Kemaren pen Naura meninggoy sekarang dah ku bunuh malah ga mao. Sebenarnya mau kalian apah? //nada ternistakan-Istri Haruto
.ʕ•ε•ʔ.
..
.
Gibran mengedarkan pandangannya keseluruh sudut kamar mendiang adiknya. Kamar yang dulu biasa Ia kunjungi setiap malam untuk sekedar memastikan Naura sudah tidur atau belum, kini hanya menyisakan kehampaan. Tidak akan ada lagi tawa ceria ataupun suara berisik Naura saat bernyanyi dikamar mandi.
Mata pemuda itu terpaku pada deretan boneka yang ada disana, lebih tepatnya pada sebuah boneka panda berukuran besar. Boneka itu adalah pemberiannya untuk Naura dari hasil tabungannya saat mereka baru duduk di bangku sekolah dasar.
Diepeluknya boneka itu pelan seolah takut jika boneka itu akan rusak dibuatnya. Air matanya kembali mengalir saat aroma bunga mawar khas Naura masuk ke indra penciumannya dan bertambah deras saat mengingat masa kecilnya bersama Naura. Dulu Gibran adalah seorang kakak laki-laki yang sangat menyayangi adik perempuannya. Selalu sabar menghadapi tingkah ajaib Naura dan selalu melindungi adiknya setiap waktu.
Namun semua itu berubah saat dirinya dibutakan oleh cinta yang bahkan Gibran sendiripun tidak yakin dengan ketulusan cintanya. Ia hanya berusaha memperbaiki kesalahannya di masa lalu sehingga tanpa sadar Ia melupakan hal terpenting dalam hidupnya yaitu Naura. Tak hanya melupakan, Ia bahkan bersikap kasar pada adiknya karena pemuda itu terlanjur dibutakan sehingga tidak mau mendengarkan dari segala sisi dan langsung menyimpulkan apa yang dianggapnya benar.
Kini yang bisa Gibran lakukan hanyalah menyesali sikapnya selama ini. Ia bahkan tidak berada disisi Naura saat gadis itu menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Perkataan adiknya waktu itu menjadi kenyataan. Sekarang raganya telah menjadi abu dan telah kembali menyatu dengan alam.
Adiknya telah pergi. Sekarang tidak akan ada lagi Naura yang selalu ceria, selalu tersenyum, selalu bergantung padanya, selalu mengkhawatirkannya dan selalu mengobati Gibran dikala Ia terluka. Gadis itu selalu ada disisinya saat Ia terpuruk namun dengan teganya Ia meninggalkan Naura disaat adiknya butuh pertolongan.
"Bang Gib mau pergi kan? kalau gitu hati-hati ya... jaga kesehatan, jangan suka berantem... di Jepang ga ada yang bisa ngobatin bang Gib. Sempetin buat nengok adek gatau diri ini minimal setahun sekali. Siapa tau Yura udah jadi abu"
Tatapan Gibran kosong walaupun air mata tetap mengalir deras saat perkataan Naura terngiang-ngiang dikepalanya. Perkataan lirih yang ternyata menjadi pesan terakhir Naura untuknya. Ia ingin marah namun Gibran sadar, dirinya jugalah yang membuat adiknya pergi.
"Kamu boleh nyerah saat kakak ga percaya sama kamu. Dan itu gaakan pernah terjadi"
Gibran menangis dalam diam saat mengingat kata yang pernah Ia ucapkan pada Naura. Ia telah gagal menepati janjinya sendiri. Adiknya sudah merasakan kesedihan saat Ia masih sangat kecil. Yang harusnya Gibran lakukan adalah tetap berada disisi Naura bukan malah menambah kesedihannya.
"Makasih udah mau jadi abangnya Naura. Apapun yang terjadi setelah ini jangan pernah nyalahin diri sendiri. Naura sayang Bang Gib... maaf gabisa nganter kebandara. Naura capek mau istirahat"
"Gue ga bisa Ra..." lirih Gibran. Ia tidak bisa untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri karena bagaimanapun Ia jugalah yang membuat adiknya pergi.
.ʕ•ε•ʔ.
Ditya dan Sadewa menatap khawatir pada pintu kamar Nakula yang selalu tertutup rapat. Sudah dua hari setelah kepergian Naura, pemuda itu selalu mengurung diri dikamar. Selama dua hari pula kegiatan yang dilakukannya hanya menangis dan hanya akan berhenti saat dirinya lelah. Makanan yang diantar kekamarnyapun selalu Ia acuhkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Big Baby
Teen FictionBagaimana jadinya jika gadis manis nan manja mendapat musibah cowok badboy tapi hanya manja padanya? sungguh itu adalah mimpi buruk karena itulah yang dirasakan Naura sekarang. . . . "Naura! Nakula mau coklat itu..." "Ck. untung sayang" . . . [Tee...