Semua yang terjadi sekarang, baik dan buruk telah di tulis oleh takdir. Baik menerima atau tidak, baik yakin atau tidak, baik ikhlas atau tidak, semua akan tetap terjadi sesuai yang sudah tertulis. Kecuali kamu dapat merubah sendiri jalan hidupmu, begitu pun jalan takdirmu.
➖IchaRa_
~o0o~
Thabina bergerak gusar di bangkunya. Pandangannya terus terarah pada kaca jendela kelas, sesekali matanya memelirik ke arah pintu. Thabina menghela napas panjang, sudah perpindahan jam kedua tetapi Bertha tidak menampakan batang hidungnya sama sekali.
Sudah dua hari berlalu semenjak kejadian Linggar datang kekelasnya, Bertha hilang bak di telan bumi. Tidak ada pesan seperti biasa, semua hening. Ponsel Bertha yang mati membuat ia tidak bisa melacak keberadaan Bertha menggunakan gfs.
Hal itu membuat pembawaan Thabina yang acuh menjadi terlihat sangat gusar. Thabina yang biasa bertampang datar, kini menampakan raut khawatir yang nyata.
Pamela memerhatikan setiap gerakan yang Thabina buat. Mereka telah mendatangi tempat latihan tinju Bertha, tapi tak mendapatkan keberadaan Bertha disana. Vino mengatakan bahwa terakhir kali Bertha pergi ke tempatnya tiga hari yang lalu. Tepat ketika Bertha meninggalkan kantin dengan amarah, karena prihal Jessika.
"Rayyan Giovvano Adiksa." Absen bu Fatma, guru killer pelajaran matematika.
Rayyan mengangkat tangan.
"Shanaya Bertha Olesia."
Hening tak ada yang menjawab. Bu Fatma mengangkat wajah, matanya menatap bangku paling pojok di samping Thabina yang kini di tempati Pamela.
"Shanaya Bertha Olesia?" ulangnya lagi, namun tetap tak ada respon dari Pamela ataupun Thabina.
"Pamela Brianna."
Pamela mengangkat wajahnya, "Oh, ya."
"Kemana Shanaya?" kata bu Fatma, sambil membenarkan letak kacamatanya.
"Oh, itu. Bertha sakit bu!" kata Pamela dengan nada suara pelan, lantas kembali menundukan pandangan.
"Thabina Olisa binar."
Thabina bangkit dari duduknya, berjalan menuju pintu tanpa mengisi absen kejadiran. Seluruh pasang mata menatapnya begitu juga dengan Bu Fatma yang telah berdiri.
"Mau kemana kamu, Thabina?" kata bu Fatma sambil berkacak pinggang.
Thabina tak menjawab, Thabina hanya terus melangkahkan kakinya sampai menyentuh knop pintu.
"Thabina!" kata bu Fatma dengan suara tegas.
Thabina menghentikan langkah setelah pintu di depannya terbuka. Kepalanya menoleh dengan sinis kebelakang. "Bukan urusan anda!"
Brak.
Kelas menjadi hening saat setelah pintu itu di tutup dengan kencang dari luar. Bu Fatma mengelus dada terkejut, untung jantungnya sehat pikirnya.
"Bener-bener trouble maker." kata Althea di dalam hati, sambil menggelengkan kepala.
🌻🌻🌻
"Rayyan kamu bisa simpen bukunya dulu, sekarang waktunya kamu makan."
Rayyan mengangkat wajahnya, menatap Althea sang pelontar kalimat dengan senyum tipis. "Lo bisa duluan, nanggung."
"Nanti di kelas juga bisa kali Ray, lo itu udah pinter jadi santai aja." Gema menepuk nepuk punggung Rayyan, sedangkan Rayyan hanya terdiam tidak berniat menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Fiksi RemajaDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...