Aku pikir aku sudah mengenalmu dengan baik. Tetapi sekarang aku tahu, aku salah.
~o0o~
"Sebenarnya gue salah apa sama lo. Tolong hentiin permainan lo. Kalau gue ada salah gue minta maaf."
Nyaris seluruh murid Sma Brianna memenuhi isi lapangan pagi ini. Althea dan Bertha objek pertama mereka. Bertha yang berdiri angkuh. Dan Althea yang tertunduk dengan penampilan acak acakan. Bawah mata menghitam, bibir pucat serta seragam yang biasanya Rapih kini nampak tak tertata.
"Gue tahu gue salah. Tapi apa harus balasan lo sedalam ini."
Bertha nampak tidak berminat menatap Althea. Kedua tangannya bersidekap dengan kaki kanan yang di hentak hentakan.
"Tolong hentiin ini. Gue minta maaf kalau gue punya salah sama lo."
"Dari awal gue udah peringatin buat pergi dari sekolah ini atau balik ke orangtua lo yang diluar kota. Tapi elo gak ngedengerin gue kan, jadi nikmatin aja."
Althea semakin menenggelamkan wajahnya. Menutupi wajahnya yang menjadi tontonan.
"Kenapa lo lakuin ini ke gue. Bahkan dengan teganya lo ngancurin kaca kamar ngirim bunga yang di penuhi darah. Maksud lo apa?" Althea berusaha mempertahankan nada bicaranya agar tidak bergetar.
"Gue gak tahu. Karena itu bukan gue."
"Terus siapa?" Althea bertanya setlah mengangkat wajahnya. Menatap netra coklat terang yang menyorotnya tajam.
"Orang yang gak suka sama lo, atau bisa disebut benci sama lo."
"Bukannya itu lo. Lo orang yang gak suka sama gue bahkan saat pertama kali masuk sekolah."
Bertha tidak menjawab. Netra coklat terang milik Bertha menatap berisan siswa yang mengerumuni mereka. Seperti tidak ada hal yang penting Bertha hendak meninggalkan tempat itu sebelum tangan Althea mencengkramnya erat.
"Lo emang manusia terjahat yang udah gue kenal." katanya dengan mata yang sudah memerah.
Plak.
Suara tamparan yang tidak bisa dikatakan tidak pelan itu memenuhi area lapangan membuat kericuan berubah menjadi hening.
Bertha memegang pipi kanannya yang terkena tamparan. Kali ini netranya memandang Althea dengan tatapan tak terbaca terkesan datar.
"Lo punya hati gak sih. Kita sama sama manusia tapi lo merlakuin manusia lain kayak lo bukan manusia. Gue tanya salah gue apa? Tapi lo gak pernah jawab pertanyaan gue. Sialan."
Althea menunjuk tepat di depan muka Bertha. Bertha tidak berniat membalas dirinya hanya membuang muka.
"Gue males ngeladenin lo. Lebih baik lo pergi sekarang."
Althea semakin menyorot Bertha dengan netra yang memerah. "Gue gak akan pergi sebelum lo jawab pertanyaan gue. Apa alasan lo ngelakuin hal menjijik kayak gitu?"
"Apa alasan lo keliatan benci banget sama gue? Padahal gue gak pernah ngusik lo. Apa karena gue ngebantiin siswi yang lo buli di toilet?"
Bertha membuang muka. "Gue gak punya alasan!"
"Lo bener bener gak punya hati!"
Vega berjalan mendekati Althea. Bersama ketiga temannya. Vega menyorot Bertha dalam, namun tatapan itu tak berarti apa apa untuk Bertha.
"Gue tahu." kata Bertha sambil tersenyum menyeringai. Langkahnya perlahan mundur.
"Lo bener bener pembunuh sebenarnya Bertha. Cewek gak punya hati, lo bener bener pembunuh."
Bertha menghentikan langkahnya matanya menilik Vega tajam. Sebelum memilih berbalik menorobos kerumunan dan pergi.
"SEENGGANYA LO HARUS HENTIIN TERROR INI BERTHA!" Althea berteriak marah dengan airmata yang mengalir terus dipipi pucatnya.
"Semuanya gak akan pernah bisa berhenti, Althea."
Pamela berjalan dibelakang Thabina. Thabina menyorot Althea dengan tatapan tak terbaca. Tangannya bersedekap, dengan sorot mata tak lepas memandang sosok Althea.
"Orang yang lo sebut cewek tanpa hati itu orang yang mau ngebantu lo. Tapi ternyata Bertha salah ngebantu orang yang emang gak mau dibantu."
Thabina melenggang pergi setelah mengatakan itu membuat seluruh murid bertanya tanya sebenarnya siapanyang salah.
"Sebenarnya gue gak mau bilang ini. Tapi ngelihat kelakuan lo sama sahabat gue, buat gue mikir ulang. Sebelum lo nyalahin orang lain, liat di sekitar lo. Biasanya musuh sejati itu orang terdekat kan? Lo tahu gak istilah musuh dalam selimut?"
Althea menghapus kasar airmatanya. Pandangannya menatap Pamela dengan tatapan tak mengerti.
"Elo nuduh Bertha seenaknya tanpa curiga bahwa di anatara kalian sedang mengadu domba lo dan Bertha. Sadar gak sih."
"Maksud lo apa? Salah satu diantara kami berlima berhianat gitu." kata Vega sambil menggeram tertahan.
"Lo merasa? Gue enggak nuduh kok. Gue cuman bilang seandainya dan biasanya. Gak ada unsur nuduh kok cuman mengingatkan."
"Tapi dari perkataan lo, kayak nyudutkan kalau sakah satu dari kita adalah dalangnya."
Pamela terkekeh. "Kok ngegas. Gue gak bilang gitu, tapi diri lo sendiri. Apa lo penghianatnya."
"Lo nuduh gue?"
Pamela menggenggam ponselnya erat. Mengangkatnya ponsel di tangan kanannya tinggi. Dan menekan tombol play, membuat suara yang sangat mereka kenal, terdengar dari dalam ponsel bercase warna jingga tersebut.
"Tujuan gue ngehancurin Bertha. Ngerusak namanya, memberikan tekanan, menghancurkan hatinya, dan mendorongnya sampai titik terendah. Sehingga mudah bagi gue, untuk ngehempas dia yang selalu ngehalangin jalan gue!"
"Soal Althea. Gue nerror dia dengan tanpa bunga. Harusnya dia dapat ngebedain. Tapi ya udahlah. Udah teranjur juga. Yang penting Bertha akan benar benar terhempas."
"Vega..."
Arka, Rayyan dan Gema begitupun Althea menatap Vega dengan tatapan tak percaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...