Operasi Jasmine berhasil, tapi sayang keadaannya masih kritis dan harus kembali masuk ke dalam ICU. Tapi menurut dokter, keadaan Jasmine walaupun masih kritis tapi tergolong stabil. Setidaknya hal itu bisa membuat Jihan, Julian, maupun Julio bisa sedikit bernafas lega.
Sekarang mereka bertiga tengah berada di kantin rumah sakit untuk menikmati makan malam. Di tengah kegiatan makan mereka, Julian sibuk dengan ponselnya dengan sesekali menyuap makanan ke mulutnya. Bahkan sesekali cowok itu tersenyum. Bisa ditebak jika Julian tengan ber-chatting ria dengan Jingga.
"Ayah sama Bunda bisa nggak dipindahin ke Jogja," usul Jihan yang membuat kedua cowok yang di meja itu menatapnya meminta penjelasan lebih lanjut. "Ya biar kita lebih gampang gitu jaganya, kita juga bisa sambil sekolah."
"Gue setuju sih usul Jihan. Lebih nyaman dan fleksibel gitu," setuju Julio.
Julian meletakkan ponselnya keatas meja, menopang dagunya dan menatap dua orang yang didepannya itu dengan serius. "Usulnya bener menurut gue. Tapi gue nanti coba konsultasi dulu sama dokter soal keadaan Bunda yang udah bisa dipindahkan atau belum. Kalau Ayah mah gue udah nebak pasti bisa."
Mereka berdua mengangguk setuju.
"Pricilla masih suka chat lo dan nanya yang susah nggak?" tanya Julio pada Jihan.
"Ada, paling cuma nitip oleh-oleh aja sih. Tapi disaat kayak gini mana sempat beli oleh-oleh, jalan-jalan aja nggak kesampaian."
"Ngomong kalo nggak jalan-jalan disini gitu?!" Julio menunjuk tepat di depan wajah Jihan. "Kemarin yang sama Julian belanja baju apaan hah?!"
Jihan menepis telunjuk cowok itu dengan kasar. "Nggak usah nunjuk bambang. Itu gue jalan karena keperluan. Emang lo mau telanjang selama disini?! Terus lo disini dengan pakaian bersih kayak gini kalo bukan berkat gue terus siapa hah?!" Ia menatap Julio dengan kesal.
Julian sama sekali tak terusik dengan pertengkaran diatara dua manusia itu. Ia masih tenang dengan makanan dan ponselnya.
"Ya tapi kan tetep aja itu namanya jalan-jalan. Mana nggak ngajak gue lagi," sungut cowok itu.
"Dibilangin daritadi kalo gue nggak jalan-jalan ish."
"Lo tuh jalan-jalan!"
"Nggak!"
"Iya!"
Ting
Julian meletakkan sendok beserta garpunya pada piring dengan kasar lalu menatap kedua orang itu dengan dingin. Ia harus menegurnya, lama-kelamaan perdebatan unfaedah diantara mereka mulai mengusik ketenangannya.
"Kalian bisa makan dengan tenang dan hikmat nggak?" ucapnya dingin yang langsung membuat Jihan dan Julio mengangguk cepat. Mereka juga menutup mulut dengan rapat, tak ada lagi perdebatan tak bermutu diantara mereka. Baik Jihan, Julio, ataupun Julian melanjutkan makan dengan tenang senyap. Bahkan Julian juga sudah mulai fokus pada makanan tanpa terbagi lagi atensinya dengan ponselnya.
***
Jihan sedang duduk di bangku taman rumah sakit sendirian menatap kolam ikan dihadapannya. Padahal keadaan bagian taman yang sedang ia duduki itu termasuk gelap tak ada penerangan yang berada disekitarnya. Tapi hal itu tak membuatnya takut sama sekali. Ia mendongak, melihat bulan yang sedang bulat sempurna malam ini, bahkan ada beberapa bintang yang nampak juga malam ini. Langit sedang terang.
"Ngapain disini?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk bersebelahnya. Tantu saja saat ada suara yang mengajaknya berbicara secara otomatis membuatnya menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
أدب المراهقينRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...