Please play mulmed dulu sebelum baca ya!
ʕ•ε•ʔ
.
.
.Dibawah langit malam dan diatas rumput taman, gadis itu duduk seraya menghadap ke sungai didepannya.
Menangis tersedu-sedu, mengabaikan tatapan aneh orang-orang yang melihatnya. Gadis itu tidak peduli. Tidak ada yang mengenalnya disini. Ia bisa bebas berekspresi tanpa menggunakan topeng wajah bahagia yang selalu membuatnya tersiksa.
Kepala Naura mengadah ke atas. Menatap langit yang tampak mendung.
Tangisannya belum berhenti. Bagaimanapun hatinya adalah ciptaan Tuhan yang tidak bisa Ia atur kekuatannya. Hatinya juga bisa sakit tapi tidak ada yang peduli dengan hal itu.
"Mi... Pasti Mami bahagia di Surga sana.. Naura engga Mi. Disini Papah benci banget sama Naura. Papah tadi buang aku Mi.. Parah banget kan?
Naura dikejar orang gila abis itu hampir dilecehin sama om-om.Naura cape Mi... Naura cape disakitin terus sama Papah tapi aku tetep ga bisa benci Papah... Aku boleh nyerah aja ga Mi?" ujar Naura disela tangisnya.
"Ra?"
Naura mengenal suara itu tapi Ia memilih membuang muka. Hatinya masih sakit akibat bentakan yang diberikan Gibran padanya.
Gibran ikut duduk disamping adiknya yang terlihat kacau. Ia lega adiknya tidak melakukan tindakan bodoh, tapi hatinya terasa diremas saat mendengar ucapan Naura tadi. Adiknya memendam beban seberat itu sendiri selama ini.
"Maafin kakak Ra," ujar Gibran tapi Naura masih tidak mau menatapnya.
"Kakak ga maksud ngebentak kamu, Kakak cuma ga pengen kamu mancing amarah papah dan berakhir pakai pisau kayak kemaren-kemaren" ujar Gibran namun Naura masih bergeming. Tangisnya sudah reda dan menyisakan isakan-isakan kecil saja.
"Jangan nyerah ya Ra? inget seberapa besarnya pengorbanan Mami buat kamu. Inget Kakak yang selalu kamu repotin. Inget Chilla yang selalu kamu lindungin. Semuanya butuh kamu Ra..." ujar Gibran.
Tangis Naura kembali pecah. Gadis itu menubruk dada bidang Gibran dan menumpahkan tangisannya disana. Mengungkapkan semua yang dirasakannya melalui tangisan pilu yang membuat siapapun ikut merasakan sakit ketika mendengarnya.
"P..Papah kenapa benci Yura? salah Yura apa?" racau Naura sedangkan Gibran mengelus rambut gadis itu untuk memberi ketenangan.
Tanpa diketahui Naura, Gibran diam-diam juga meneteskan air matanya. Selama ini Ia hanya melarang adiknya untuk dekat dengan laki-laki agar terhindar dari patah hati. Namun patah hati terbesar seorang Naura justru karena Ayahnya sendiri. Sungguh Gibran telah merasa gagal menjaga adiknya.
Tangisan Naura sudah berhenti dan kini hanya isakan-isakan kecil yang terdengar.
Gibran mengurai pelukannya lalu menghapus jejak air mata dipipi adiknya.
"Kalau kamu lelah istirahat, jangan nyerah Ra. Kakak butuh kamu. Jangan tinggalin kakak ya?" ucap Gibran.
"Kak Gib... Yura takut... takut waktu Ka Gib ga percaya sama Yura.. Cuma Ka Gib tumpuan aku. Aku gapunya siapa-siapa lagi selain Kakak" ucap Naura dengan suara seraknya.
Mata Gibran memanas. Sungguh tidak seharusnya Ia membentak Naura tadi. Hati adiknya sedang rapuh dan Gibran malah menambah rasa sakitnya.
"Maafin kakak Ra, Kakak percaya sama kamu. Kamu boleh nyerah saat kakak ga percaya sama kamu. Dan itu gaakan pernah terjadi" ujar Gibran kembali menarik Naura ke pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Baby
Teen FictionBagaimana jadinya jika gadis manis nan manja mendapat musibah cowok badboy tapi hanya manja padanya? sungguh itu adalah mimpi buruk karena itulah yang dirasakan Naura sekarang. . . . "Naura! Nakula mau coklat itu..." "Ck. untung sayang" . . . [Tee...