Air mata mengering, tetapi rasa sakitnya tenggelam semakin dalam.
🍃
Naya membuka mata dengan pelan. Tangannya dengan replek menyentuh kepalanya yang terasa berdengung. Naya terdiam beberapa saat, sebelum matanya mengedar menatap tempat yang tidak dikenali oleh Naya kecil.
Sebuah ruangan yang di penuhi dengan alat alat medis dan bau obat obatan membuat dia Naya, karena Naya pernah melihat saat Anna di bawa ke tempat Ini. Naya ada di rumah sakit.
Pandangannya mengitar. Tapi dia tidak menemukan siapapun. Sorot matanya berubah menyendu, setetes airmata jatuh tanpa di sadari.
Naya kecil di tinggal sendiri di tempat ini?
🌻
"Terima kasih sus, telah mengantar Naya pulang."
Naya kecil tersenyum kepada suster intan, orang yang telah merawatnya di rumah sakit. Suster intan membalas tersenyum dan pamit untuk pulang.
Naya berjalan dengan langkah pelan, perban di kepalanya belum bisa di lepas. Selama berada di rumah sakit Naya kecil benarbenar sendirian. Tidak ada satupun sosok keluarga yang menjaganya, bahkan untuk menjenggukpun tidak ada yang datang.
Naya melangkah masuk setelah mengucapkan salam. Netranya menatap sekitar rumah yang terlihat sepi.
"Buat apa kamu pulang."
Suara seseorang di belakang, mengejutkan Naya. Naya berbalik menatap mamanya, yang menatapnya tajam.
"Ngapain kamu pulang, belum puas kamu."
"I-ni, ru-mah Na-ya.""Nggak ada tempat di rumah rumah ini buat anak pembawa sial kayak kamu!"
"Ma➖"
Perkataan Naya kecil terpotong saat Papanya, dan Nabil memasuki rumah dengan pakaian serba hitam. Tampilan mereka sangat kacau, lingkaran hitam di bawah mata, juga sisa airmata yang kering.
Naya berniat menghampiri Nabil, namun belum semoat niatnya terealisasikan Nabil lebih dulu melenggos tanpa menghiraukan kehadirannya. Naya menatap Papa-nya dengan tatapan penuh tanya, namun Naka membuang muka.
Naya berniat bertanya, tapi Elsi menyeret tangan kecil Naya dengan kasar keluar area rumah, menuju taman belakang. Lantas mendorong Naya sampai terduduk mencium tanah yang masih basah.
Naya kecil tidak mengerti. Sama sekali tidak.
"Kamu tanya ada apa? Kamu tanya?" Elsi menjambak rambut Naya sampai mendongkang menatapnya. Tatapannya tajam, namun menahan tangis.
"Kamu membunuh putra saya. Kamu membunuhnya. NATHAN PERGI DAN ITU GARA GARA KAMU!" Elsi mengarahkan kepala Naya iya jambak ke arah batu nisan.
Naya tidak mengerti, namun entah kenapa matanya berkaca kaca. "Sa-kit ma."
"Lihat Nathan pergi gara gara kamu!"
Naya menggeleng dengan keras. Tak peduli rambutnya yang akan rontok gara gara jambakan Elsi.
"Enggak, kak ada. Kaka Nathan kemarin ngantar aku. Kak Nathan ada, iya kak Nathan ada di kamarnya."
Naya hendak berdiri, tapi elsi lagi lagi mendorongnya keras.
"Nathan pergi. Dan itu gara gara kamu sialan!"
🌻
Dua tahun setelah kepergian Nathan.
Naya menatap makan kakaknya dengan mata berkaca kaca. Dua tahun kepergian Nathan semuanya semakin tak terkendali. Kak Nabil juga ikut meninggalkan.
Naya tak apa sungguh, Naya hanya sedikit rindu.
Tak ada lagi tempatnya mengadu. Tak ada lagi orang yang akan membelanya. Nyatanya orang yang ia tunggu tunggu akan pulang, Nyatanya telah di sisi sang pencipta.
Naya tak marah sama sekali tidak. Naya hanya sedikit kesal, kenapa pergi tanpa pamit?
Tak tahukan bahwa Naya sangat merindukan Nathan. Naya kesepian, Naya tak punya teman. Naya benar benar sendirian di dalam kegelapan.
Semoga Nathan selalu bahagia. Jangan Khawatir Naya baik baik saja, setidaknya untuk saat ini. Semoga kita cepat bertemu, lalu melepas rindu.
Nathan naiklah ketempat paling tinggi, nanti Naya akan menyusul.
🌻
Naya menatap penampilan barunya di depan cermin. Rambut panjang yang sangat indah, kulit yang putih bersih menambah nilai plusnya. Naya tersenyum lantai menari menari di depan cermin seperti halnya yang dia tonton di televisi.
Naya berputar, membuat gaun bunga bunga berwarna putih mengembang, namun Naya tidak menyadari seseorang memandangnya dengan raut muka iri. Anna melihatnya.
Melihat seberapa cantik dan sempurna Naya. Anna yang hendak bermain mengurungkan niatnya. Wajahnya berubah sendu lantas berlari menuju kamarnya dan mengunci pintu.
Prilaku Anna membuat Elsi cemas, Elsi mencoba membuka pintu, namun terkunci. Sampai Elsi mengambil kunci cadangan di laci, membuka dengan perlahan. Tatapan matanya menyendu saat menatap Anna menangis di depan cermin. Rambutnya yang terpotong tak sempurna, juga kulitnya yang agak menghitam efek dari pengobatan yang di laluinya.
Elsi menghapus airmatanya. Tangannya terkepal, lantas pergi dari sana.
Elsi menghampiri kamar Naya dengan langkah cepat. Membuka dengan sedikit kasar, Hal yang Elsi lihat membuat membuat amarah berkobar dalam benaknya. Tangan yang terkepal, menarik Naya cepat membuat Naya keheranan.
Elsi mendorong Naya dengan keras sampai menbuat punggungnya mengenai Bath up. Elsi mengambil ember, dan menyiram Naya yang mulai menangis kesakitan dengan tanpa perasaan.
Tangannya yang entah sejak kapan menggenggam gunting, dengan cepat mencengkram rambut Naya dengan kasar, memotong acak. Tak peduli Naya berusaha menahan tangannya, tak peduli kata ampunan yang Naya lontarkan. Sakit hatinya membakar lekas jiwanya.
"Kamu harus ngerasain apa yang saya rasakan."
Tangannya menepis dengan kasar, tangan yang terus meronta.
"KAMU HARUS NGERASAIN APA YANG ANNA-KU RASAIN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Teen FictionDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...