RAINA 17 - Jahil

200 21 0
                                    

"Kak Bima!"

Seorang anak perempuan berumur enam tahun berlari menghampiri Bima. Bima membalikkan badan, tersenyum lebar melihat siapa yang memanggilnya.

Raina tiba-tiba memeluknya, membuat Bima sedikit terhuyung ke belakang. Anak laki-laki yang hari ini berulang tahun itu terkekeh pelan.

"Selamat ulang tahun kak Bima!"

Bima mengusap puncak kepala Raina. "Makasih."

Raina memekik ketika kepangan rambutnya ditarik oleh seseorang sampai pelukan mereka terlepas. Raina menoleh kesal ke arah seseorang itu.

"Bisma!"

Bisma nyengir lebar. Bukannya melepaskan kepangan rambut Raina, Bisma malah berlari sambil menarik kepangan rambut anak perempuan itu.

"Bisma!" Raina menjerit dan menangis kencang, membuat beberapa orang dewasa berlari ke taman belakang rumah.

"Ya ampun, Bisma!" teriakan Sukma membuat Bisma berhenti. Tangan anak laki-laki itu melepaskan kepangan rambut Raina.

Raina berlari, menghambur ke pelukan Wati—Mamanya. Anak perempuan itu menangis sesenggukan.

Sukma berjalan ke arah Bisma, hendak menjewer telinga anaknya itu. Tapi niatnya gagal karena Bima berdiri di depan Bisma, melindungi adiknya.

Bisma memejamkan kedua matanya erat. Anak laki-laki itu takut melihat tatapan marah ibunya. "Bang, Bisma takut," lirihnya.

Bima mengenggam kedua tangan Bisma yang mencengkram erat bajunya. "Tenang dek, ada Abang," ucapnya berbisik.

"Bima, minggir!" seru Sukma.

"Nggak mau!" Bima menggeleng. "Jangan marahin Bisma, Bu."

Amarah Sukma seketika padam. Ia paling tidak bisa menolak permintaan putra sulungnya. Sukma menghela napas sabar lalu mengusap rambut Bima penuh kasih sayang.

"Ya udah. Suruh Bisma minta maaf sama Raina."

Anak laki-laki yang hari ini berumur sepuluh tahun itu mengangguk. Bima menepuk punggung tangan Bisma lalu berkata, "Dek, sekarang minta maaf sama Raina. Jangan diulangi lagi ya," ucapnya menasehati Bisma.

Bisma mengangguk menuruti ucapan Bima. Anak laki-laki itu berlari ke arah Raina. "Raina, Bisma minta maaf."

Raina yang masih memeluk Wati menggeleng.

Wati tersenyum lalu mengusap puncak kepala anak perempuannya. "Raina, Bisma udah minta maaf lho. Masa nggak mau kamu maafin?"

Raina melepaskan pelukannya. Anak perempuan itu menatap tajam Bisma cukup lama hingga tiba-tiba tangannya terulur menjambak rambut tebal Bisma.

Anak laki-laki itu memekik kesakitan, "Aduh, sakit!"

"Rasain!" balas Raina.

Bukannya memarahi, orang-orang yang ada di sana malah tertawa melihat dua anak kecil itu.

***

Acara ulang tahun Bima sudah selesai, tapi Raina masih bermain di rumah keluarga Aditama. Raina yang sedang makan roti menoleh merasakan sebuah usapan pada puncak kepalanya.

Anak perempuan itu tersenyum lebar lalu memeluk Sukma yang duduk di sebelahnya. Tangan Raina mengusap perut Sukma yang membuncit.

"Tante Uma, adeknya cewek apa cowok?"

Sukma memeluk gemas Raina. Dari dulu Sukma menginginkan seorang anak perempuan. Semoga saja anaknya yang akan lahir berjenis kelamin perempuan.

"Belum tau. Biar jadi kejutan aja," jawab Sukma.

"Tante," Raina mendongak menatap wajah Sukma yang tersenyum lembut ke arahnya. "Kak Bima sama Bisma dimana?"

Sukma mengusap sayang puncak kepala Raina. "Mereka ada di kamarnya lagi buka kado. Sana susulin," ucapnya.

Raina mengangguk lalu melepaskan pelukan Sukma. Melihat Raina berlari menaiki tangga membuat Sukma khawatir. "Raina, jangan lari. Nanti jatuh!"

"Iya, Tante!" balas Raina sambil cekikikan.

Raina sampai di lantai dua. Anak perempuan itu masuk ke kamar Bima. Cemberut melihat Bisma dan Bima asyik membuka kado tanpa dirinya.

"Ihh, kok aku nggak diajak?!" kesalnya.

Bima dan Bisma kompak menoleh. Bisma menatap tajam Raina. "Ngapain kamu ke sini? Pulang sana!"

Bima memukul pelan bahu adiknya, membuat Bisma menoleh kesal. Bima tersenyum ke arah Raina. "Sini ikut buka kado."

Raina mengangguk senang. Anak perempuan itu duduk di tengah-tengah Bisma dan Bima. "Raina ganggu!" kesal Bisma.

"Biarin! Wle," Raina menjulurkan lidahnya mengejek.

"Udah, jangan berantem!" lerai Bima.

"Kak Bima buka yang itu," Raina menunjuk kotak kado bergambar mobil-mobilan. "Itu dari Raina lho," ucapnya lalu tersenyum lebar sampai memperlihatkan deretan giginya.

"Oh ya?" Bima mengambil kado yang dimaksud Raina. "Kak Bima buka ya?" Raina menganggukkan kepalanya. Kedua mata Bima berbinar melihat hadiah dari Raina.

"Wahh, skateboard!" Bisma berseru senang lalu mengambil skateboard dari tangan Bima.

Raina menoleh kesal ke arah Bisma. "Hihh, itu buat Kak Bima! Bukan buat Bisma!"

"Punya Bang Bima juga punya Bisma!" Bisma tidak mau kalah.

"Nggak boleh. Itu Raina kasih buat Kak Bima. Bukan Bisma!" Raina merebut skateboard itu dari tangan Bisma. Sekarang mereka malah rebutan.

"Balikin!"

"Nggak mau!"

"Balikin!"

"Nggak mau!"

"Bisma jelek!"

"Raina jelek!"

"Bisma jelek banget!"

"Raina jelek banget!"

"Nggak, Raina cantik!"

"Raina jelek banget, banget, banget, banget!"

"Hihhh, Bismaaaa!"

"Rainaaaaa!"

Bima menggeram kesal. Adiknya dan Raina selalu saja bertengkar. "Kalian bisa diem nggak?!" teriaknya membuat Raina dan Bisma langsung terdiam.

Bima merebut skateboardnya dari tangan dua anak kecil itu. "Sekarang kita main bareng-bareng di taman," ucapnya.

Kedua mata Raina dan Bisma berbinar. "Let's go!"



















🍂🍂🍂

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang