Rasa sakit tidak bisa dihindari. Tapi penderitaan adalah sebuah pilihan.
~o0o~
Vino menatap jam yang melingkar di tangan kirinya, pukul 07:58.vVino misuh misuh, matanya menatap sekitar parkiran namun tak ada tanda tanda bahwa kehadiran dari Berbiela akan tiba. Berbiela itu panggilan sayang yang sengaja Vino buat untuk ketiga cewek yang memang sering pergi bersama sama. Dimulai dari Bertha, Thabina dan Pamela, jadilah terbit nama Berbiela, Vino sangat cerdas bukan pikirnya.
Vino menoleh kesamping kanan, Bara berdiri di samping menggunakan pakaian yang sama dengannya. Setelah jas lengkap, mereka berdua memilih Dress code warna hitam dari pesta milik Althea.
"Ngomong ngomong, ketiga cewek itu kemana sih? Lama amat dandannya." kata Vino sambil mengecek Jam tangan lagi.
"Ya biasalah, namanya juga cewek. Pasti tadi sepulang sekolah langsung ngacir ke salon mereka." kata Bara sambil mengecek ponsel.
"Eh bar, ngomong ngomong cewek lo mana?" tanya Vino, Bara menatap Vino antusias.
"Belum sampe, namanya Bertha."
Vino memberenggut kesal." Bertha punya gue ya." sindirnya sambil menggeplak belakang kepala Bara.
"Bukannya lo cuman Ex-nya dia doang." Bara terkekeh saat melihat wajah masam Vino yang nampak jelas.
"Duuh, Lama banget sih itu ketiga mahluk!" seru Vino kesal, Vino berniat menelepon Bertha. Tapi tahu tahu Thabina dan Pamela keluar dari mobil dengan gaun putih yang sangat pas di tubuh ramping mereka.
Aura yang di pancarkan Thabina membuat semua cowok yang berada di parkiran menghentikan aktivitas mereka sejenak. Bukan apa apa Pamela malam ini juga sangat cantik, Namun Thabina lebih mengejutkan mereka. Malam ini Thabina menggunakan gaun putih yang mengekpos leher jengjang dan bahu kecilnya serta rambut yang biasa selalu diikat satu itu, diabiarkan teruray.
Thabina seperti biasa hanya bersikap santai, berjalan beriringan dengan pamela menghampiri kedua cowok yang sedang bengong di depannya.
"Hey." kata Pamela menyadarkan mereka, dan setelah itu mereka sibuk berdehem dan salah tingkah.
"Hai, Bi.Ng... Lo... Cantik," kata Vino mewakili perasaan semua orang. Thabina tersenyum, membuat semua orang makin meleleh.
Bagaimana tidak, Malam ini Thabina tampak manis dan sangat peminim. Biasanya kalau hari hari biasa seperti di kelas, Thabina sangat ketus, tomboy, dan akan menggeplak siapapun orang yang memanggilnya cantik. Terutama untuk kaum pria.
"Aku gak cantik gitu?" Pamela menunjuk dirinya sendiri sambil memberenggut kesal.
"Lo cantik mel." kata Bara menatap Pamela sejenak, lalu mengalihkan pandangannya menatap ponsel.
"Makasih," kata Pamela. "Hmmm... Bertha mana?"
"Lho? Kalian nggak bareng?" tanya Vino dan Pamela hanya menggeleng.
"Tadi sih katanya dia berangkat duluan, mau kesuatu tempat dulu," kata Pamela.
"Anak itu ...," kata Vino geram sendiri.
🌻🌻🌻
Althea memejamkan mata, mengucapkan semua harapannya di masa depan. Netra coklat gelap itu terbuka lantas meniup lilin di hadapannya sampai padam. Althea tersenyum saat membaca tulisan 'Happy sweet seventeen Althea', di atas kue ulang tahunnya. Tepuk tangan di sekitarnya membuat ia mengembangkan senyuman manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...