"Kamu,"
Suara Althea tercekat ditenggorokan. Pandangannya terasa mengabur, karena ketidakpercayaan.
Orang dengan hoddie hitam itu berbalik sambil membuka kupluk-nya. Mata-nya menatap tajam. Tidak ada senyuman yang biasa menghiasi orang itu seperti halnya di sekolah, ketegasan atau keteladaan. Nyatanya topeng teladan itu telah sirna. Diganti dengan wajah asli yang memperlihatkan taring-nya, Kebencian yang membara.
Orang itu bersedekap dada. Netra nya menatap penampilan Althea yang berantakan dengan beberapa bagian badan yang terikat.
"Hai,"
Orang itu menyapa Althea dengan wajah sangat datar. Pelan, namun terdengar tegas. Tangannya mengetuk ngetuk pohon yang dijadikan tempat bersandar dengan pistol di tangannya.
Althea tak membalas, pandangannya tertunduk dalam. Antara tak menyangka dan tak percaya.
"Saatnya mengakhiri penderitaan," katanya dengan nada kelewat santai, membuat pemikiran Althea buyar.
Althea mengangkat wajahnya, raut wajahnya menunjukan kebingungan yang kentara. "Kenapa, apa salah aku?"
Wajah orang itu nampak mengeras, "KESALAHAN LO, KARENA LO LAHIR DI KELUARGA BLENDA!" maki orang itu, mengeluarkan emosi yang mengerjap di dada. Emosi yang berusaha mati matian ia tahan dulu, namun keluar sekarang.
"Sebenarnya lo nggak salah apa apa," orang itu menggeleng gelengkan kepalanya, dengan nada suara yang mulai terkontrol. Suaranya pelan, namun terdengar sarkas. "sama sekali nggak punya. Kesalahan lo terletak dari kesalahan orang tua lo. Karena ayah lo, keluarga gue hancur, bahkan lebur. Karena ayah lo, gue kehilangan segalanya. Segala galanya. Gue kehilangan semuanya, tapi keluarga lo malah bahagian. Gak adil bukan, orang yang telah musnahin keluarga gue, tapi mereka malah bahagia?" orang itu tertawa keras, namun terdengar hambar. Matanya mengeluarkan air mata, semakin menunjukan derita yang selama ini tersamyang di hatinya.
Althea terdiam. Karena nyatanya dia tak tahu apa apa. Althea sama sekali belum mengerti. "Aku nggak tahu apa apa, kenapa kamu ngelakuin ini sama aku?"
Tawa yang berderas hambar terhenti, orang itu menghapus air mata tanpa Althea sadari. "Lo tanya kenapa? Karena gue pengen lo tahu, pengen lo tahu seberapa bejatnya ayah lo! Seberapa bajingannya dia dan pengecutnya dia."
"Alpha, jangan bicara omong kosong. Ayah aku nggak begitu!" Althea tak terima, ayah yang selalu melindunginya di jelek jelakan orang lain.
Alpha. Seorang ketua osis di sekolahnya. Orang yang telah lama menatap Althea penuh benci dari kejauhan.
"KARENA LO ENGGAK TAHU. KARENA LO NGGAK TAHU APA YANG UDAH AYAH LO LAKUIN, AYAH YANG LO BANGGA BANGGAIN, NYATANYA IBLIS BAGI GUE!"
Althea terdiam. Tubuhnya mulau bergetar takut saat tatapan yang diberikan Alpha sangat menakutkan. Alpha menatap nyalang ke arahnya, kedua tangannya terkepal serta muka yang mulau memerah.
"Lo inget kak Aluna?"
Althea terdiam.
"Lo tahu kenapa kak Aluna buta? Dia nggak buta dari lahir. Lo tahu apa penyebabnya?"
Althea masih membisu. Matanya mulai berkaca kaca di sertai ketakutan yang mulai menjalar.
"Ayah lo!"
"Nggak mungkin! Ayahku nggak mungkin ngelakuin itu!" Althea menyanggah dengan keras.
Flashback on.
"Mama, aku ingin memetik bunga matahari itu."
Seorang wanita paruh baya itu menatap lembut putri sulungnya. Tangannya mengusap lembut kepala putrinya dengan lembut.
"Jangan lama ya, hati hati."
Aluna, gadis itu memekik senang. Matanya menatap sekitar, menatap adik satu satunya yang tengah berpokus pada bukunya. Menulis rangkaian tulisan indah.
Aluna berlari hendak menyebrangi jalan yang sepi, namun nasib naas menghampiri. Dikala Aluna hendak berlari sebuah mobil sedan melaju dengan kecepatan di atas rata rata. Aluna hendak berlari namun kakinya terasa mati. Entah karena syok atau apa, namun Aluna hanya berdiri kaku seperti menunggu nasib yang akan menghampiri.
Namun keberuntungan masih berada di sisi Aluna. Saat beberapa detik mobil akan menghrmpas tubuhnya. Mamanya, mendorongnya dengan sangat cepat membuatnya melayang jauh membentur trotoar jalan tepat di area mata. Matanya terasa berat dengan bau amis yang mulai tercium.
Sebelum semuanya menjadi gelap. Yang Aluna lihat hanya, Mamanya yang tergeletak penuh luka beberapa meter dari tempat aluna berpijak.
Flashback off.
"Dan lo tahu selanjutnya apa yang terjadi?" Althea menggeleng, berusaha menimalisir prasangka yang tertanam di otaknya.
"Orang yang itu lari, tanpa dia sadari gue lihat semua itu. Lihat gimana orang itu nabrak ibu dan kakak gue. Dan bukannya keluar buat ngebantu, dia malah pergi. Ngebuat gue kehilangan orang yang paling gue sayang, orang yang telah mempertaruhkan nyawanya buat ngelahirin gue pergi, pergi buat selamanya."
Alpha menghapus air matanya kasar, saat mengingat peristiwa menyesakan, dimana dirinya tidak bisa melakukan apa apa.
"Dan seolah nggak berhenti sampai di sana. Kakak gue buta, di kehilangan penglihatannya."
"Jadi➖"
"lalu ayah gue lebih memilih mengakhiri hidupnya. Karena rasa cintanya yang terlalu besar pada ibu, membuatnya kehilangan kendali saat ibu pergi. Dia lebih milih ikut ibu dan ninggalin gue sendiri."
"Kamu nggak bisa nyalahin semua ke Ayah aku. Kamu enggak punya bukti!"
Alpha menatap tajam. "LO BUTUH BUKTI? LO TAHU ALASAN AYAH LO DI TURUNIN JABATANNYA, DIUSIR DARI KOTA INI BAHKAN ENGGAK BISA BALIK TINGGAL DISINI! LO TAHU?"
Althea bungkam, lelehan air mata terus mengalir di wajahnya.
"ITU KARENA KAKEK GUE. GUE LIHAT AYAH LO SAAT KECELAKAAN ITU TERJADI! GUE ADA DI SANA!"
"KARENA ULAH KELUARGA LO, GUE KEHILANGAN WAKTU REMAJA GUE. GUE HARUS UDAH JADI PEMIMPIN DI PERUSAHAAN YANG BAHKAN GUE NGGAK NGERTI BISNIS! GUE HARUS BERHENTI SEKOLAH, KARENA HARUS NANGANIN PERUSAHAAN YANG DIUJUNG TANDUK."
KAMU SEDANG MEMBACA
GENESIS [ Completed ]
Ficção AdolescenteDia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, jika untuk di benci. Dia tidak pernah meminta untuk di berikan napas, jika hadirnya adalah sebuah kesalahan. Dia tidak pernah meminta untuk bisa menapaki bumi, jika hadirnya adalah bentuk sebuah kehancuran...