Jika kamu lelah, belajarlah untuk beristirahat. Bukan berhenti.
🍃
Keheningan terjadi setelah hampir beberapa menit lalu Thabina dan Arka kembali. Kepela mereka tertunduk, mereka➖Pamela, Arka, Vino, Rayyan dan Axel.
Semua tak disangka, bahkan mungkin tak percaya. Dalam pikiran mereka bersamyang, kenapa bisa? Kenapa bisa hal ini terjadi, terlebih tidak ada yang mengetahui. Sebenarnya kita ini dekat enggak sih? Apa cuman kita yang dekat tapi lo enggak. Lo tahu kita, tapi gak tahu lo. Seperti itulah kira kira hal hal yang berada dalam pemikiran mereka.
Bertha sadar.
Mereka tahu itu. Namun Bertha memilih memunggungi mereka dan kembali memejamkan mata.
Beberapa sudah mencoba untuk mendekat, mengajaknya bicara namun tak ada salah satu pun dari mereka yang direspon. Bertha tetap memejamkan mata walau mereka dengan jelas melihat airmata yang mengalur dari mata bertha yang tertutup. Mereka tahu Bertha menangis tanpa isakan, namun mereka tak memilih mendekat. Bukan tak ingin, tapi mereka tahu Bertha akan menolak rengkuhan mereka.
Thabina menatap sedih, bahkan mungkin semua orang yang ada di sana.
Mereka tetap seperti itu, mereka memiluh membisu. Sampai waktu semakin larut, dengan mereka yang mulai pergi satu persatu, walau sebenarnya langkah itu berat. Sampai yang tersisa hanya ...
Axel.
🌻🌻🌻
Axel berjalan pelan menghampiri Bertha yang masih memunggunginya. Duduk di sisi ranjang, dan mengusap punghung Bertha lembut, sampai punggung itu perlahan bergetar hebat. Entah sehancur apa Bertha saat ini, entah sesakit apa hidup yang Bertha hadapi, karena sesungguhnya tangisan Bertha ikut menghancurkannya.
"Kamu inget gak, waktu aku mau loncat di jembatan tempat sekarang kita tinggal? Dulu aku hancur banget, sampai di pikiran aku yang terbaik itu cuman mati. Aku lelah, badan aku sakit, batin aku capek, semuanya sempurna sampai kematian adalah jalan satu satunya. Tapi kamu dengan beraninya, teriak ke aku gini, "Lo pikir mati bisa nyelesaian masalah? " dulu aku marah banget sampai aku balas teriak sama kamu gini, "Lo gak tahu apapun soal gue, jadi jangan ikut campur."
Axel menatap ke depan mengingat satu dulu pertama kali bertemu. "Waktu itu aku gak terusik sama kamu, aku gak merduliin kamu, nganggap kamu gak ada, dan tetap ngelakuin tujuan aku di sana, yaitu bunuh diri. Tapi saat kamu bilang, "Justru karena gue gak tahu lo, gue gak tahu masalah lo, cuman mau bilang lo banci kalau sampai mati bunuh diri. Otot singa masa nyali kucing." dan saat juga aku membenarkan ucapan kamu. Aku nangis waktu itu, sumpah itu pengalaman paling memalukan di hidup aku. Tapi saat inget kamu yang jalan ngedeket ke arah aku, lalu meluk aku tiba tiba. Aku ngerasa aku punya seseorang yang akan peduli sama aku. Saat kamu ngusap lembut punggung aku, dan bilang "jangan ngelakuin hal bodoh, kamu gak sendiri. Kamu punya aku." di saat itu ngerasa aku benar bener punya rumah tempat aku pulang."
"Aku gila, sampai orang aku masukin aku ke rumah sakit jiwa. Aku gak punya temen, gak ada yang pernah nengok aku. Sampai aku rasa, 'buat apa sembuh toh aku gak punya siapa siapa' tapi saat itu aku salah. Setelah pertemuan kita saat itu, kamu yang selalu datang walau dulu aku nolak bicara, kamu nemenin aku, walau aku selalu beransur menjauh. Kamu yang selalu nyemangatin aku, saat aku sendiri nggak mau sembuh dan gak mau ngedenger apapun. Kamu yang dulu nyeloteh panjang lebar dan selalu bilang 'ada aku jangan ngerasa sendiri', walau dulu aku tetap gak ngerespon."
"Sampai suatu hari, kamu gak datang lagi. Aku kesepian, aku nyari kamu, aku nunggu kamu tapi kamu gak dateng dateng, saat itu kecemasanku kambuh, aku pikir kamu nggak akan pernah datang lagi. Dan itu bikin aku takut ..."
Axel menoleh menatap Bertha yang masih berbaring. "... Saat dua hari kemudian kamu datang lagi. Aku seneng banget saat itu dan langsung meluk kamu erat. Dan tanpa aku sadari aku bilang, "jangan pergi lagi, aku gak mau sendiri." dan kamu bener bener gak pergi. Kamu nemenin aku sampai aku sembuh. Perlakuan kamu selama ini, ngebuat aku janji sama diri aku sendiri,"
"Aku gak akan biarin orang nyakitin kamu, aku akan ngelindungin kamu sekuat yang aku bisa meski itu harus mertahun nyawa aku. Seberharga itu kamu dimata aku Sea."
"aku janji gak akan ngebiarin setetes pun air mata kamu jatuh, tapi aku sadar, sekarang aku gagal. Dan yang paling ngebuat aku sakit saat ini adalah kamu, ... Kamu yang sedikitpun enggak mau terbuka sama aku."
Axel menggeleng. "Tapi nggak papa, aku ngerti. Dulu kamu pernah bilang sama aku, "Kamu gak pernah sendiri." dan sekarang giliran aku ..."
"... Kamu nggak pernah sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...