Raina berjalan mundur dua langkah ketika hujan bertambah deras. Raina menoleh ke belakang dan melihat tempat duduk yang kosong di halte bus.
Raina sekarang berada di halte bus. Ia memilih menunggu di sana supaya bisa melihat jika Bisma sudah datang.
Tapi nyatanya, Bisma tak kunjung datang.
Raina kembali melihat layar ponsel. Pesan yang dia kirim satu jam yang lalu bahkan belum dibaca oleh Bisma. Oke, mungkin Bisma sedang wawancara. Tapi, apa wawancara menghabiskan waktu selama satu jam?
Tak dapat dicegah, air mata Raina turun. Bim, di sini dingin banget. Cepet dateng, ya!
Di sisi lain, Bisma yang baru keluar dari ruang OSIS mengernyit bingung ketika Mala tiba-tiba menahan lengannya.
"Kenapa?" tanya Bisma.
"Lo abis ini ada acara nggak?"
Bisma tersenyum gemas melihat Mala yang menampilkan wajah memelas sampai-sampai dia tak sadar mengacak puncak kepala cewek itu. "Emang kenapa?"
Mala mengerucutkan bibirnya, kesal. "Ya pokoknya lo abis ini ada acara nggak?" tanyanya lagi sambil merapikan rambut.
Pasti Raina akan sangat sakit hati jika mendengar secara langsung Bisma berkata, "Nggak ada."
***
Raina melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ini berarti Raina sudah menunggu Bisma selama dua jam.
Tapi, Bisma tidak datang.
"Bisma nggak dateng." Raina terisak pelan. "Bisma nggak nepatin janjinya."
"Kak Rain!"
Raina yang sedang menunduk dalam sambil memeluk dirinya sendiri karena kedinginan mengangkat kepalanya perlahan.
Melihat seseorang itu hendak menyebrang jalan untuk menghampirinya yang masih duduk di halte bus sendirian, Raina menyeka air yang keluar dari kedua sudut mata dengan punggung tangan.
Setelah seseorang itu sampai di depannya, Raina tersenyum samar lalu berkata dengan lirih. "Makasih, Ta, udah mau jemput gue."
"Iya, udah ayok pulang! Lo udah dicariin sama emak," Inta memberi Raina sebuah payung. Hujan memang belum reda sejak dua jam yang lalu.
Raina menerimanya sambil tertawa lirih. "Sekali lagi, makasih."
Inta memutar bola mata malas. "Sekali lagi lo bilang makasih, gue tinggal!"
Ketika Raina beranjak berdiri, sahabatnya itu berkata dengan nada tak suka yang begitu kentara. "Kak, lo kalo pake bedak nggak usah tebel-tebel, deh. Kek mayat idup lo!"
Raina tau, Inta bukan bermaksud untuk mengejeknya. Tapi, Inta sangat mengkhawatirkan keadaannya. Terkadang, perhatian yang diberikan oleh sahabat memang begitu, kan?
Setelah masuk ke dalam mobil, Raina menunduk, melihat sepatunya yang basah terkena air hujan. "Ta, sepatu gue basah, nanti mobil lo basah juga."
Inta mendengus. "Lo pikir sepatu gue nggak basah juga? Emang gue tadi pake jas sepatu gitu?"
Suara tawa Raina terdengar. "Ehh, iya, ya?"
Inta berdecak tidak suka. "Nggak usah ketawa, Kak. Gue bukannya denger suara tawa lo, tapi gue malah kayak denger suara isak tangis lo."
Raina langsung terdiam.
Suasana seketika menjadi hening hingga suara mesin mobil terdengar dan memecahkan keheningan. Lalu, disusul suara Inta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raina✔
Teen FictionCompleted Ketika mantan datang memberi rasa nyaman di saat kita merasa bosan dengan pasangan Siapa yang akan Raina pilih? Bisma Azka Tama--cowok yang dulu meninggalkannya karena memilih cewek yang lebih cantik darinya atau Bryan Arsenio--cowok yang...