42 | You Never Know ( II )

1K 93 0
                                    

Love can sometimes be magic.
But magic can sametimes just be an illusion.

🍃

Bertha berdiri merapat di tembok, sesekali kepala Bertha kecil menengok ke arah ruang keluarga. Dia tidak berani bergabung disana, boro boro mau melangkah keluar dari persembunyiannya saja Bertha kecil tidak Berani.

Bertha menengok sedikit, lantas matanya melebar. Saat matanya menangkap sepasang Berbie yang keliatanya masih baru di pegang oleh kakak kembarannya, Annaya. Bertha tetap pada posisi menatap boneka Berbie tersebut, sampai lupa posisinya saat ini sedang bersembunyi.

Elsi, mamahnya menatap tajam kepada Bertha tanpa di sadari oleh Bertha kecil. Dengan gerakan cepat, Elsi membujuk Anna untuk bermain di kamar. Anna, mengangguk dan dengan cepat kembali merapihkan mainan Anna dan berjalan menjauh dari sana. Membuat Bertha menatap Nanar.

Shanaya juga pengen.

🌻

"Naya, menurut kamu gaun yang cocok buat aku yang mana?"

Anna yang melihat Naya lewat di depannya seera menghentikannya. Dengan cepat tangannya menggenggam erat tangan Naya dan menariknya masuk kemarnya. Tetapi Naya kecil tetap berpijak, memberatkan badannya sendiri agar tidak terbawa.

"Naya gak mau!"

Anna tidak mendengarkan, kedua tangannya digunakan untuk menarik Naya yang mendadak menjadi sangat berat. "Cuman sebentar, Naya cepet."

"Naya gak mau, Anna. Jangan paksa."

Anna lagi lagi tak mendengarkan. Saat akan menarik lagi tangan Nayya, langkah Anna terpeleset membuat kepalanya jatuh terlebih dahulu menghantam lantai.

Anna menangis keras, dengan posisi yang masih tengkurap.

Naya mendekat, namun kalau cepat dengan langkah papa dan mamanya. Membuat Nayya kembali berpijak tetap. Netranya menatap papa nya yang segera membawa Anna yang menangis ke kamar.

Naya menunduk takut, saat Elsi lagi lagi menatapnya tajam. Mukanya telah memerah karrna terlalu takut dengan mata yang sudah berkaca kaca.

"Mama, tadi aku---"

Plak.

Tangan besar Elsi menampar pipi Gembul naya dengan keras membuat lebam merah tercetak jelas. Naya langsung menangis, dengan bibir yang berusaha untuk tidak menciptakan suara.

Elsi tidak bicara. Hanya tatapan tajamnya yang berbicara. Elsi mencengkram tangan Naya tajam, menyeret sampai beberapa kali Naya terjatuh namun tangisan Elsi hiraukan. Langkah panjangnya sampai di gudang, dengan sekali hentakan Naya di dorong masuk dan di kunci dari luar.

Naya menggedor gedor pintu dengan tangisan keras. "Mama, buka pintu. Itu bukan salah Naya. Kak An-na jatuh sendiri. Mama buka." tubuh Naya merosot.

Naya tidak mampu melihat apapun karena kegelapan. "Ma-m hiks, Naya nggak salah. Bu-kan Naya yang sa-lah."

"Mama!"

🌻

"Naya tolongin kakak!"

"Naya." Teriak Anna, dengan napas tersenggal.

Naya yang bersembunyi di balik pintu tak menghiraukan panggilan tersebut, tetapi semakin lama dibiarkan hati kecil Naya terluka. Dengan langkah pelan Naya mendekati ranjang king size Anna, tangannya dengan cepat menyodorkan obat yang terakhir kali dilihat Naya, selalu Anna minum.

"Ini, Anna."

Belun sempat Anna menerima gelas berisi air putih itu tertepis, membuat air tumpah tuah mengenai kaki Naya dengan pecahan kaca.

"Kamu apakan Anna!"

Naya tersentak, lantas mendongkang menatap Elsi yang kini ternyata menatap tajam. Namun ada kecemasan di balik mata tajam itu.

"Bu-kan Na-ya,"

"KAMU APAKAN ANNA," Elsi berteriak keras, membuat Papa dan kakaknya berdatangan memasuki kamar.

Naka yang melihat Anna kesulitan bernapas segera mengangkat tubuh kecil itu dan membawa lekas ke rumah sakit di susuk oleh Nabil kakak keduanya.

"KAMU!" tunjuk Elsi, lantas menjambak rambuk Naya dengan kasar membuat Naya mendongkang. "ANAK SIALAN, BERANI KAMU MENCELAKAI ANNAKU!"

Naya menatap Elsi dengan takut. "Ma-ma sa-kit,"

"INI GAK LEBIH SAKIT DARI APA YANG ANNAKU RASAKAN, SIALAN!" Elsi langsung melempar Naya ke dingding dengan keras, membuat kepala Naya terbentur mengeluarkan darah.

Naya meringis.

"Masih bisa kamu celakai Anna, hah!"

Naya menggeleng. Tangannya tanpa sadar menyentuh keningnya yang sakit.

"KALAU KAMU MASIH BERANI MENYAKITI ANNA DAN MENDEKATINYA. INGAT BAIK BAIK UCAPANKU, AKAN KU TENDANG KAU DARI RUMAH INI!"

🌻

"Nay, Naya!"

Nathan, kaka pertama Naya. Menepuk nepuk pipiadiknya dengan sedikit keras. Wajahnya menunjukan kekawatiran, saat sesampainya tiba di rumah dia tidak menemukan siapa siapa.

Naya membuka matanya perlahan, "Sa-kit." bibirnya menringis tertahan.

"Tahan sebentar, kita kerumah sakit!"

🌻

"Jalanin mobilnya Rey."

Reynand, sahabat Nathan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak bisa di pungkiri, dia juga menyimpan kekawatiran kepada Naya, seorang gadis kecil yang ia anggap adiknya sendiri.

Saat akan menghentikan mobil karena lampu merah. Mendadak rem mobil yang mereka tumpangi mendadak tidak berfungsi.

"Nath, rem-nya blong."

Nathan menggeleng, "Nggak mungkin tadi baik baik aja." Nathan memeluk Naya erat.

"Nath, ini nggak bisa dihentiin. Di depan lampu merah."

"Jangan Panik Rey, tenang."

"Nath➖"

Brak.

🌻
Note :

Reynand itu kakaknya Rayyan. Di chapter 25 ada sedikit cerita Rayyan, dan Reynand disebutkan.

GENESIS [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang