"Bisma kok belum jemput lo?"
Raina yang sedang memasukkan barang-barangnya yang berserakan di atas meja ruang tamu rumah Bryan menoleh ke arah Fira yang bertanya barusan.
Sebenarnya, pertanyaan Fira juga mewakili pertanyaan yang ada di kepala Bryan yang entah kenapa sangat sulit untuk dilontarkan Bryan pada Raina.
Bryan diam-diam menatap Raina. Cewek itu sekarang sedang tersenyum. Seperti biasa, senyum itu selalu terlihat manis dan selalu berhasil membuat jantungnya berdebar.
Bryan tau ini salah. Tidak seharusnya Bryan menyukai Raina lebih dari sahabat. Apalagi Raina sudah mempunyai pacar.
Bryan sudah berulang kali memaksakan hatinya untuk tidak menyukai Raina, tapi dia tidak bisa. Bukankah, perasaan seseorang memang tidak bisa dipaksakan?
Jadi, Bryan membiarkannya.
Membiarkan hatinya untuk tetap menyukai bahkan menyayangi Raina lebih dari seorang sahabat. Yang terpenting untuk Bryan, semua orang terutama Raina tidak mengetahui perasaannya.
Tapi, Bryan lupa dengan Inta.
Sepertinya, Inta sudah mengetahui perasaan yang selama ini dia sembunyikan. Semoga saja Inta tidak memberitahu Raina tentang perasaannya.
Bryan tidak mau Raina menjauh darinya.
"Bisma nggak bisa jemput gue."
Suara Raina membuyarkan lamunan Bryan. Tak sadar, dia bertanya. "Kenapa?"
Melihat Raina dan ketiga sahabatnya yang langsung menoleh ke arahnya, Bryan berdehem pelan. "Kenapa kok nggak bisa jemput?" tanyanya lagi.
Lagi-lagi, jantung Bryan berdebar melihat Raina tersenyum. "Bisma tadi nolongin kakak kelasnya. Kakak kelasnya pingsan dan sekarang Bisma nganterin dia pulang. Bisma baik banget, ya?"
Bryan mendengus pelan. Tidak seharusnya dia cemburu mendengar Raina memuji Bisma. Tapi, kenapa hatinya tiba-tiba panas seperti ini?
"Dih, puji aja terus!"
Bryan tersenyum tipis. Sindiran yang dilontarkan Satriya barusan mewakili apa yang sedang dia pikirkan juga. "Tau tuh. Sehari aja nggak muji Bisma bisa nggak, sih?"
Setelah mengatakan itu, Bryan mengernyit bingung. Kenapa semua orang menatapnya? Apa ada yang salah dengan kalimatnya barusan?
"Kok lo sewot, sih?"
Ternyata benar. Kalimatnya yang salah. Padahal niat Bryan tadi ingin bercanda. Tapi, kenapa mereka malah serius menanggapinya?
Tangan Bryan yang dari tadi memutar pulpen dengan gerakan pelan sekarang berubah cepat. Bryan gugup.
Astaga, jawaban apa yang harus dia berikan pada keempat sahabatnya yang sekarang sedang menatapnya dengan mata yang menyipit itu?
"Emm...itu. Gue—"
"Kak Bryan, remot tv mana?!"
Biasanya Bryan paling kesal jika Mita, adik perempuannya berteriak memanggil namanya hanya untuk menanyakan dimana letak remot televisi seperti barusan.
Namun, kali ini Bryan tidak kesal sama sekali. Bryan malah bersyukur. Mita telah menyelamatkannya dari pertanyaan Putra tadi.
Bryan diam-diam menghela napas lega. "Bentar ya," ucapnya lalu beranjak berdiri.
Huft, selamat.
***
"Gue turun sini aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raina✔
Teen FictionCompleted Ketika mantan datang memberi rasa nyaman di saat kita merasa bosan dengan pasangan Siapa yang akan Raina pilih? Bisma Azka Tama--cowok yang dulu meninggalkannya karena memilih cewek yang lebih cantik darinya atau Bryan Arsenio--cowok yang...