Raina menutup buku paketnya. Ia benar-benar tidak fokus untuk belajar padahal besok ada ulangan. Raina menyandarkan punggung pada kursi.
Ia mendongak dan kedua matanya menangkap sebuah benda yang dia taruh di rak atas meja belajar. Raina beranjak berdiri, mengambil benda itu.
Setetes air matanya turun mengingat benda itu akan dia berikan pada pemiliknya ketika bertemu kembali. Tapi, harapannya pupus karena tadi sore dia mengetahui sebuah kebenaran. Orang itu sudah tiada.
Raina memeluk erat skateboard milik Bima, seolah dia sedang memeluk Bima. "Raina kangen sama Kak Bima," cewek itu terisak pelan.
Drrtt...drrttt
Raina membuka kedua matanya. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja belajar. Tersenyum melihat nama seseorang tertera di layar ponsel.
Bisma is calling...
Punggung tangan Raina yang menggenggam ponsel terulur mengusap kasar air matanya sebelum mengangkat panggilan video dari orang yang dia sayang. Ia tidak mau Bisma melihatnya menangis.
"Selamat malam, Tuan Putri." Raina tersenyum melihat wajah Bisma yang muncul di layar ponsel.
"Selamat malam."
Senyum di wajah Bisma perlahan memudar melihat air mata Raina yang turun sebelum cewek itu dengan cepat menyekanya.
Bisma kembali tersenyum dan bertanya, "Apa yang membuat Tuan Putri menangis?"
Raina memejamkan kedua matanya erat lalu menggeleng. Ia mendengar helaan napas Bisma. "Jangan pendam sendirian, Rain. Aku tau, kamu kuat. Tapi, ada aku di sini yang selalu bersedia menjadi sandaran untuk kamu. Telingaku yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesahmu, tanganku yang selalu bersedia terulur membantu kamu kembali bangkit ketika kamu jatuh. I'll be there for you, Rain."
Bisma mengernyit bingung melihat Raina tertawa kecil. Cewek itu membuka kedua matanya lalu menatap Bisma. "Kamu habis makan gula berapa kilo, sih?"
Kerutan di dahi Bisma bertambah. "Kata-kata kamu manis banget," lanjut Raina membuat Bisma tersenyum.
"Nah gitu dong, ketawa. Kan tambah cantik," goda Bisma membuat Raina kembali tertawa.
Ketika Raina akan kembali berbicara, tiba-tiba lampu di rumahnya mati. Matanya menyipit menangkap cahaya layar ponsel yang menyala terlalu terang.
"Emang ada pemadaman listrik, Rain?" Bisma bertanya.
Raina memiringkan tubuhnya ke kanan, melihat rumah yang ada di depan rumahnya lewat kaca jendela balkon. "Nggak tuh, kayaknya cuma rumah aku aja yang mati listrik."
"Nggak mungkin kan belum bayar pulsa listrik?"
"Enak aja!" Bisma ikut tertawa melihat Raina tertawa. "Aku ke bawah dulu, ya Bim? Nanti telponan lagi, dahh!"
"Daahhh!"
***
Beberapa menit sebelum mati listrik...
"Yeay, gue menang!"
Eria berdecak melihat Inta yang melompat-lompat saking senangnya sambil mengatur deru napas yang memburu karena habis berlari dari rumah Inta sampai rumah Raina.
Eria duduk di depan pagar rumah Raina dan meluruskan kakinya yang terasa pegal. Tangannya bergerak mengipasi wajah. "Gila lo, lari cepet banget!"
Inta mengibaskan rambut panjang yang diikat tinggi-tinggi ke belakang. "Inta gitu loh!" Eria mendengus mendengarnya.
"Kak Raina!"
Eria menutup kedua telinga mendengar Inta berteriak. Ia memukul kaki Inta dengan keras. "Jangan teriak-teriak, Bego! Tetangga pada bangun nanti."
Tangan Eria menunjuk bel yang tertempel di samping pagar rumah Raina. "Bel kan ada tuh."
Inta menggelengkan kepala. "Terlalu mudah kalo pake bel." Eria memutar bola matanya malas. Ia lupa kalau prinsip Inta adalah kenapa harus yang mudah kalau ada yang susah.
Inta mengetuk-ngetukkan jari telunjuk ke dagu, pose berpikir. "Teriak-teriak manggil nama kak Raina juga udah cara yang mainstream. Cara apa lagi ya buat manggil dia biar keluar dari rumah?"
Kedua mata Inta tak sengaja menangkap sebuah kotak berukuran besar yang tertempel di dekat pintu garasi rumah Raina. Saklar listrik. Benda itu sepertinya akan menjadi cara yang anti-mainstream untuk memanggil Raina bukan?
"Errrrr," panggil Inta, membuat sahabatnya itu mendongak. "Gue punya ide buat manggil kak Raina!" Cewek itu menyipitkan matanya yang memang sudah sipit sambil tersenyum miring.
"Apa?" Inta berjongkok lalu berbisik di telinga Eria mengenai rencananya. "Gila lo!" seru Eria setelah Inta selesai membisikkan rencananya. "Nggak cuma Kak Raina doang yang keluar, emak bapaknya juga iya!"
Inta malah cengengesan. "Lo mau ikutin rencana gue nggak?"
Eria cukup lama berpikir sebelum akhirnya mengangguk, menyetujui ide aneh dari sahabatnya. "Tapi kalo disalahin, gue nggak ikutan, ya!"
"Tenang aja, tenang," balas Inta santai. "Mana mungkin Om Nugraha berani marahin anak dari orang yang menanamkan modal terbesar di perusahaannya?"
Eria menoyor kepala Inta. "Sombong amat!"
Mereka berdua beranjak berdiri. Membuka pagar rumah Raina yang untungnya belum dikunci dengan hati-hati. Mereka mengendap-endap mendekati saklar listrik.
Ketika Inta bertugas membuka penutup kotak itu dan mematikan saklar listrik, tugas Eria adalah berjaga-jaga agar tidak ada orang yang melihat mereka.
Inta dan Eria segera bersembunyi di belakang mobil berwarna hitam yang terparkir di depan garasi setelah seluruh lampu di rumah Raina mati.
***
Raina menyalakan senter pada ponsel. Ia berjalan menuruni anak tangga dengan hati-hati. "Maa...Paa..." Cewek itu berteriak memanggil kedua orang tuanya.
Raina berdecak mengingat kedua orang tuanya pasti sudah pergi untuk menghadiri acara pernikahan rekan kerja mereka.
Raina berjalan keluar rumah. Hendak menyalakan saklar listrik rumahnya. Tapi, niatnya terurung mendengar suara berisik dari luar rumah.
Raina sedikit menyibak korden jendela rumah. Kedua matanya menangkap seseorang yang jatuh tersungkur di dekat mobilnya dan satu orang lagi yang muncul membantu seseorang itu.
Raina menahan tawa melihat Eria yang memukul kepala Inta setelah membantu cewek itu bangun. Samar-samar dia bisa mendengar perkataan Eria, "Bego lu! Kenapa bisa jatoh?"
Raina melihat Inta menggerakkan bibir untuk menjawab pertanyaan Eria, tapi karena suara Inta yang sangat pelan jadi dia tidak dapat mendengarnya. Dua orang itu kembali bersenbunyi di belakang mobil Raina.
Senyum jahil terbit di wajah Raina. "Gue kerjain sekalian lo berdua!"
Raina membuka pintu dengan hati-hati. Berjalan mengendap-endap mengambil selang yang terletak di dekat pintu garasi.
Setelah menyalakan kran air, Raina dengan sengaja menyemprotkan sampai ke belakang mobil dan terdengar pekikan dua orang yang bersembunyi di sana.
"Hujan!"
Sebelum Inta dan Eria keluar dari tempat persembunyian, Raina menghadang dan mengarahkan selang air ke mereka. "Rasain lo berdua!" Raina tertawa puas melihat kedua sahabatnya yang basah kuyup.
"KAK RAINA!"
🍂🍂🍂
Tadi malem kita bertiga ketemuan. Ischyros nyeletuk, "Nggak ada niatan ganti cover gitu?" Dan, jadilah ganti cover yang baru. Semoga kalian suka ya!
Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊MintAdjie21 and Ischyros27
21-08-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Raina✔
Teen FictionCompleted Ketika mantan datang memberi rasa nyaman di saat kita merasa bosan dengan pasangan Siapa yang akan Raina pilih? Bisma Azka Tama--cowok yang dulu meninggalkannya karena memilih cewek yang lebih cantik darinya atau Bryan Arsenio--cowok yang...