RAINA 51 - Menuduh

160 22 18
                                    

Raina sendirian di rumah. Kedua orang tuanya sedang ada urusan di luar kota. Di saat seperti ini, Eria dan Inta biasanya menemani Raina. Tapi, kali ini berbeda. Mereka masih bermusuhan dengan Raina.

Demi menghilangkan rasa bosan, Raina akhirnya menonton TV. Yah walaupun tidak ada acara TV yang bagus menurutnya. Setidaknya dia ditemani dengan snack yang dia beli kemarin.

Tringg!

Tepat saat snack Raina habis, bel rumahnya berbunyi. Seketika dia was-was kalau saja yang bertamu bukanlah orang yang Raina kenal, dan bisa jadi orang itu penjahat. Atau malah Eria dan Inta yang bertamu?

Dengan perasaan senang hanya karena memikirkan kedua sahabatnya datang, Raina berlari mendekat ke arah pintu. Tapi, tiba-tiba dia teringat bahwa kedua sahabatnya tidak mungkin mengetuk pintu. Pemikiran kalau orang yang ada di balik pintu adalah penjahat kembali menyergap pikiran Raina.

Insting anak rumahan milik Raina seketika aktif. Ia mengambil tongkat kasti yang tersimpan di bawah sofa ruang tamu. Baru akan membuka pintu, suara teriakan seseorang terdengar.

"Rain, elah lama banget lo! Buka pintunya ini gue!"

Sesaat Raina berusaha mengingat suara milik siapa itu. Kemudian, Raina menghela napas. "Oke bentar!" Raina segera membuka pintu dan meihat Fitri berdiri di sana masih dengan helmnya.

"Lama bener lo! Berat nih pala gue masih pake helm!" Fitri langsung mengomel.

"Ya siapa suruh lo masih pake helm." Raina menertawakan wajah bulat Fitri saat memakai helm.

"Dah buruan ganti baju, gue laper nih mau makan."

"Kok nggak makan di rumah?"

"Nggak ada makanan, mumpung gue lewat daerah sini juga. Lagian lo tadi bilang di rumah sendirian, kan?"

"I-iya sih. Ya udah bentar gue ganti baju dulu." Raina segera melesat meninggalkan Fitri yang masih berdiri di ambang pintu.

"Jangan lama-lama!" Teriak Fitri yang kemudian duduk di kursi teras rumah Raina.

***

"Fit, temenin gue ke minimarket situ dong." Raina menunjuk sebuah minimarket di pinggir jalan. Fitri segera meminggirkan motornya. Mereka sudah selesai makan di warung makan dekat komplek Raina.

"Mau beli apaan?"

Raina melepas helm yang dia pakai, "Mau beli snack, mau nitip nggak?"

"Nggak ah, udah kenyang gue." Fitri menepuk perutnya yang sudah terisi penuh oleh makanan. "Gue ikut masuk yak, mau ngadem hehe."

"Iyadah."

Raina langsung menuju rak makanan ringan, sedangkan Fitri duduk di kursi yang ada di dalam minimarket. Saat sedang memilih, Raina jadi teringat pertemuannya dengan Gavin. Saat itu ada kesalahpahaman antara keduanya, dan penyebabnya adalah Bisma.

"Raina?"

Pundak Raina berjengit saat ada seorang cowok tiba-tiba memanggil namanya. Tak disangka ternyata cowok itu adalah Gavin. Panjang umur.

"Ya?"

"Kok kayak Deja Vu yak." Gavin menggaruk tengkuk leher dan tampak mengingat-ingat pertemuannya dengan Raina beberapa bulan yang lalu.

Raina terkekeh, "Iya juga."

"Btw gue turut prihatin sama kejadian yang nimpa keluarganya Bisma. Kasihan banget dah. Gimana keadaan Bisma sekarang?" Gavin bertanya tanpa tahu bahwa Raina sudah tidak bersama Bisma lagi. Bahkan Raina tidak tahu masalah apa yang sedang Bisma dan keluarganya hadapi.

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang