13. Julian Cemburu?

1.6K 84 0
                                    

Hari Minggu yang cerah ini, seperti biasa seorang gadis bangun dari tidurnya. Ia beranjak dari tidurnya, meregangkan ototnya, dan mengambil kacamata yang berada diatas nakas yang tak jauh dari jangkauannya.

Jihan melirik Julian yang masih tertidur di atas ranjangnya. Ia sama sekali tak ada niat untuk membangunkan cowok itu, karena cowok itu sama sekali tak suka jika tidurnya terganggu. Jadi, ia memutuskan untuk pergi ke dapur dan membuat sarapan.

Bibi yang biasa bekerja disana memiliki jam kerja dari jam 9 pagi sampe jam 9 malam. Oleh sebab itu, Jihan harus membuat sarapan sendiri seperti yang dilakukan Jasmine setiap harinya.

Jihan membuka kulkas. Ia berpikir sarapan ini ia harus masak apa. Akhirnya ia memutuskan membuat roti sandwich isi daging dan telur. Ia mengambil 3 butir telur, 3 buah daging burger, selada, dan tomat. Ia juga mengambil seplastik roti yang ada di rak atas.

Jihan mengambil teflon, lalu menuangkan sedikit minyak yang akan ia gunakan untuk menggoreng telur. Di masing-masing piring ia sudah menyiapkan selembar roti.

Ia membuat telur mata sapi. Sambil menunggu telurnya matang, ia mencuci tomat dan selada lalu memotong-motongnya.

Saat telurnya sudah matang, ia menaruhnya pada lembar roti di piring pertama. Jihan mengulanginya hingga piring yang ketiga.

Setelah itu, ia menggoreng daging burger. Kali ini ia menggorengnya dengan margarin dan ia menggorengnya secara sekaligus.

Sambil menunggu matang, ia memotong tomat dan selada lalu ia taruh diatas telur mata sapi yang tadi di setiap rotinya. Ia begitu terampil dalam memasak. Ia juga bersih dalam pengerjaannya.

Setelah matang dagingnya, ia menumpuknya jadi satu diatas selada, tomat, telur, dan roti tadi. Ia juga menambahkan saus dan mayonise, lalu menutupnya lagi dengan selembar roti.

Tak lupa ia juga sudah menyiapkan 3 gelas susu untuk sarapannya, suaminya, dan adik iparnya. Sungguh sangat gadis yang baik dan idaman bukan, tapi kenapa hati Julian masih saja belum bisa menerima kehadiran dirinya.

Jihan sudah selesai menata meja makan. Detik berikutnya, sosok cowok dengan rambut acak-acakan dan muka bantal khas orang bangun tidur memasuki ruang makan. Jihan menyunggingkan senyumnya untuk menyapa cowok itu.

"Sarapannya udah gue siapin, Yan," seru Jihan pada cowok yang dipanggil 'Yan'.  Siapa lagi tak lain dan tak bukan adalah Julian.

"Hmm." Julian melengos begitu saja dan langsung duduk di kursi yang biasa yang gunakan, disebelahnya. Senyum Jihan masih tersungging walaupun ia mendapatkan jawaban acuh dari suaminya.

"Wah kayaknya enak," celetuk pemuda yang membuat atensi Jihan beralih. "Lo tadi bangun jam berapa sampe bisa nyiapin sarapan gini?" tanya pemuda itu lagi sambil nenarik kursi dan mendaratkan pantatnya disana tepat dihadapan gadis itu.

"Jam 5 an kayaknya deh, Yo, soalnya tadi gue juga nggak begitu perhatiin jam."

"Oh ya tangan lo gimana?" tanya Julio sambil menarik tangan Jihan yang saat itu berada di atas meja tanpa ijin. Hal itu semua tak lepas dari pandangan sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan.

Jihan hanya diam, membiarkan tanganya di periksa oleh Julio. Ia bahkan tak sadar jika Julian saat ini berganti menatapnya dengan tajam.

"Masih sakit nggak ini kalo dipegang gini?" Suara Julio kembali terdengar setelah tadi cowok itu asik meneliti tangan Jihan.

Jihan menggeleng. "Nggak sih. Tapi kalo digerakin masih perih dikit."

"Yaudah nanti kalo habis mandi diobatin lagi."

"Kalo makan tuh makan aja, nggak usah sambil ngomong," sindir orang yang berada di sebelah Jihan yang membuat gadis itu dan cowok dihadapannya itu menoleh. Jihan pun buru-buru menarik tangannya kembali.

"Ngapa? Lo cemburu? Lo udah suka ma Jihan?" ledek Julio.

"Bacot," singkat Julian yang selanjutnya melanjutkan makannya dengan tenang tanpa mendengarkan cibiran dari mulut kembarannya itu.

***

Setelah mencuci piring bekas sarapan mereka tadi, Jihan kembali memasuki kamar. Ia berniat untuk mandi, tapi baru saja diambang pintu ia sudah dibuat heran dengan penampilan Julian yang terlihat sudah rapi.

"Mau kemana?" tanya Jihan.

"Bukan urusan lo." Setelah mengatakan dengan sinis kepada Jihan, ia langsung pergi begitu saja melewati Jihan. Sedangkan gadis itu, ia hanya bisa menatap punggung Julian yang semakin lama semakin menghilang sambil menghela nafas pasrah.

Ia berbalik menuju niat awalnya, kamar mandi. Ia akan mandi untuk menyegarkan tubuhnya setelah itu mengobati lukanya.

Ditempat lain, Julian memakirkan motornya disebuah rumah berlantai dua dengan pagar putih. Ia turun dari motornya dan berjalan menuju pintu utama rumah itu. Ia memencet bel rumah, tak lama wanita paruh baya muncul.

"Lho Julian? Kamu sendirian? Jihan mana?" tanya Iren beruntun.

"Iya, Mah. Jihan di rumah, tangannya lagi sakit katanya. Habis kena air panas," alibi Julian. Padahal semua musibah yang dialami Jihan kemarin adalah karena Jingga dan dirinya. Semua yang ia lakukan itu untuk membuat Jihan tak betah menjadi istrinya dan menceraikannya.

"Oalah, nanti Mama telfon Jihan buat mastiin keadaannya. Terus kamu kesini ngapain?" tanya Iren lagi yang membuat Julian tergagap. Tak mungkin bukan jika ia mengatakan sebenarnya jika ia kesini untuk menjemput Jingga dan mengajak gadis itu untuk menikmati hari Minggu berdua.

"Julian kesini aku yang minta, Mah." Suara dari dalam menginterupsi membuat Julian diam-diam menghembuskan nafas lega.

Seorang gadis cantik dengan menggunakan dress tosca floral dan sling bag yang ada dibahu kirinya kini tengah berjalan menghampiri mereka. "Aku minta Julian buat anterin aku kerja kelompok di rumah temen."

Iren memukul pelan lengan putri bungsunya itu. "Kamu tuh ngerepotin aja. Kenapa nggak naik taksi aja sih?"

"Jingga nggak ngerepotin kok, Mah. Lagian juga aku lagi free hari ini jadi nggak papa kok," sahut Julian.

"Tuh, Juliannya aja nggak papa kok, Mah," ucap Jingga percaya diri karena habis mendapat pembelaan dari Julian.

"Yaudah deh, kalian boleh pergi." Iren beralih menatap Julian. "Kamu naik motornya hati-hati,ya."

Julian mengangguk patuh. "Iya, Mah."

Setelah itu, Julian menyalami tangan Iren dan hal itu diikuti oleh Jingga. Cowok itu berjalan menuju motornya dan Jingga mengekor mengikutinya.

Setelah mereka naik dan Julian menghidupkan motornya, ia melajukan motornya meninggalkan kawasan rumah Jingga dan membelah jalanan kota.

Julian membuka kaca helm fullface nya. "Ini kita mau kemana?" tanyanya sedikit keras karena keadaan jalanan yang rame dan bising.

Jingga sedikit memajukan tubuhnya agar ia dapat mendengar apa yang ia ucapkan dan cowok itupun juga dengar apa yang katakan. "Ke timezone aja yuk, keknya asik deh," balasnya juga dengan suara keras.

Julian mengangguk dan menutup kaca helm fullfacenya kembali. Sekarang ia melajukan motor sesuai dengan tujuan yang akan mereka tuju, yaitu timezone yang letaknya pasti berada di dalam mall.

***

Fairahmadanti1211

Julian Untuk Jihan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang