Adalah memalukan dalam hidup ketika jiwa menyerah terlebih dahulu. Sementara tubuh menolaknya. ~Marcus Aurelius.
🍃
Vega duduk termenung di meja makan. Tangannya meraih gelas yang berisi air mineral lalu meminumnya sampai tandas. Pembicaraan dengan Vino membuat hatinya terkoyak. Orang yang membantunya selama ini ternyata adalah orang yang di benci, sungguh?
"Gue gak maksa lo buat kasih tahu dimana Bertha? Tahu kayak nya gue harua membenarkan prilaku lo yang gak menunjukan rasa terima kasih sama sekali."
Vega mengeryit, "Maksud lo, jangan berbelat belit. Gue gak punya waktu buat itu."
Vino mengangguk. "Lo mungkin gak akan percaya sama apa yang gue bilang. Prinsip gue lo percaya syukur enggak juga gak masalah." Vino menghela napas sejenak, sebelum memulai pembicaraan. "Lo tahu mungkin akan sulit percaya sama gue, terlebih gue anak motor atau banyak ngelakuin kesalahan tanpa gue sadari, tapi kalau tentang Bertha? Gue gak akan pernah bohong."
Vino menatap Vega yang balik menatapnya. "Lo tahu gak selamanya orang yang terlihat jahat, itu bener bener jahat. Nggak selamanya orang baik, bener bener baik. Jika lo tanya siapa orang paling baik, paling mempengaruhi hidup gue, jawaban cuman satu, Bertha. Jika lo tanya siapa orang yang paling berarti dalam hidup gue, gue akan jawab dengan tegas bahwa orang itu adalah Bertha. Kenapa bukan keluarga? Untuk apa gue ngepentingan peran keluarga, sementara gue sendiri gak tahu apa itu keluarga. Gimana sih rasanya punya keluarga itu, gimana sih rasanya di peluk sama yang namanya ibu, gimana sih rasanya main yang namanya ayah, atau gimana sih rasanya dimanjain sama orang tua ketika kita sakit. Jawabannya gue gak tahu. Gue gak punya keluarga. Keluarga satu satunya gue cuman Bertha. Bertha yang selalu ada buat gue, penopang gue saat gue jatuh, walau raganya keliatan jauh, sebenarnya Bertha itu deket banget."
Vino memasuki kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Lo kesini cuman buat bicarain Bertha, kalau iya lebih baik lo pergi gue gak mau denger!" Vega berniat menutup pintu kalau saja ucapan Vino selanjutnya tidak menghentikannya.
"Bukan itu point pentingnya. Poinnya adalah Bertha adalah Orang yang lo cari selama ini. Orang yang ngebiayain orang tua lo di rumah sakit, sampai benar benar meninggal. Dia orang yang selalu ngirimin lo uang, buat kehidupan lo. Biar lo gak pernah ke pelacur. Bertha ngelakuin itu buat masa depan lo. Lo salah kalau lo nyelakain Bertha. Lo salah kalau pelaku dari semua hal yang terjadi. Lo berdosa, dan akan menjadi manusia nomer satu yang nggak punya rasa terima kasih."
Vega terhenyak. "Jangan bohong dia jahat. Orang itu gak mungkin dia. Dia selalu ngehina gue, dia yang nyebar berita ke anak anak kalau gue kerja sebagai pelacur. Orang baik itu gak mungkin orang yang selalu ngebuli, bahkan ngebuat seseorang mati. Jadi kalau lo mau bohong. Lo salah orang, gue bukan orang yang mudah percaya." sarkas Vega.
Vino menyeringai. "Kalau itu balik lagi ke poin awal. Nggak selamanya orang jahat, bener jahat, begitupun sebaliknya. Contohnya kayak lo, di sekolah lo orang baik, tapi ternyata lo jauh dari kata baik."
Vega menyandarkan kepalanya di punggung kursi. Pandangannya menerawang ke kejadian dimana ketika orangtuany Kecelakaan dan membutuhkan banyak uang untuk pengobatan. Saat Vega akan menanyakan semua total uang yang harus Vega bayar, resepsionis itu bilang semuanya telah dibayar lunar, oleh seseorang yang tak ingin namanya di ketahui. Tak hanya sampai di situ ketika orang tuanya meninggal, orang itu kembali memberikan uang yang lumayan banyak sampai Vega bisa membeli rumah dan melanjutkan sekolah sampai saat ini.
Vega memejamkan matanya. Kalimat kalimat Vino terngiang di telinganya, kalau sampai orang itu adalah Bertha, Vega adalah orang yang paling berdosa.
Vega mengambil ponselnya yang terletak di atas meja, mengetikan sesuatu dan menempelkan benda tersebut di samping telinga.
"Gue tahu!"
🌻🌻🌻
Bertha menghapus kasar airmatanya. Tangannya yang sudah terbebas dari ikatan memandang kosong langit langit ruangan yang remang. Sayatan yang berada di sebagian tubuhnya tak terasa.
Hatinya jauh lebih sakit dari apapun. Apa setelah ini semua orang akan ikut menyalahkannya juga. Sungguh, saat ini Bertha ... Benar benar tak sanggup
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...