya.
"Julian udah mutusin Jingga," ucap Jihan saat mereka berada dipertengahan tangga.
"SERIUS LO?! KAPAN?!"
Plak!
Jihan menabok lengan Julio dengan keras karena mulut cowok itu yang kerasnya ngalahin toa masjid di komplek mereka.
"Lambemu rak iso alon hah?!" (Mulutmu nggak bisa pelan hah?!) Jihan menatap tajam pada Julio yang dibalas cengiran dengan dua jari cowok itu yang membentuk huruf V tanda peace.
"Sorry sorry." Julio langsung ikut mendudukkan pantatnya disamping Jihan. Mereka tengah duduk di ayunan panjang yang letaknya di taman samping rumah. "Jadi gimana ceritanya Julian tiba-tiba mau mutusin Jingga?"
Jihan menceritakan semuanya. Dari saat ia yang meminta Julian membuka hati untuknya, lalu segala sikap manis yang tiba-tiba tanpa hujan ataupun badai Julian curahkan padanya, hingga tadi Julian menerima permintaannya untuk membuka hati untuknya dan malah memilih memutuskannya hubungannya dengan Jingga.
Sepanjang cerita, Julio begitu memperhatikan dan beberapa kali menggeleng pelan saat tau ternyata kembarannya itu memiliki sisi manis. Dan ia senang karena harapan Jihan akhirnya terkabul.
"Jadi akhirnya sekarang lo pacaran gitu sama Julian?" beo Julio yang diangguki oleh Jihan. "Ya yang kayak gue ceritain tadi."
"Keren lo," puji cowok itu.
Julio beranjak dari duduknya. "Gue masuk dulu. Mau ambil camilan." Setelah mengatakan itu dan tanpa mendapat balasan apapun dari Jihan, Julio langsung pergi begitu saja meninggalkan gadis itu.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Teen FictionRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...