"Kata orang setiap pertemuan ada perpisahan tapi bagi aku gaboleh ada perpisahan woy! kamu masih ngutang odading!"
-Lavenda.ʕ•ε•ʔ.
.
.
.Sore itu seorang pria paruh baya beserta kedua anak terkutuknya sedang berkumpul di ruang tengah. Tujuannya sederhana, Ia ingin menghabiskan waktu bersama kedua putranya dihari minggu tanpa gangguan pekerjaan yang seolah tak ada habisnya juga menghibur putra sulungnya yang seperti tidak punya semangat hidup. Ditya mengajak kedua putranya untuk bermain game online bersama tetapi sepertinya hanya Sadewa yang bersemangat. Nakula ikut bermain, namun tidak ada raut apapun disana. Posisinya, Ditya duduk disofa kebanggaannya, Nakula menghabiskan tempat dengan rebahan disofa dan Sadewa yang duduk dilantai.
Mereka tergabung dalam satu tim. Sadewa yang berperan sebagai fighter dengan semangat membunuh para musuh sedangkan Ditya mengikutinya dari belakang dan Nakula hanya berputar tidak jelas bak tidak punya tujuan hidup sama seperti dirinya didunia nyata.
Raut kesal seolah siap membunuh siapa saja yang mengganggunya tercetak jelas diwajah Sadewa saat tiba-tiba mendapatkan panggilan dari seseorang. Tanpa melihat siapa yang memanggilnya, Ia langsung menjawab dengan suara tinggi.
"Apasih anjeng?! gue hampir dapet savage sialan!"
"Oh yaudah maaf gue matiin ya?"
Mata Sadewa melebar saat mendengar suara yang tidak asing ditelinganya. Suara yang Ia rindukan sejak berpisah selama satu hari lamanya. Untuk memastikan, Sadewa melihat layar ponselnya dan itu benar-benar orang yang Ia rindukan. Galena. Saking senangnya, Ia tanpa sadar ikut mendudukkan dirinya disofa tanpa perduli kaki kakaknya yang Ia duduki.
"Eh jangan! aku gapapa kok, kenapa?" tanya Sadewa lembut mengabaikan Papa dan sang kakak yang memandangnya jijik."Gapapa, gue lagi pengen denger suara lo aja."
Sadewa memekik tertahan mendengar jawaban Galena. Secara tidak langsung gadis itu berkata jika Ia merindukan suaranya. Sadewa serasa diterbangkan kelangit ketujuh. Senyumannya kian melebar disetiap detiknya Ia bahkan merebahkan tubuhnya diatas tubuh Nakula dengan kaki yang menendang-nendang keudara.
"Kangen bilang bos! mau aku nyanyiin apa? lingsir wengi? nina bobo? abdi teh? atau lagu pemujaan setan lainnya?" tanya Sadewa semangat.
Kekehan kecil yang bagaikan lullaby indah mengalun lembut ditelinga Sadewa. Hanya kekehan kecil namun mampu membuat Sadewa melayangkan beberapa bogeman didada Nakula untuk menyalurkan rasa salah tingkahnya. Sedangkan Ditya yang melihat itu hanya meringis pelan. Itu pasti sakit karena suara yang ditimbulkan cukup besar tapi yang dipukul hanya memejamkan matanya.
"Hai, capek yah Kul? sama kok Papa juga" Ditya berucap miris seraya mengelus surai putra pertamanya.
Sadewa yang baru menyadari posisinya saat ini segera mendudukkan diri dilantai lagi. Ia juga meringis pelan mengingat perlakuannya tadi. Sekarang keadaan berbeda, Nakula lebih pasrah dengan hidupnya tanpa Naura. Sadewa kan merasa tidak puas jika membunuh seseorang yang memang sudah tidak punya semangat hidup.
"Maaf Kul gue ga sengaja sumpah dah! lo jangan mati dulu dong woy!" mohon Sadewa panik saat melihat kakaknya hanya diam memejamkan mata. Ia memperhatikan dada Nakula kemudian menghela napas lega saat dada kakaknya masih terlihat naik turun.
"Kak Nakula kenapa?" tanya Galena saat mendengar nada panik Sadewa.
"Ga kok gapapa. Bentar Gal, aku mau memberi cahaya surga ke Nakula dulu"

KAMU SEDANG MEMBACA
Big Baby
Teen FictionBagaimana jadinya jika gadis manis nan manja mendapat musibah cowok badboy tapi hanya manja padanya? sungguh itu adalah mimpi buruk karena itulah yang dirasakan Naura sekarang. . . . "Naura! Nakula mau coklat itu..." "Ck. untung sayang" . . . [Tee...