34. Monthly Expenditure

1K 73 1
                                    

Julian tengah asik mendorong trolly belanjaan mengikuti gadis yang berstatus istrinya itu. Mereka tengah berada di rak perlengkapan mandi dan Jihan tengah asik memilih sabun mandi.

Tiba-tiba Julian terkekeh geli dengan pemikirannya sendiri. Iya, dia memiliki pemikiran aneh yang mungkin tak akan pernah ia pikirkan selama hidupnya ini.

"Astagfirullah!!!" pekik Jihan saat tiba-tiba Julian yang dari menggendongnya ala bridal style, lalu memasukkan tubuhnya ke dalam trolly belanjaan. Julian benar-benar merealisasikan pikiran anehnya itu.

"Gue udah umur 18. Kenapa dimasukin sini sih?" protes gadis itu dengan bibir mengerucut.

Julian tak menanggapi. Ia malah terkekeh dan mengelus sayang kepala Jihan.

"Ih turunin dong," protes Jihan sekali yang sama sekali tak ditanggapi oleh cowok itu yang malah berjalan ke arah belakang dan memegang pegangan trolly. 

Jihan berdecak kesal. Percuma. Cowok itu tak akan menurunkannya. Ia berusaha sendiri untuk turun tapi baru saja ia ingin melakukan itu, bahunya sudah ditarik kembali dari belakang. Ia menoleh, terlihat Julian tengah tersenyum geli.

Dalam detik selanjutnya, Julian melajukan trolly-nya dengan berlari membuat Jihan memekik kaget, "Asstagfirullah!!!" Bahkan Jihan beberapa kali menutup matanya saat Julian hampir menabrakkan trolly-nya pada rak-rak, bahkan beberapa kali hampir menabrak ibu-ibu yang tentu saja kena omelan. Tapi Julian sama sekali tak peduli dan tetap melajukannya tanpa mengurangi kecepatan. Jihan juga harus memegang kencang pada pinggiran trolly.

"Julian, pelan-pelan please. Gue takut."

"Lo tenang aja. Gue nggak akan biarin lo jatuh."

Ditengah rasa takutnya, hati Jihan menghangat atas ucapan yang ntah itu sadar atau tidak itu dari Julian. Tangan Jihan masih mencengkeram kuat pinggiran trolly, tapi kali ini gadis itu malah tertawa di tengah dorongan kencang dari Julian.

Bahkan Julian sesekali memutar-mutarkannya yang membuat Jihan semakin tertawa.

"Udah... Udah...  Yan. Capek," ucap Jihan dengan napas Senin-Kamis akibat tertawa. Julian menurut. Ia memberhentikannya di tempat yang tadi, depan rak sabun mandi.

Julian berdiri disampingnya dengan napas yang sama tengah ngos-ngosan. Bahkan ditengah dinginnya ac supermarket, Julian berkeringat.

"Gerah kan lu." Jihan memajukan wajahnya. Dan ntah inisiatif darimana, gadis itu malah meniup-niup wajah cowok itu yang bermaksud agar keringat yang ada di wajah Julian kering.

Julian terpaku. Bahkan hingga menahan nafas, matanya pun tak lepas dari wajah Jihan yang menurutnya lucu. Diam-diam ia tersenyum tipis. Bahkan hatinya ikut berdesir. Ada apa dengannya sekarang? Apa ia sudah benar-benar setuju oleh permintaan Jihan untuk membuka hatinya? Memberikan peluang pada gadis itu untuk bisa ia cintai?

Julian mengerjap matanya. Ia langsung memegang kedua bahu Jihan yang langsung membuat gadis itu menghentikan kegiatannya dan menatap dirinya. Mereka saling menatap dengan posisi yang tak berubah. Menyelami bola mata masing-masing.

Hingga detik berikutnya, Jihan langsung tersadar dan langsung mundur membuat pegangan tangan di bahunya terlepas. "Astagfirullah."

"Yan, turunin," sambung gadis itu guna menutupi kesalahtingkahannya. Adegan tatap saling menatap membuat jantung Jihan berdetak cepat. Jihan tak menampik itu semua.

"Udah lo diem-diem aja disitu. Lo tinggal bilang apa aja yang harus di beli, dan gue yang bakal ambilin."

"Gue berat. Masa lo dorong-dorong gue mulu. Tadi aja lo udah dorong gue sekenceng itu."

"Ngga apa-apa. Lo duduk diem aja." Julian mendekat kearah rak yang berjejer sabun aneka rasa, warna, dan merk. "Biasa beli yang mana?"

"Itu." Jihan menunjuk sabun berbungkus warna pink dengan aroma bunga.

"Satu aja?"

"5."

Julian hanya mengangguk dan segera menuruti keinginan istrinya itu. Lalu ia memasukannya pada trolly yang otomatis berada di pangkuan Jihan.

"Ini beli bahan makanan segar nggak?" tanya Julian sambil terus mendorong trolly.

"Nggak usah. Kalo bahan makanan segar biar bibi aja yang beli di pasar."

"Bilang aja biar murah."

"Nah tuh tau. Kita tuh harus nerapin prinsip ekonomi."

Julian menghela nafas dan memutar bola matanya malas. Pasrah. "Dasar cewek," cibirnya sambil terus mendorong trolly.

Setelah berkeliling supermarket dan trolly milik mereka pun telah penuh dengan belanjaan. Bahkan Jihan sampe tenggelam di barang belanjaan. Ia sudah beberapa kali merengek meminta Julian untuk menurunkannya. Tapi cowok itu tetap acuh tak peduli dengan rengekannya dan tetap terus mendorong trolly.

Bahkan sampe dibagian saat mereka mengantri di kasir, Jihan masih tenggelam di lautan barang belanjaan. Orang-orang sekitar juga sudah melihatnya dengan tatapan yang bermacam-macam. Rasanya Jihan ingin menghilangkan wajahnya.

Saat sampe pada giliran mereka, petugas kasir sedikit terkekeh melihatnya. Jihan mencebikkan bibirnya kesal, ia melipat tangannya juga di depan dada.

Saat sampai di barang terakhir, petugas kasir itu berceletuk, "ini Mbaknya mau ikut dibayar juga, Mas?"

Jihan mendelik kesal. Bisa-bisanya ia akan dihitung sebagai barang belanja juga. Dan yang lebih membuatnya kesal, Julian ikut tertawa mendengar celetukan kasir yang menurut Jihan menyebalkan itu.

"Turunin!" pinta Jihan tegas yang langsung diangguki Julian dengan masih sisa tawanya. Selucu itu kah dia?

Sambil menunggu cowok itu membayar, Jihan masih mempertahankan posisinya. Tangan terlipat di depan dada dengan tatapan permusuhan pada kasir itu. Ia tau niat kasir itu hanya becanda, tapi yang membuatnya kesal adalah ia menjadi tontonan lawakan orang-orang disekitar yang saat itu ada disekelilingnya.

Saat ia menoleh, ternyata Julian telah selesai dengan urusan bayar-membayar. Tanpa menunggu cowok itu berada disampingnya, Jihan langsung saja nyelonong gitu aja dengan tangan yang masih terlipat di depan dada dan bibir yang maju.

Julian yang ada dibelakang hanya geleng-geleng kepala saja. Takjub dengan tingkah gadis itu. Ia merasa surprise ternyata Jihan bisa ngambek juga seperti gadis-gadis lain. Lucu.

Dengan dua kantong kresek dikedua tangannya, Julian mengejar Jihan dengan langkah lebarnya. "Ngambek?"

"Nggak," jawab gadis itu ketus.

"Baru pertama lho gue tau dan liat lo ngambek gini," kekeh Julian. Tak ada tanggapan. Gadis itu masih diam dan terus melangkah tanpa memperhatikannya.

"Cuma karena gue masukin ke trolly belanjaan lo marah?" tanya Julian tak percaya. "Childish."

Jihan langsung menghentikan langkahnya setelah Julian mengatakan itu. Ia menatap tajam pada cowok itu. "Gue nggak marah karena trolly itu. Gue cuma nggak suka menjadi tontonan dan tertawaan. Cukup di sekolah gue kayak gitu, jadi tontonan, tertawaan, omongan nggak enak."

Oke sekarang Julian paham kenapa gadis ini marah. Marah karena ditertawakan saat di kasir tadi.

"Sorry."

Jihan menghela nafas beratnya dan menutup matanya sebentar. Ia membuka matanya kembali diiringi senyum yang tersungging. "Nggak apa-apa. Nggak masalah."

Senyum Jihan menular pada Julian. Mereka saling melemparkan senyum hangatnya. "Yaudah yuk balik." Setelah mengatakan itu, Julian langsung menggabungkan dua kantong kresek belanjaan itu pada satu tangannya. Lalu ia menggamit tangan Jihan, menggandengnya denga lembut.

Jihan sekarang sudah mulai membiasakan diri dengan sikap Julian yang kadang berubah-ubah. Tapi ia berharap jika sikap baik Julian ini tak akan berubah lagi seperti dulu.

Semoga lo selalu baik, Yan.

***

Fairahmadanti1211

Julian Untuk Jihan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang