RAINA 16 - Support

222 24 0
                                    

Bu, dukung aku. Aku juga ingin melakukan apa yang aku sukai, bukan hanya yang engkau sukai

-Bisma Azka Tama

***

Bisma menghempaskan tubuhnya ke kasur. Menghela napas cukup panjang lalu memejamkan matanya erat menahan emosi yang hampir meluap.

Ceklek!

Bisma sama sekali tidak membuka kedua matanya. Ia sudah tau siapa yang membuka pintu kamarnya itu.

"Ibu belum selesai ngomong sama kamu, Kak!" Yap, ibunya.

"Mau ngomong apa lagi, Bu? Ibu belum puas bikin Bisma malu tadi di mall? Ibu ngomelin Bisma sepanjang jalan. Semua orang ngeliatin Bisma, Bu," ucap Bisma masih memejamkan kedua mataya.

Ya, setelah meninggalkan Raina sendirian di toko perlengkapan olahraga tadi, Bisma diomeli Ibunya sepanjang perjalanan menuju parkiran.

Bayangkan betapa malunya Bisma.

Sukma kembali mengomel. "Sudah ibu bilang sama kamu, jauhi Raina! Jauhi cewek itu! Kenapa kamu tidak mau mendengarkan Ibu? Gara-gara dia, kamu tidak fokus belajar!"

Bisma membuka kedua mata mendengar perkataan ibunya barusan. Beranjak duduk, cowok itu menatap kesal ibunya.

"Bu!" Tak sadar, Bisma meninggikan suaranya. "Setelah Ibu ngirim chat ke Raina sebelum Bisma Ujian Nasional, Raina minta putus dari Bisma, Bu!"

Sukma sedikit terkejut mendengar ucapan putra sulungnya. Ia selama ini tidak tahu kalau Raina mengikuti perintahnya.

Bisma kembali melanjutkan ucapannya. "Lagian, nilai ujian Bisma bagus kan? Bisma juga bisa masuk ke SMA favorit."

"Tapi nilai kamu mepet. Nilai kamu jauh dibanding Eria! Pasti itu gara-gara Raina!"

"Nilai, nilai, nilai!" seru Bisma. Sungguh, dia muak. Ibunya selalu menuntutnya mendapatkan nilai yang bagus.

"Kenapa harus nilai yang ibu jadikan patokan?! Kemampuan setiap anak berbeda, Bu! Nggak semua anak pintar di bidang akademis!"

Kedua mata cowok itu berkaca-kaca. Biarkan hari ini dia meluapkan apa yang membuatnya tertekan selama ini. "Berhenti membanding-bandingkan Bisma dengan anak orang lain! Bisma tertekan Bu. Bisma tertekan!"

Bisma menyeka kasar air yang berani keluar dari kedua mata elangnya. "Bisma emang nggak pinter di bidang akademis, tapi apa ibu liat Bisma pinter di bidang olahraga? Nilai Bisma turun karena Bisma ikut basket."

"Sudah Ibu bilang, jangan ikut basket! Ka--"

Bisma memotong ucapan ibunya. "Tapi Bisma pengen ikut basket, Bu!"

Bisma menunduk dalam. Menyembunyikan air matanya. Menarik napasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

"Bisma pengen ikut basket. Bisma pengen wujudin impian Abang. Jangan larang Bisma," Bisma kembali menyeka air matanya. "Dukung Bisma, Bu. Bisma butuh dukungan Ibu."

Bisma memberanikan diri untuk menatap Ibunya. "Bisma sayang banget sama Raina. Bisma mohon, Ibu lupakan kejadian di masa lalu. Kecelakaan itu bukan sepenuhnya salah Raina."

***

Jam menunjukkan pukul setengah lima sore. Seorang cowok yang mengenakan hoodie berwarna abu-abu itu berjalan pelan sambil membawa buket bunga lily di tangannya.

Bisma berhenti berjalan. Cowok itu berjongkok dengan kedua lutut sebagai tumpuan.

Tangannya terulur meletakkan buket bunga yang dia bawa di atas gundukan tanah yang ditumbuhi rumput. Bisma mengusap nisan yang tertulis nama seseorang di sana.

Bima Alaska Tama

"Apa kabar, Bang?" Setetes air turun dari sudut mata Bisma. Tidak. Ia tidak boleh menangis. Ia tidak mau membuat Bima juga sedih. Makanya sekarang Bisma tersenyum.

Cowok itu membersihkan makam kakaknya dari daun-daun kering. "Ayah, Ibu, Bimo, sama gue kangen sama lo. Lo kangen sama kita nggak?"

Bisma kembali berbicara, "Ibu udah tau kalau gue sama Raina balikan, Bang." Cowok itu mendengus kesal. "Sekarang Ibu tambah galak. Dari tadi dia marahin gue terus," adunya.

Bisma selesai membersihkan makam Bima. Merasa pegal karena dari tadi berjongkok, cowok itu melipat kedua kakinya. Duduk bersila di samping makam Bima.

"Kuping gue sampe panas dengernya," Bisma terkekeh kecil seolah dia benar-benar sedang berbicara dengan Bima.

Bisma kembali mengadu pada Bima. Persis seperti seorang adik yang mengadu kepada kakaknya ketika dia kehilangan mainan.

"Masa gue nggak boleh ikut basket sama Ibu?" Bisma mendengus kesal. "Nggak asik banget kan?"

Kedua mata Bisma berbinar, mendapat sebuah ide. "Lo datengin Ibu lewat mimpi ya! Lo bilang sama Ibu, supaya gue di bolehin ikut basket," ucapnya lalu tertawa pelan.

Tawa cowok itu reda. "Gue mau ikut basket Bang. Biar gue bisa wujudin impian lo," Bisma tersenyum tipis, "jadi pemain basket yang jago."

Tangan cowok itu terulur mengusap nisan yang bertuliskan nama kakaknya. "Bang, kenapa Ibu benci sama Raina?"

Hening. Bisma bahkan bisa mendengar hembusan angin di sore hari ini. Cowok itu mendongakkan kepalanya. Mencegah air mata yang mendesak keluar.

Bisma tersenyum. Menyeka setetes air yang berhasil keluar dari matanya setelah itu kembali menundukkan kepala.

Tangannya menggenggam erat rumput yang tumbuh di makam Bima, berusaha mengurangi rasa sesak di dalam dadanya.

"Padahal yang buat lo kecelakaan kan bukan dia--"

Bisma mengambil napasnya dalam-dalam. Dadanya terasa begitu sesak ketika dia mengatakan,

"--tapi gue."












🍂🍂🍂

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

MintAdjie21 dan Ischyros27

14-06-2020

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang