Segala sesuatu yang negatif; tekanan, tantangan, luka, adalah sebuah kesempatan untuk bangkit.
~o0o~
"Gue duluan."
Arka, Rayyan, Gema dan Vega bahkan Axel. Menatap kepergian Althea yang tiba tiba dengan pemandangan berbeda. Setelah kalimat sarkasme yang dilayangkan Axel untuk Gema terjadi kebisuan di antara mereka.
Arka menatap piring Althea yang masih memiliki nasi yang hanya dimakan sedikit. Lantas matanya terbelalak saat saat matanya menangkap potong udang yang tipis tipis. Lantas dengan segera dirinya bangkit dan mengejar Althea diikuti oleh semua yang ada di meja itu kecuali Axel yang menatap mereka santai.
"Mission not complete."
🌻🌻🌻
"Gue udah baik kok. Lihat cuman bintik bintik kecil aja. Nanti juga ilang." ucap Althea dengan nada tenang.
"Iya. Untung lo bawa obat. Kalau enggak gimana. Lain kali kalau terjadi sesuatu sama lo bilang. Jangan diam aja." vega menatap Althea dengan tajam.
Althea menidurkan badannya di ranjang uks. Badannya bergerak gerak tak menentu, mencari posisi ternyaman.
"Althea gue boleh tanya nggak?"
Althea mengerutkan dahinya saat Vega terlihat seperti berpikir.
"Apa. Selagi tahu gue pasti jawab kok."
Vega terdiam untuk sesaat. Sebelum sebuah kata mengalir dengan lembut di bibir yang sedikit tebal tersebut.
"Sebenarnya lo kenapa? Gue awalnya biasanya aja sama sikaf lo yang akhir akhir ini menurut gue aneh. Bahkan mungkin bukan gue aja yang merasa perubahan lo tapi Rayyan sama Arka juga." Vega menjeda kalimatnya untuk beberapa saat.
"Awalnya gue gak pengen nanyain ini. Tapi lo aneh. Apalagi saat kedatangan Axel, tadi pagi. Lo semakin aneh. Tangan lo bergetar terus keringat dingin ngalir di dahi lo. Lo terluhat ketakutan. Kalau ada masalah cerita sama gue."
"Kalau ada apa apa cerita. Kita saha--"
Pintu uks terbuka. Arka, Rayyan dan Gema berjalan berdampingan. Dengan Arka yang membawa sebuah kotak yang sanga Althea kenali. Bahkan sering datang kepadanya akhir akhir ini.
"Gue nemu ini di bawah meja lo. Sebenarnya bukan yang pertama kali. Tapi ngelihat respon lo, gue sadar sesuatu yang buruk pasti terjadi kan."
Althe menerima kotak yang di sodorkan Arka dengan tangan gemetar.
"Kalau ada apa apa cerita. Kita selalu ada di sisi lo kok."
Althea membuak kotak tersebut. Matanya memanas saat lagi lagi isinya setangkai bunga mawar hitam dengan darah. Namun bedanya terdapat bangkai tikus yang membuat Althea dengan reflek mlempar kotak tersebut. Airmata mulai mengalir di pipi putih milik Althea dengan sigap Vega langsung membawa Althea dalam pelukannya.
Vega mengusap punggung bergetar Althe lembut. "Lo bisa cerita kapanpun lo mau. Kuta sahabat kan?"
🌻🌻🌻
Kepulan asap semakin menjadi. Ruang tamaram menjadi tempat yang paling nyaman untuk bersembunyi. Menutup wajah lugu yang sebernya benar benar mengerikan.
Orang itu bangkit dari duduknya. Melangkah menghampiri pojok ruang yang dipenuhi poto dengan tanda merah di tengah tengahnya. Senyuman miring tercipta. Tangannya mengusap poto paling besar dari yang lainnya. Satu satunya poto tanpa noda. Mengusap lembut dengan airmata yang tanpa dirasa mulai mengalir membasahi pipi. Dengan sigapborang itu menghapus air mata tersebut. Lalu tertawa puas. Sebentar lagi.
"Lo harus berhenti."
Orang itu menatap pisau yang berada di atas nakas. Tidak membalas orang yeng berada di belakangnya dari beberapa menit yang lalu.
"Mau sampai kapan. Sebaliknya lo berhenti sekarang dan anggap semuanya gak pernah terjadi. Gue gak mau lo kenapa napa."
"Belum saatnya buat berhenti."
"Gue gak mau kehilangan lo. Gue sayang sama lo. Kita bisa pergi dari sini. Memulai semuanya dari awal dan lupakan mereka yang pernah menghancurkan."
Orang itu berbalik setelah menyimpan pisaunya. Berjalan mendekati orang yang berada di belakangnya lalu memeluknya erat.
"Gue gak akan kenapa napa. Gue gak bisa berhenti. Gue juga sayang sama lo."
Gadis tersebut membalas pelukan orang itu. Kepala mendongkang. "Kalau lo sayang sama gue tolong berhenti!"
Pelukan tersebut terlepas oleh orang itu. Dia membuang muka. "Gue gak bisa dan gak akan pernah bisa."
🌻🌻🌻
Gadis itu tak mengangis saat lagi lagi kulitnya terkena tamoaran berkali kali yang membuat kulit putihnya menjadi memerah.
Dia tidak meringgis saat rambutnya ditarik paksa. Dia tidak mengeluh sakut saat dagunya di cengkram erat hingga kuku kuku panjang itu menempus kulit.Dia tidak berteriak memohon untuk berhenti saat lagi lagi tubuhnya ditendang, di guyur ataupun di lempari benda benda yang lumayan keras. Tidak ada airmata di pipinya.
Karena untuk saat ini dia hanya memandang datar seseorang yang dia sebut bunda. Tidak ada keluhan walau beberapa kali terus mendapatkan cacian dan hinaan. Semuanya terlalu biasa sampai raganya tidak merepon kesakitan yang di berikan.
Tidak ada sosok kuat seperti Bertha saat ini. Karena saat ini yang tersaji adalah sosok Shanaya. Yang tak pernah bisa melawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...