44 | Solitude ( II )

1K 95 0
                                    

Apabila suatu saat nanti aku bertemu tuhan, aku akan berkata padanya.
Bahwa hidup ini seperti secangkir copi yang tak pernah aku minta.

🍃

Arka menundukan kepala dengan raut sendu. Banyak hal yang terjadi pada Shasa-nya, namun Arka sama sekali dan membantu. Nyatanya orang yang Arka kira paling dekat dengannya, ternyata adalah orang yang paling jauh untuk dia gapai. Nyatanya orang yang lebih dulu mengulurkan tangan kepadanya, adalah orang yang juga tak menerima uluran tangannya.

Arka mengangkat kepalanya. Menatap dia.

Bertha tenggelam dalam lamunannya. Pandangannya lurus ke arah kaca jendela rumah sakit, wajahnya pucat. Sinar kehidupan terasa sirna, raut mata tajam yang biasa terpampang kini tak ada lagi yang ada hanya pandangan yang penuh kekosongan.

Airmata terus mengalir diwajah yang bagai patung itu, tanpa isakan. Namun menangis dalam diam jauh lebih menyakitkan kan?

Tiga hari berlalu sejak hari itu. Tidak ada yang istimewa. Bertha hanya terdiam kaku, dengan wajah kosong. Selama itu pula belum sepatah kata pun keluar dari mulut kecilnya. Bertha bagai raga tanpa jiwa. Raga nya ada di sini, tapi pikirannya jauh.

Thabina berjalan mendekat, tangannya menyentuh pundak Bertha. Namun Bertha tak repot repot harus menoleh. Thabina menghela napas panjang, keterdiaman Bertha adalah hal yang paling menyakitkan.

"Ber ..."

Bertha menggeleng pelan. Lantas memutar kursi rodanya dan menjauh dari Thabina.

Thabina menatap punggung kecil penuh beban itu dengan air mata yang tanpa sadar menetes.

"Sampai kapan lo mau pura pura kuat. Sampai kapan lo mau pura pura bisa berdiri sendiri. Sampai kapan lo mau terus terusan bilang baik baik aja, tapinyatanya enggak sama sekali. Lo terlihat menyedihkan Ber ..."

🌻🌻🌻

Arka berjalan pelan memasuki ruangan Bertha. Tangannya sedikit gemetar.

Arka meraih kursi roda yang di jalankan sendiri oleh Bertha. Arka memdorong kursi roda itu sampai dekat ranjang yang Bertha huni selama tiga hari ini.

Dengan sigap Arka menggendong Bertha Ala bridal style. Walau Bertha sama sekali tetap tidak meresponnya. Arka menurunkan Bertha dengan hati hati, menarik selimut sebatas dada.

Bertha memiringkan tubuhnya membelakangi Arka. Matanya perlahan ia tutup, guna mengundang rasa kantuk.

"Kamu udah tidur, Sha."

Bertha tak merespon.

"Aku gak tahu seberapa berat beban yang kamu bawa. Aku gak tahu seberapa kesakitan yang sembunyiin dari aku. Tapi kamu harus tahu, kamu nggak pernah sendiri. Kamu punya aku, kamu punya kita."

Arka berkata tanpa mengalihkan tatapannya dari punggung Bertha. 

"Sha, seperti hal nya kamu yang selalu ada buat aku. Aku pun begitu. Kita udah sama sama dari kecil bahkan dari saat orang tua aku ninggalin aku untuk kerja di luar negeri, kamu tetep nemenin aku."

"Sha, gak peduli seberapa banyak orang yang gak suka sama kamu. Nggak peduli seberapa buruknya kamu di mata orang lain. Nggak peduli seberapa banyak hal buruk yang  akan kamu lakuin. Aku disini. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Bahkan disaat kamu nolak aku dulu, itu bukan alasan buat aku pergi." kata Arka dengan senyum tulus. Tangannya mengusap punggung Bertha yang terlelap tenang. "Karena nyatanya ngelihat kamu ada di samping aku, ngelihat kamu bahagia. Itu udah lebih dari cukup."

Arka berjalan menjauh, namun saat sampai di dekat pintu. Arka menoleh ke belakang.
"Kamu bagaikan berlian di dalam lumpur. Semua orang menjauh karena beranggapan kamu itu menjijikan. Tapi kamu tapi tahu, aku salah satu orang yang beruntung, aku tahu kebaikannya walau sekalipun kamu menggunakan topeng terburuk."

Detik demi detik berlalu, menit telah berganti menjadi jam. Arka pergi benar benar pergi.

Bertha membuka matanya, tatapan kosongnya  mengarah tepat ke arah pintu.
"Seberapapun kamu coba buat nahan aku disini. Aku harus tetap pergi, karena disini bukan tempat aku."

🌻🌻🌻

GENESIS [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang