RAINA 44 - Rencana

186 24 17
                                    

Bisma menenggak gelas alkohol untuk yang kesekian kali. Kepalanya pening. Pandangannya sedikit kabur. Cowok itu benar-benar sudah mabuk. Entah sudah berapa botol yang dia habiskan malam ini.

"Hei! Tambah lagi!" teriak Bisma dengan sisa tenaganya. Bahkan dia tak memiliki kekuatan lagi untuk menopang kepalanya yang pening.

"Anjir lo udah mabuk berat, Bro! Yakin mau nambah lagi?" Cowok di samping Bisma memegang pundak Bisma dengan erat. Sebelah tangannya mengambil gelas yang ada di tangan Bisma.

Bisma tertawa. "Gue mau melayang malem ini, Bang!"

"Bisa-bisa malah nyawa lo yang melayang bego!" Sandi berusaha memperingatkan, tapi ucapannya diabaikan begitu saja oleh Bisma.

Lagi-lagi Bisma menenggak minuman keras itu. Bau tubuhnya sudah dipenuhi oleh alkohol. Sandi hanya geleng-geleng kepala sembari tersenyum miring.

"Bang, gue mau mati aja!"

Mendengar ucapan Bisma, Sandi terkejut. "Heh jangan mati dulu, njir!" Ia langsung berusaha menyadarkan Bisma.

Bisma tertawa melihat dengan samar kepanikan Sandi. "Gue cuma becanda, Bang! Serius amat lo!"

Sandi mendecak kesal. "Anjim lo, bisa-bisanya bercanda pas lagi mabok! Nggak waras lo! Untung lo banyak duit, kalo nggak udah gue buang lo sekarang!"

Sandi mengambil dompet yang berada di saku celana Bisma, mengambil beberapa uang dan kartu ATM milik Bisma. Sedangkan, Si pemilik dompet sudah tak sadarkan diri.

Bersamaan dengan itu seorang cewek menghampiri Sandi dan langsung meninggalkan Bisma yang tergeletak tak sadarkan diri di kursi tinggi bar.

***

Siang itu, rekaman saat Bisma di bar terputar dengan jelas pada layar TV ruang tengah keluarga Yudana. Pelakunya tentu saja Eria.

Ia bersama dua orang lainnya menyaksikan rekaman itu dengan serius. Ada satu orang yang merasa marah sekaligus kecewa melihat kelakuan Bisma.

"Anjim nggak habis pikir gue!" Raka, dia yang paling terkejut diantara mereka bertiga. Berkali-kali dia mendengus tak percaya.

"Baru tau lo?" Inta mencibir Raka.

Sebelumnya, Raka bilang bahwa dia mengenal baik Bisma karena mereka bersahabat sejak SMP. Namun, hari ini Raka menyadari bahwa dirinya telah kehilangan Bisma yang dulu dia kenal. Menyadari bahwa kenakalan temannya sudah melewati batas.

"Lo kenapa nggak cegah Bisma?! Lo tau kan kalo yang dia lakuin itu salah!" Raka menunjuk Inta seperti sedang menghakimi cewek itu.

Inta yang tiba-tiba ditunjuk pun kebingungan, "Heh botak! Kenapa cuma gue yang dimarahin!? Eria juga udah tau noh!" Inta ganti menunjuk Eria yang sejak tadi hanya diam memperhatikan perdebatan Inta dan Raka.

"Nggak tega aku tuh marahin, Princess," ucap Raka sok manis sambil melirik pacarnya. "Beda cerita kalo sama nenek lampir!" Seketika wajah Raka berubah sinis saat melihat ke arah Inta.

"Kayaknya hari ini bakal jadi hari terakhir lo, botak sialan!" desis Inta kemudian memukuli tubuh Raka dengan bantal. Sedangkan, cowok itu memakai bantal lainnya untuk dijadikan tameng.

Eria tak mempedulikan keduanya dan mulai berpikir, cara menyatukan Raina dan Bisma kembali. "Kira-kira kak Raina bisa nyadarin Bisma nggak, ya?"

Satu pertanyaan itu membuat Inta menghentikan tangannya yang hendak mencekik Raka. "Gila lo! Lo mau Kak Raina balikan sama Bisma?"

Eria mengangguk ragu. "I-iya, emang kenapa? Mereka cocok dan gue dukung mereka buat bersama lagi. Seratus persen dukung!"

Inta menggeleng tak percaya. Menekan-nekan pelipisnya sendiri dengan telunjuk. "Mikir, Er! Lo udah tau gimana kelakuan Bisma dan udah liat gimana sedihnya Kak Raina waktu itu. Lo masih aja dukung?"

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang