45 | Bertha? ( II )

1.1K 99 0
                                    

Althea menggegam tangan Rayyan dengan pelan, membuat sang empu yang sedang menatap langit malam menoleh. Tepat di pelantara rumah Althea.

"Aku udah siap." kata Althea, yang hanya di balas anggukan singkat oleh Rayyan.

Althea berjalan mengikuti Rayyan dari belakang, membuka pintu mobil dan duduk tepat di samping kemudi.

Keheningan menyapa mereka, hanya beberapa menit karena setelah itu Althea mengeluarkan suatu hal yang membelenggu jiwanya, dan menyodot titik pokus pikirannnya.

"Apa kita bakal di terima?"

Rayyan yang sedang pokus mengemudi menoleh sekilas, sebelum menjawab dengan santai. "Enggak ada alasan buat nggak diterima kan?"

Althea menundukan pandangan, memilin jari jarinya ragu. "Bukan itu..."

Rayyan mengangguk mengerti. "Bertha nggak sejahat yang lo pikir, Althea. Setelah lo kenal deket sama dia, lo bakal ngerasain suatu hal yang ngebuat lo enggan buat menjauh." jelas Rayyan, diakhiri dengan helaan napas pelan.

Althea mengangkat wajahnya, menoleh kesamping, menatap Rayyan dalam. "Jadi ... Yang di sekolah itu bener ya?" katanya dengan kekehan pedih.

Rayyan terdiam kaku. Tatapan nya menatap pokus ke depan, dengan kedua tangan yang mencengkram erat kemudi.

"Jadi aku nggak pernah ada kesempatan ya?"

"Al➖"

"Aku kira kita deket aja itu udah lebih dari cukup. Aku kira tanpa ngungkapin perasan akupun, kita udah ngerasain hal yang sama. Tapi aku salah, nyatanya cuman aku yang jatuh cinta sendiri?" Althea membuang muka, matanya berkaca kaca. Althea sekuat tenaga untuk tidak membuat suaranya bergetar, walau nyatanya sulit.

"Aku kira kepedulian kamu itu bentuk perhatian dari rasa cinta kamu ... Tapi lagi lagi aku salah, salah besar. Kenapa kamu harus peduli sama aku Ray, kenapa kamu ngebuat aku salah paham. Kamu tahu itu tapi kenapa kamu enggak coba ngehentiin aku."

"Al, gue enggak➖"

"Kamu bermaksud ngelakuin itu! Kamu tahu aku suka sama kamu, tapi kamu diam aja. Nganggap semuanya hal biasa, tapi itu nggak biasa buat aku." Althea menjeda ucapannya, tepat ketika mereka sampai di parkiran rumah sakit.

"Kalau kamu suka sama Bertha kenapa kamu tinggalin dia, kalau kamu cinta sama dia kenapa ngelepas dia? Dan kenapa kamu ngebuat aku salah paham ..."

Dengan gerakan cepat Althea keluar dari dalam mobil, berjalan dengan langkah cepat meninggalkan Rayyan yang masih setia mematung di tempatnya.

"Gue enggak pernah pengen ada di posisi ini. Gue ada di atas tapi hati gue mati!"

🌻🌻🌻

Bertha melepas Wig-nya dengan tangan pelan. Wig hitam panjang-nya yang selaku setia dikenakan-nya di lempar jauh kelantai. Tatapannya menatap Thabina yang berdiri beberapa langkah di dekat Wig yang baru dia lempar.

"aku enggak butuh itu lagi..." kata-nya memulai pembicaraan, kepalanya tertunduk.

"Lo butuh ini?"

Thabina menawarkan cermin yang ukurannya lebih besar ke depan Bertha yang masih setia memunduk. "Tolong bantu aku ..." pinta Bertha dengan suara pelan.

Thabina mengangguk merapihkan rambut pendek yang terpotong acak, Thabina ingat ia sering membujuk Bertha untuk merapihkan rambut yang entah kenapa bisa terpotong acak. Namun Bertha menggeleng, menolak halus ucapan Thabina dengan mengatakan bahwa ini adalah sebuah mahakarya yang sengaja ia buat.

Thabina duduk di depan Bertha, tangannya bergerak mendekati mata Bertha. Melepas dengan alat yang sedari tadi dia bawa, lantai melepas softlens berwarna coklat terang yang selalu terpasang. Membuat mata biru kelam itu terlihat begitu cantik saat mengedipkan mata.

Mata biru kelam itu berkaca kaca saat pantulan bayangan dirinya sendiri terpampang. Menampilkan seseorang yang menyedihkan.

Pamela berjalan mendekati ranjang, menyentuh pundak dengan sentuhan lembut. Bertha menatap Pamela yang tengah berkaca kaca menatapnya. Bertha menepis tangan Pamela di pundaknya dengan pelan. "Jangan ..., jangan kasian sama aku ..."

"Ber ..."

"Tolong ..."

Cklek...

Netra biru gelap itu bertemu pandang dengan netra coklat gelap milik gadis yang kini memandangnya heran. Bukan bukan pada gadis itu, tapi tatapan mata biru gelap itu bertemu pandang dengan seseorang di belakang gadis itu. Sosok tinggi tegap yang menatapnya penuh dengan penyesalan.

Bertha membuang muka, menatap jendela dengan tirai yang terbuka. Menampilkan langit tanpa bintang.

Menghiraukan kedua orang itu yang menatapnya dengan tatapan kasian, dan Bertha benci tatapan mata itu.

🌻🌻🌻

Althea menatap tepat netra biru gelap itu dengan pandangan bingung. Netra biru gelap itu tampak menyedihkan, namun pemilik mata itu nampak tak asing di ingatannya.

Althea menatap dengan pandangan kasian. Bertha terlihat sangat menyedihkan. Bahkan rambut yang dulu pernah Althea kagum kagum kan berganti dengan rambut yang di cukur cukup pendek untuk ukuran perempuan. Terlebih dengan potongan yang acak acakan.

Netra biru gelap yang menatap hampa itu terlebih berada di titik kelam. Punggung yang biasanya berdiri tegap, kini terlihat meluruh, mata coklat yang biasanya menatap tajam, kini berganti dengan mata biru yang memerah.

Althea milihat itu semua... Bertha yang berdiri tegap di sekolah nyatanya tidak sekuat yang terlihat. Bahkan kali ini dia terlihat seperti kaca ...

...yang akan pecah, saat seseorang melemparnya dengan pelan.

GENESIS [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang